KOLOM JUM’AT XXXII
Jum’at, 11 Maret 2022
Perjuangan untuk menciptakan kehidupan yang adil bagi perempuan masih harus terus digalakkan. Karena masih banyak sekali perlakuan-perlakuan tidak adil terhadap perempuan hingga kini yang berseliweran di sekitar kita. Angka kasus kekerasan terhadap perempuan terus melaju naik. Pandangan-pandangan misoginis terhadap perempuan dengan berdalih agama masih terus diproduksi. Isu-isu pelecehan seksual yang dialami oleh perempuan masih kita dengar, baik itu di lingkungan rumah, tempat kerja atau bahkan tempat menuntut ilmu.
Masih segar dalam ingatan kita, di akhir tahun 2021 kita dikagetkan oleh kasus kekerasan seksual yang dilakukan oleh ‘tokoh agama’ di lembaga keagamaan. Namun demikian, permasalahan perempuan masih belum dianggap serius oleh sebagian masyarakat dan aparatur pemerintah. Buktinya, hingga hari ini Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) belum juga disahkan. Padahal Komnas Perempuan telah mengajukannya sejak tahun 2012 lalu. Sementara kasus-kasus kekerasan seksual dan ketidakadilan yang dialami perempuan semakin meningkat di Indonesia. Data Komnas Perempuan melaporkan bahwa sepanjang tahun 2004-2021 kasus kekerasan di lingkungan rumah tangga saja telah mencapai 544.452 kasus.
Kasus tentang perkawinan anak juga masih banyak terjadi di Indonesia. Di beberapa daerah, bahkan masih menjadi tradisi dan kebanggaan masyarakat. Upaya penyadaran tentang resiko dan akibat buruk dari pernikahan dini yang dilakukan oleh pemerintah dan para aktivis perempuan justru menghadapi tantangan baru dari sebagian kelompok agamawan. Mereka secara terang-terangan mengampanyekan pernikahan anak dengan menggunakan jargon agama.
Di sisi lain masih banyak perempuan yang belum mampu mendapatkan haknya secara adil. Sementara kewajiban-kewajiban yang ditanggung semakin mencekik mereka. Melihat fakta ini Rohika Kurniadi Sari, Asisten Deputi Pemenuhan Hak Anak atas Pengasuhan, Keluarga dan Lingkungan di Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak menyatakan bahwa perjuangan menuju kesetaraan antara perempuan dan laki-laki masih menjadi pekerjaan rumah yang harus segera diselesaikan.
Hari Perempuan Sedunia
Berdasarkan realita diatas tepat sekali jika International Women Day atau Hari Perempuan se-Dunia yang diperingati pada 08 maret 2022 lalu mengusung tema Break The Bias. Melalui tema ini diharapkan masyarakat dan pemerintah dari seluruh dunia secara bersama-sama dan serius agar mengikis, bahkan menghilangkan adanya ketidakadilan gender, bias, stereotip, dan diskriminasi terhadap perempuan. Kita harus ciptakan dunia yang beragam, adil, dan inklusif. Dunia yang mampu menghargai perbedaan dan keragaman secara adil.
Hari perempuan international diperingati untuk menandai serta memberikan seruan kepada seluruh masayarakat di dunia untuk ikut andil dalam mempercepat pengahapusan ketimpangan sosial dan kekerasan yang dialami oleh perempuan, demi mewujudkan kesetaraan. Hari Perempuan Internasional bermula dari unjuk rasa yang dilakukan oleh 15.000 perempuan di New York City, Amerika Serikat, pada tahun 1908. Mereka saat itu menuntut jam kerja yang lebih pendek, gaji yang lebih baik dan hak mengikuti pemilu, sesuai dengan deklarasi partai sosialis Amerika.
Pada tahun 1910, giliran konferensi buruh perempuan internasional yang melakukan demo di Denmark. Clara Zetkin, seorang pemimpin kantor perempuan untuk partai sosialis di Jerman mengajukan gagasan tentang Hari Perempuan Internasional. Ia mengusulkan adanya Hari Perempuan Internasional untuk menyuarakan tuntutan bersama para perempuan di seluruh dunia. Setelah adanya konferensi yang dihadiri lebih dari 100 perempuan dari 17 negara yang mewakili serikikat pekerja dan partai sosialis, serta melalui beberapa perundingan, akhirnya ide dari Clara disambut baik. kemudian hari perempuan internasional pun disetujui oleh PBB pada 08 Maret 1975.
Dalam rangka mendukung perempuan di seluruh dunia serta ikut berpartisipasi dalam melawan ketidakadilan, langkah yang bisa kita tempuh adalah dengan menanamkan gender neutral sejak dini. Yakni memberikan pemahaman kepada anak-anak bahwa laki-laki dan perempuan adalah sama. Artinya, keduanya sama-sama mempunyai peranan penting dalam menyongsong kehidupan. Mereka memiliki hak dan kewajiban yang sama sebagai warga negara dan warga dunia. Tidak boleh lagi ada stereotype bahwa laki-laki lebih utama sedangkan perempuan hanyalah manusia kedua yang menjadi konco wingking. Kita harus terus perjuangkan bahwa laki-laki dan perempuan adalah saudara kandung yang harus saling bekerjasama dalam kebaikan dan kemaslahatan. Hal itulah yang sesungguhnya telah disampaikan oleh agama kita. Wallahu a’lam bisshawab.
Oleh: Fitrotun Nisa’, Alumni Mansajul Ulum tahun 2015.