Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), begadang berarti berjaga atau tidak tidur sampai larut malam, bahkan hingga menjelang pagi. Dalam kehidupan akademik, terutama di kalangan pelajar dan mahasiswa, begadang sering kali menjadi bagian tak terpisahkan dari proses menuntut ilmu. Alasan begadang pun beragam, mulai dari menyelesaikan tugas akademik, bermain gawai, hingga sekadar mengisi waktu luang tanpa arah yang jelas. Meski sebagian orang memandang begadang sebagai kebiasaan yang kurang sehat, dalam khazanah pendidikan Islam klasik, justru terdapat pandangan yang memberikan nilai lebih pada waktu malam.
Dalam kitab Ta’lim al-Muta‘allim, karya Syekh Az-Zarnuji, disebutkan bahwa waktu malam, terutama sepertiga malam terakhir, merupakan waktu yang penuh keberkahan bagi pencari ilmu. Malam diyakini sebagai saat turunnya malaikat dan terbukanya pintu-pintu rahmat, sehingga suasananya lebih kondusif untuk merenung, menghafal, dan memahami pelajaran dengan lebih dalam. Dalam pandangan ini, begadang bukanlah sekadar berjaga tanpa arah, melainkan bagian dari kesungguhan dalam menuntut ilmu, asalkan disertai niat yang benar dan penggunaan waktu yang tepat.
Namun di sisi lain, dari perspektif kesehatan, begadang tanpa pengaturan yang baik berpotensi mengganggu kondisi fisik dan mental. Tubuh manusia secara biologis memerlukan waktu tidur yang yang cukup untuk memulihkan energi, menjaga kestabilan hormon, dan memperkuat sistem imun. Kurangnya tidur dapat menyebabkan kelelahan kronis, gangguan konsentrasi, hingga penurunan produktivitas. Oleh karena itu, penting untuk menyeimbangkan antara semangat belajar di malam hari dengan menjaga pola tidur yang sehat.
Begadang dalam Ta’limul Muta’allim
Kitab Ta‘līm al-Muta‘allim karya Imam Az-Zarnuji memberikan dorongan kuat kepada penuntut ilmu untuk bersungguh-sungguh dalam menempuh jalan keilmuan. Salah satu bentuk kesungguhan itu adalah menjaga waktu malam untuk belajar. Dalam salah satu kutipannya, dijelaskan bahwa malam hari merupakan waktu yang istimewa untuk menuntut ilmu karena saat itu suasana lebih tenang, pikiran lebih jernih, serta turunnya rahmat dan malaikat membawa keberkahan.
Imam Az-Zarnuji mengisyaratkan bahwa malam adalah waktu yang sangat utama untuk menghafal dan memperdalam ilmu. Ia menyebut bahwa siapa yang membiasakan belajar di malam hari, maka ia akan meraih keberhasilan. Ini menjadi semangat bagi para santri untuk tidak menyia-nyiakan waktu malam, menjadikannya sebagai ladang panen ilmu.
Namun, perlu dicermati bahwa Ta‘līm al-Muta‘allim juga mengajarkan pentingnya menjaga tubuh, adab, dan kesehatan sebagai bagian dari tanggung jawab seorang penuntut ilmu. Sehingga meski begadang dianjurkan dalam konteks menuntut ilmu, ia bukanlah perintah mutlak yang meniadakan hak tubuh untuk istirahat.
Begadang dalam Dunia Kesehatan
Dalam dunia medis, begadang tergolong sebagai aktivitas yang dapat membahayakan apabila dilakukan secara terus-menerus tanpa cukup istirahat di waktu lain. Penelitian kesehatan menunjukkan bahwa kurang tidur atau tidur tidak teratur dapat meningkatkan risiko penyakit jantung, tekanan darah tinggi, gangguan metabolik, hingga penurunan daya tahan tubuh.
Sebuah studi dari Harvard Medical School menyebutkan bahwa tidur kurang dari 6 jam per malam secara terus-menerus dapat menyebabkan gangguan fungsi otak, emosi yang tidak stabil, serta berkurangnya kemampuan konsentrasi. Hal ini tentu akan berdampak buruk terhadap kualitas belajar seseorang, termasuk para santri.
Selain itu, begadang tanpa tujuan yang jelas, misalnya untuk bermain gawai, menonton hiburan, atau sekadar bersantai hingga larut malam, adalah hal yang sama sekali tidak dianjurkan dari segi kesehatan maupun agama. Tubuh memiliki hak untuk diistirahatkan, sebagaimana jiwa memiliki kebutuhan untuk dibina melalui ilmu dan ibadah.
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa begadang memiliki nilai yang tinggi dalam tradisi keilmuan Islam, terutama bila dilakukan untuk menuntut ilmu atau ibadah. Namun, begadang juga menyimpan risiko besar bagi kesehatan apabila tidak diimbangi dengan pola hidup yang seimbang.
Sikap yang moderat adalah mengatur begadang agar tidak menjadi kebiasaan harian yang melelahkan tubuh, melainkan sebagai aktivitas yang dilakukan dengan niat baik, waktu yang terukur, dan dibarengi dengan menjaga hak tubuh untuk beristirahat. Seorang santri sebaiknya menyeimbangkan semangat menuntut ilmu dengan pola hidup sehat, agar ilmu yang didapat dapat benar-benar diamalkan dengan tubuh yang kuat dan jiwa yang stabil. Wallahu a‘lam.
Oleh: Muhammad Hanuun Adrian, Santri Mansajul Ulum.