KOLOM JUM’AT LXXX
Jum’at, 04 Agustus 2023
Keberagaman yang terdapat di Negara Indonesia merupakan sebuah keniscayaan yang telah diberikan oleh Sang Pencipta, serta menjadi karakteristik atau ciri khas berdirinya negara ini. Dengan semboyan dan filosofi negara Bhineka Tunggal Ika bukti kongkrit bahwa, Negara Indonesia merupakan negara yang mempunyai komitmen kuat untuk terus menjaga, merawat dan terus mewujudkan persatuan dan kesatuan. Keniscayaan yang berupa keberagaman suku, ras, budaya, etnis, bahasa, dan agama adalah kekayaan yang dimiliki oleh Bangsa Indonesia. Sehinga akan menjadi tantangan besar bagi negara ini untuk terus mempertahankannya.
Sesuai dengan undang-undang yang ada bahwa, agama-agama yang diakui di Indonesia berjumlah enam, yaitu Islam, Kristen Protestan, Katolik, Hindu, Budha dan Konghucu. Mayoritas penduduknya beragama Islam dengan persentase 87,2% dari jumlah keseluruhan penduduk. Akan tetapi, hal ini tidak berimplikasi bahwa Indonesia adalah Negara Islam. Sehingga hukum-hukum Islam tidak dapat dijadikan sebagai hukum positif negara, melainkan hanya sebagai etika social.
Agama Islam adalah agama yang rahmatan lil ‘alamin, agama pembawa rahmat atau kasih sayang kepada semesta alam, dan dapat dipahami bahwa ajaran-ajaran yang diberikan kepada pemeluknya selalu mengarahkan untuk saling mengasihi dan menyayangi. Bukti kongret mengenai Islam adalah agama yang ramah adalah ajaran mengenai hak-hak bertetangga. Dalam hal ini banyak hadits yang menyurakan ajaran tersebut seperti hadits,
مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيُكْرِمْ جَارَهُ
Artinya :
“Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaknya ia muliakan tetangganya” (HR. Bukhari 5589, Muslim 70)
Selain hadits di atas, terdapat hadits yang secara eksplisit mengajarkan tentang anjuran berbuat baik kepada tetangga.
خَيْرُ اْلأَصْحَابِ عِنْدَ اللهِ خَيْرُهُمْ لِصَاحِبِهِ ، وَخَيْرُ الْـجِيْرَانِ عِنْدَ اللهِ خَيْرُهُمْ لِـجَارِهِ
Artinya :
“Sahabat yang paling baik di sisi Allah adalah yang paling baik sikapnya terhadap sahabatnya. Tetangga yang paling baik di sisi Allah adalah yang paling baik sikapnya terhadap tetangganya.” (HR. At Tirmidzi 1944, Abu Daud 9/156, dinilai shahih oleh Al Albani dalam Silsilah Ash Shahihah 103)
Kedua hadits di atas cukup memberikan sedikit gambaran tentang Agama Islam. Begitupun sebaliknya, Agama Islam sangat mengecam kekerasan, tindakan- tindakan yang agresif serta dapat merugikan orang lain. Karena sudah jelas bertolak belakang dengan keberadaan Agama Islam seperti yang sudah termaktub di dalam Al-Qur’an surah Al-Anbiya ayat 107 yang berbunyi:
وَمَآ اَرْسَلْنٰكَ اِلَّا رَحْمَةً لِّلْعٰلَمِيْنَ
Artinya:
“Kami tidak mengutus engkau (Nabi Muhammad), kecuali sebagai rahmat bagi seluruh alam.”
Dari ayat di atas, menegaskan bahwa keberadaan Agama Islam merupakan sebuah rahmat bagi seluruh alam. Sehingga segala bentuk kekerasan atau ketidakrahmatan merupakan tindakan yang bertolak belakang dengan Islam. Walaupun demikian, terkadang banyak isu-isu keagamaan yang muncul dan mengkambing hitamkan agama. Seperti halnya tindakan-tindakan kekerasan yang mengatasnamakan jihad. Sehingga dengan seruan kata tersebut, beberapa oknum mengajak dan mendorong kaum muslimin Indonesia untuk melakukan tindakan-tindakan yang separatis atau khilafah. Bahkan terdapat beberapa kasus pembunuhan dengan latar belakang”jihad” dan korbannya adalah seorang muslim. Kegiatan ini kerap kali digunakan untuk mendukung aksi terorisme dalam menanamkan konsep intoleransi bernegara.
Berdasarkan kasus di atas, maka penting bagi penulis untuk mencoba memberikan sebuah interpretasi esensi makna “jihad” terutama bagi seorang muslim bernegara. Istilah “jihad” memang notabenenya merupakan salah satu ajaran dari Agama Islam, yaitu berperang melawan orang-orang kafir. Akan tetapi, terdapat hal yang perlu digarisbawahi, bahwa “jihad” yang bermakna memerangi orang kafir dapat dilakukan di Negara Islam. Di sisi lain, dijelaskan dalam kitab Hasyiah I’anatut Tholibin, nilai utama “jihad” melawan orang kafir bukanlah untuk membunuh mereka, melainkan untuk memberikan sebuah hidayah atau ajakan untuk memeluk Agama Islam. Syaikh Nawawi Al-Bantani dalam kitab Kasyifatus Saja menjelaskan bahwa “jihad” atau memerangi orang kafir merupakan jihadul asghor (kecil), sedangkan jihadul akbar (besar) adalah memerangi hawa nafsu sendiri untuk terus melakukan kebaikan dan amal sholih sesuai dengan ajaran agama.
Dengan demikian, sebagai seorang muslim bernegara selayaknya memahami esensi dari makna “jihad” tidak hanya memerangi orang kafir, melainkan sebagai usaha diri sendiri untuk terus berjuang melawan hawa nafsu agar dapat melakukan kebaikan dan beribadah kepada Allah SWT.
Oleh: Muhammad Ulil Albab, Santri Mansajul Ulum dan Mahasiswa PBA IPMAFA, Pati.