Menu

Mode Gelap

Kolom Jum'at · 14 Nov 2025 14:29 WIB ·

Hakikat Dermawan: Mendahulukan Orang Lain di Atas Diri Sendiri


 sumber: id.pinterest.com. Perbesar

sumber: id.pinterest.com.

KOLOM JUM’AT CXXXVI
Jum’at, 14 November 2025

Anda tahu bahwa ada perbedaan tingkatan antara kepelitan dan kedermawanan (kepedulian sosial). Memberikan hartanya kepada mereka yang membutuhkan dan tidak adalah tingkat kedermawanan tertinggi. Di sinilah letak hakikat kedermawanan.

Menurut Gus Ulil, akan sangat sulit untuk memberikan sesuatu kepada seseorang yang lebih membutuhkan daripada Anda sendiri. Memberikan sesuatu yang Anda tidak terlalu membutuhkannya berbeda dengan memberikan sesuatu kepada orang lain. Karena kepelitan, seseorang tidak mau memberikan hartanya kepada orang yang memerlukan, bahkan jika orang yang memerlukan itu akan meninggal. Selain itu, orang yang sangat pelit terkadang hanya pelit terhadap dirinya sendiri, bukan terhadap orang lain. Misalnya, ia sakit tetapi tidak mau berobat meskipun dia kaya raya.

“Gas pol”, kata Gus Ulil, adalah kategori pelit; pelitnya sudah gas pol. Mereka yang pelit biasanya menyukai sesuatu, tetapi karena eman pada uang mereka tidak mau membeli. Ia lebih menyukai hal-hal yang gratis, seperti makan bersama teman. Dengan demikian, tak heran jika Allah memuji orang-orang yang dermawan (sebagian dari sahabat-sahabat nabi). Dalam Al-Qur’an surat Al-Hasyr ayat 9 dinyatakan: “Dan mereka mengutamakan (Muhajirin) atas dirinya sendiri, meskipun mereka juga memerlukan. Dan siapa yang dijaga dirinya dari kekikiran, maka mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (QS. Al-Hasyr [59]: 9).

Nabi Muhammad Saw. bersabda, “Siapa saja yang menyukai sesuatu, kemudian ia menahan keinginannya itu dan mengutamakan orang lain atas dirinya, maka Allah akan mengampuni dosa-dosanya.”

Sayyidatina Aisyah berkata, “Rasulullah Saw. tidak makan sampai kenyang selama tiga hari berturut-turut. Kalau kami mau, kami bisa makan sampai kenyang, tetapi kami lebih mengutamakan beliau daripada kami.”

Suatu malam, nabi menerima sowan dari seorang tamu, tetapi dia tidak memiliki sesuatu untuk diberikan kepada mereka. Salah seorang sahabat Anshar tiba-tiba datang dan mengetahui bahwa nabi tidak memiliki apa-apa. Sontak ia langsung pergi mengajak tamu itu ke rumahnya.

Setelah tiba di rumahnya, ia memerintahkan istrinya untuk mematikan lampu dan memberikan hadiah kepada tamunya nabi. Yang menarik, sahabat Anshar itu mengikuti gerakan tangannya untuk memberikan makanan kepada tamunya, meskipun sebenarnya ia tidak makan (pura-pura makan), karena hadiah atau makanannya hanya satu. Keesokan harinya, nabi kemudian memanggil sang sahabat dan berkata, “Sungguh heran Allah terhadap tindakan-tindakan (perlakuan) kamu kepada tamu itu tadi malem.” Atas kejadian ini akhirnya turunlah ayat Al-Qur’an surat Al-Hasyr ayat 9.

Syahdan Sahl Al-Tustari, salah seorang wali yang hidup pada abad ke 3 hijriyah bercerita, suatu waktu Nabi Musa berdoa, “Wahai Tuhanku! Tunjukkanlah sebagian tingkatan-tingkatan derajat Nabi Muhammad Saw. dan umatanya.” Allah Swt. menjawab, “Wahai Musa! Sesungguhnya engkau tidak akan mampu untuk mendengarkan kemulian Muhammad, akan tetapi Aku akan menunjukkan sebagian tingkatannya yang agung dan mulia itu.”

Sahl Al-Tustari melanjutkan ceritanya, “Akhirnya Allah Swt. menyingkapkan kerajaan langit untuk membuka kemuliaan derajat Nabi Muhammad Saw. dan Nabi Musa melihat akan tingkatan-tingkatannya hingga tubuhnya mati saking kuatnya cahaya derajat Nabi Muhammad Saw.”

Nabi Musa kemudian berkata, “Kemuliaan apa yang Engkau bisa menyampaikan Muhammad kepada derajat ini?” Allah Swt. menjawab, “Aku memberikan khusus kepada Muhammad karena akhlaknya di antara nabi-nabi yang lain. Dan di antara akhlak itu adalah sifat kedermawanan.”

Allah berfirman lagi, “Wahai Musa! Jika ada seorang hamba mempunyai sifat dermawan, maka Aku malu mau menghisab dia di akhirat kelak. Inilah derajat yang membuat umat Muhammad lebih unggul dari umat sebelumnya.”

Dikisahkan, Abdullah bin Ja’far pergi ke kebun dan dia mampir ke kebun kurmanya seseorang. Beliau kemudian melihat budak anak kecil berkulit hitam yang sedang bekerja di dalam kebun itu. Tiba-tiba anak itu ditemui anjing dan memberikan makanan berkali-kali, padahal anak itu butuh makan.

Karena tertarik kepada perbuatan anak itu, akhirnya Abdullah menghampirinya dan berkata, “Berapa makanan kamu setiap hari.” Dijawab, “Ya sepeti kamu lihat, satu roti ini.” Abdullah berkata lagi, “Kenapa engkau memberi makan anjing itu, padahal makanan kamu cuma satu.” Dijawab, “Di sini bukan daerah anjing, lalu siapa yang mau mengurus anjing itu? Anjing itu datang dari tempat yang sangat jauh dan kelaparan.”

Abdullah bertanya lagi, “Lalu kamu makan apa hari ini?” Dijawab, “Ya terpaksa aku tidak makan.” Abdullah berkata lagi, “Aku ini sering dikritik orang lain karena dermawan, ternyata ada orang yang lebih dermawan dari saya.” Akhirnya Abdullah membeli kebunnya beserta perkakasnya dan memerdekan budak anak kecil itu. Setelah kebun itu dibeli Umar kemudian memberikannya lagi kepada anak itu sebagai modal.

Sayyidina Umar bercerita, suatu ketika dihadiahkan kepada seorang laki-laki kepala kambing. Laki-laki itu kemudian berkata, “Saudaraku lebih butuh dari aku.” Akhirnya, si laki-laki itu mengasih kepala kambing ke saudaranya. Namun, sesampainya di rumah saudaranya ia berkata, “Tetanggaku lebih membutuhkan kepala kambing ini.” Begitu seterusnya sampai melewati tujuh rumah. Setelah sampai ke rumah ke delapan (penerima pertama kepala kambing) baru diterima. Wallahu a’lam.

Oleh: Salman Akif Faylasuf, Alumni PP Salafiyah Syafi’iyah Sukorejo Situbondo dan PP Nurul Jadid Paiton Probolinggo.

Tulis Komentar
Artikel ini telah dibaca 24 kali

Baca Lainnya

Aktualisasi Fikih dalam Merawat Kebangsaan dan Kebinekaan: Menghubungkan Agama dan Harmoni Sosial 

31 Oktober 2025 - 11:25 WIB

Sumber: https://ypsa.id/

Pesantren Bukan Sarang Feodalisme

17 Oktober 2025 - 15:23 WIB

Aktualisasi Fikih untuk Keadilan Gender di Pesantren

3 Oktober 2025 - 12:57 WIB

Fikih Hak Anak: Solusi atas Problematika Moral Remaja

12 September 2025 - 16:03 WIB

Peringatan Maulid Nabi dan Teladan Akhlak Kenabian

29 Agustus 2025 - 16:09 WIB

Benarkah Indonesia telah Merdeka?

15 Agustus 2025 - 15:19 WIB

Trending di Kolom Jum'at