Merokok merupakan sebuah kegiatan yang sudah tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat. Sebagaimana laporan dari Global Adult Tobacco Survey ( GATS ) 2021 yang diluncurkan Kementrian Kesehatan (Kemenkes ), dikatakan bahwa terjadi penambahan jumlah perokok dewasa sebanyak 8,8 juta orang. Yaitu dari 60,3 juta pada tahun 2011 menjadi 69,1 juta perokok pada tahun 2021. Bahkan prevalensi perokok anak di Indonesia mencapai 9,1 persen pada tahun 2018.
Dinukil dari laman resmi Ikatan Dokter Anak Indonesia ( IDAI ) menyatakan bahwa anak yang menjadi perokok pasif rentan mengalami batuk lama, radang paru-paru, asma, dan stunting akibat paparan asap rokok. Mengapa trend di atas dapat terjadi? Berdasarkan analisis penulis, terdapat beberapa hal yang menjadi faktor utama yang menyebabkan fenomena tersebut, seperti:
- Inovasi Rokok
Ditengah gempuran kampanye anti-rokok, muncul inovasi baru yang dipercaya masyarakat sebagai metode untuk berhenti merokok. Vape, istilah yang biasa digunakan untuk rokok dengan nikotin berupa aerosol e-liquid. Rokok elektrik ini disenangi karena perangkatnya yang lebih praktis, lebih murah , dapat diisi ulang , dan memikat hati karena punya berbagai rasa yang dapat dipilih.
Tak dapat dipungkiri vape sekarang banyak disenangi, khususnya anak muda. Namun perlu kalian tahu, vape ini tidak kalah bahayanya dari rokok konvensional. Pasalnya vape mengandung zat yang berbahaya bagi tubuh. Dilansir dari American Cancer Society, vapor (cairan dalam vape) mengandung nikotin yang juga terkandung dalam rokok konvensional sehingga menimbulkan rasa ketagihan. Selain itu dalam vapor terdapat senyawa karbon yang merupakan zat karsinogen penyebab kanker. Sehingga substitusi rokok ini kontroversial. Jadi perlu kalian garis bawahi, mitos vape 95 % lebih aman adalah hoax.
- Harga Terjangkau
Penyebab lainnya adalah harga yang murah, yakni rata-rata Rp. 20.000,00 per bungkusnya. Harga rokok batangan bahkan lebih terjangkau. Hal ini turut menyumbang tingginya perokok di Indonesia.
- Paparan Iklan
Upaya berhenti merokok yang digalangkan juga sama banyaknya dengan promosi dan sponsor acara dari industri rokok itu sendiri. Hal ini tidak baik karena anak-anak di beri kesempatan untuk mengenal rokok lewat iklan yang tayangkan. Sesuai Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran, KPI (Komisi Penyiaran Indonesia) Pusat menyikapi hal ini dengan iklan rokok yang sangat dibatasi.
- Kurangnya Pengawasan
Seharusnya rokok hanya dikonsumsi oleh orang berusia 18 tahun keatas. Namun, saat ini, rokok bahkan dikonsumsi anak sekolah mulai dari jenjang SD hingga SMA atau sederajat. Fenomena ini bisa dari pengaruh lingkungan seperti orang tua, teman sepergaulan, iklan, dan lainnya. Masalahnya, rasa candu akibat rokok sulit hilang. Sehingga ketika mereka dari kecil sudah merokok dan rasa candu itu muncul, maka hingga dewasa, mudah saja mereka menginvestasikan uang untuk rokok.
Lalu bagaimana antisipasi yang dapat dilakukan?
Jangan sekali-kali mencoba untuk merokok. Walaupun hanya 1 puntung rokok bahkan sekali hisapan, sekali kita mencoba , maka syaitan akan lebih mudah menggoda kita. Sugesti dirimu bahwa rokok itu merusak tubuh, merusak psikis . Bahwa rokok itu bukan teman yang baik. Bahkan rokok dapat membunuhmu . Hindari menghibur diri dengan merokok.
Lantas, bagaimana jika sudah kecanduan merokok? Mungkin kalian pernah menasehati orang tua kalian bahwa rokok itu tidak baik. Tapi tidak serta merta mereka mendengarkan dengan alasan bermacam-macam. Maka, dari aspek medis memberikan solusi dengan rehabilitasi atau terapi untuk para perokok, seperti komitmen untuk berhenti merokok, membuat alasan untuk berhenti merokok, hindari pemicu untuk merokok, dan selalu katakan ‘tidak’ untuk rokok. Wallahu ‘alam.
Penulis: Dyasahrin Khaszahra, Santri Mansajul Ulum.