Menu

Mode Gelap

Opini Santri · 2 Apr 2024 16:24 WIB ·

Ketentuan Bagi Orang yang Tidak Mampu Puasa Ramadhan


 Ketentuan Bagi Orang yang Tidak Mampu Puasa Ramadhan Perbesar

Bulan Ramadan merupakan bulan yang sangat istimewa. Karena pada bulan ini Allah SWT melipatgandakan seluruh amal ibadah umat muslim. Keistimewaan bulan Ramadan tidak dapat ditemui pada hari-hari biasa. Oleh karena itu, dijelaskan dalam kitab Adillatul Fiqhi bahwa bulan Ramadhan merupakan pemimpin bulan. Dalam artian bulan Ramadhan adalah bulan yang sangat istimewa.

سَيِّدُ الشُّهُوْرِ شَهْرُ رَمَضَانَ، وَسَيِّدُ الْأَيَّامِ يَوْمُ الْجُمْعَةِ وَلَوْ يَعْلَمُ الْعِبَادُ مَا فِي شَهْرِ رَمَضَانَ لَتَمَنَّى الْعِبَادُ أَنْ يَكُوْنَ شَهْرَ رَمَضَانَ سَنَةً

Artinya: “Pemimpin bulan adalah bulan ramadhan, pemimpin hari adalah hari jum’at. Sekiranya para hamba mengetahui apa yang ada dalam Ramadhan itu niscaya mereka berharap bulan Ramadhan sepanjang tahun.”

Selain itu, di dalam bulan Ramadhan terdapat kewajiban bagi orang Islam untuk menjalankan ibadah puasa. Berpuasa merupakan salah satu dari rukun Islam yang harus dikerjakan setiap tahun. Sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur’an,

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَۙ

Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.”

Ayat di atas menjadi dasar atas kewajiban berpuasa di bulan Ramadhan bagi seluruh umat muslim. Akan tetapi terkadang muncul beberapa pertanyaan terkait dengan seseorang yang tidak mampu berpuasa, seperti halnya orang yang sudah lanjut usia (lansia). Lantas bagaimana hukumnya bagi orang tua yang sudah lanjut usia? Serta apa saja yang harus dilakukan bagi orang tersebut?

Terdapat beberapa hal yang perlu kita ketahui bersama bahwa di dalam syari’at Islam terdapat suatu keringanan dalam pelaksanaan suatu ibadah, hal ini dikenal dengan istilah rukhshoh. Adapun rukhshoh atau keringanan ini diberikan dengan mempertimbangkan kondisi fisik, kesehatan, dan usia.

فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَّرِيْضًا اَوْ عَلٰى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ اَيَّامٍ اُخَرَ ۗوَعَلَى الَّذِيْنَ يُطِيْقُوْنَهٗ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِيْنٍۗ فَمَنْ تَطَوَّعَ خَيْرًا فَهُوَ خَيْرٌ لَّهٗ ۗوَاَنْ تَصُوْمُوْا خَيْرٌ لَّكُمْ اِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ

Artinya: “Maka, siapa di antara kamu sakit atau dalam perjalanan (lalu tidak berpuasa), (wajib mengganti) sebanyak hari (yang dia tidak berpuasa itu) pada hari-hari yang lain. Bagi orang yang berat menjalankannya, wajib membayar fidyah, (yaitu) memberi makan seorang miskin. Siapa dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan) itu lebih baik baginya dan berpuasa itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.”

Ayat di atas secara tegas menjelaskan bahwa terdapat beberapa keadaan yang diperbolehkan tidak berpuasa, seperti sakit, dalam perjalanan, dan orang-orang yang tidak mampu menjalankan ibadah puasa. Hal ini dijelaskan lebih detail dalam kitab Fathul Qarib bahwa, di antara orang-orang yang tidak mampu melakukan puasa seperti orang yang sakit serta orang tua renta dan tidak mampu menjalankan ibadah puasa, maka ia diwajibkan untuk menebus puasa Ramadhan dengan menggantinya dengan 1 mud setiap harinya.

(وَالشَّيْخُ) وَالْعَجُوْزُ وَاْلمَرِيْضُ الَّذِيْ لَا يُرْجَى بُرْؤُهُ (إِنْ َعَجَزَ) كُلٌّ مِنْهُمْ (عَنِ الصَّوْمِ يُفْطِرُ وَيُطْعِمُ عَنْ كُلِّ يَوْمٍ مُدًّا)

Artinya: “Apabila terdapat orang yang tidak mampu berpuasa, seperti orang tua, orang yang tidak mampu berpuasa, serta orang yang sedang sakit, maka diperbolehkan ifthor (tidak berpuasa) akan tetapi diwajibkan atas dirinya untuk mengganti puasa tersebut dengan 1 mud makanan setiap harinya.”

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa seseorang yang tidak mampu berpuasa saat puasa Ramadhan, karena sakit (yang tidak diharapkan kesembuhannya) atau tidak mampu untuk berpuasa, maka ia diperbolehkan tidak berpuasa. Akan tetapi, diwajibkan untuk mengganti puasa tersebut dengan 1 mud makanan setiap harinya.

Adapun yang dimaksud dengan “mud” adalah makanan pokok yang digunakan saat membayar zakat fitrah, yaitu makanan pokok yang berlaku di suatu daerah. Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam kitab Roudlotul At-Tholibin 

فَصْلٌ فِي الْفِدْيَةِ وَهِيَ مُدٌ مِنَ الطَّعَامِ لِكُلِّ يَوْمٍ مِنْ أَيَّامِ رَمَضَانَ وَجِنْسُهُ جِنْسُ زَكَاةِ الْفِطْرِ فَيُعْتَبَرُ غَالِبَ قُوْتِ الْبَلَدِ عَلَى اْلأَصَحِّ

Artinya: “Fashl terkait dengan fidyah. Fidyah adalah mud makanan yang dikeluarkan setiap meninggalkan puasa Ramadhan. Adapun jenis makanan yang dikeluarkan adalah makanan yang dikeluarkan saat melakukan zakat fitrah, yaitu makanan pokok yang berlaku di suatu daerah.”

Melansir NU Online, bahwa 1 mud makanan yang dikeluarkan untuk mengganti puasa Ramadhan yang ditinggalkan oleh seseorang sebesar (0,6 Kg atau ¾ liter) beras (makanan pokok di Indonesia). Berdasarkan pemaparan di atas, apabila seseorang meninggalkan puasa Ramadhan karena tidak mampu untuk menjalankan ibadah puasa, maka ia diwajibkan untuk mengganti puasa tersebut dengan 1 mud makanan setiap harinya (beras sebesar 0,6 Kg atau ¾ liter). Wallahu a’lam.

Oleh: A. Ridho Syarif H, Santri Mansajul Ulum.

Tulis Komentar
Artikel ini telah dibaca 137 kali

Baca Lainnya

Strategi Mitigasi Kriminalitas Keuangan

21 Januari 2025 - 17:57 WIB

Manfaat Pupuk Organik terhadap Tanah

14 Januari 2025 - 16:30 WIB

Sifat yang Harus Dimiliki Pemimpin

7 Januari 2025 - 17:34 WIB

Problematika Guru Masa Kini

31 Desember 2024 - 15:35 WIB

 Ibu: Aktor yang Tidak Terpisahkan dalam Kehidupan Seseorang

24 Desember 2024 - 17:57 WIB

Hukum Perempuan Bekerja Malam Hari

17 Desember 2024 - 17:15 WIB

Trending di Opini Santri