Menurut pandangan masyarakat modern, munculnya ide nasionalisme merupakan ide politik terbaik yang pernah digagas oleh manusia. Mengapa demikian? Karena di dalam ide nasionalisme termuat gagasam-gagasan besar negara persatuan dan kesatuan (uniom-unity). Meskipum pada awalnya nasionalisme terlihat dianggap sebagai ideologi sekuler, monotik, fanatisme dan paham kolonialisme barat. Sehingga banyak kelompok yang menolak dan tidak setuju dengan ide tersebut.
Mereka juga beranggapan bahwa nasionalisme adalah anak kandung sistem demokrasi barat yang lebih cenderung anti agama (sekuler). Padahal, prinsip dasar nasionalisme adalah membangun dan memperkuatkan persatuan-kesatuan. Hal tersebut pasti tidak lepas dari tujuan seluruh bangsa di dunia, bahkan negara Islam sekalipun. maka pada esensinya, apakah ideologi nasionalisme yang berkembang selama ini bertentangan dengan agama? Atau justru sudah ada sejak lama dan telah diajarkan oleh agama?
Kata Nasionalisme sendiri berasal dari kata “nasional” atau “nation” yang berarti kebangsaan. Berawal dari kata “nasional” maka lahir kata nasionalis. Sedangkan nasionalis adalah seseorang yang memiliki toleransi, dan ikut dalam memperjuangkan kemajuan bangsa, baik dalam bentuk harta, tenaga ataupun pikiran. Nasionalisme adalah paham kebangsaan yang dijiwai terus melekat pada diri mereka terhadap kesadaran wilayah, budaya, cita-cita dan tujuan yang sama, tanpa adanya diskriminasi terhadap masyarakat secara primodial.
Sedangkan menurut ulama kontemporer seperti Dr. Wahbah Zuhaili, mengartikan nasionalisme sebagai ideologi politik untuk menciptakan tatanan negara baru dengan batas teritorial tertentu. Nasionalisme bukan paham keagamaan yang terikat oleh persamaan agama, iman dan akhlak. Paham ini sangat menjunjung tinggi nilai-nilai keadilan bagi seluruh penduduk negara. Setiap penduduk memiliki komitmen untuk saling menjaga dan merawat negara. Dengan kesamaan hak dan kewajiban yang didasari prinsip toleransi, tanpa melihat istilah mayoritas-minoritas dan agama. Mereka hidup bersama dan dilindungi oleh negara yang dibawahi oleh naungan undang-undang.
Dasar-dasar nasionalisme dalam Islam dapat kita ketahui melalui sejarah umat Islam di Madinah. Melalui Piagam Madinah yang dicetuskan dan diprakasai oleh Nabi Muhammad SAW. Umat muslim dan non-muslim dapat hidup berdampingan tanpa aturan tertentu. Mereka memiliki hak, kewajiban, dan tanggung jawab yang sama tanpa tereduksi oleh aturan-aturan rasis dan diskriminatif.
Piagam Madinah (Sahifah Madinah) adalah rangkaian kesepakatan dan perjanjian yang ditawarkan oleh Rasulullah SAW dalam rangka merangkul dan mempersatukan semua komunitas masyarakat madinah. Piagam ini dicetuskan setelah 13 tahun Nabi Muhammad menerima pangkat kenabian, sekitar pada tahun 622 M. Dengan adanya perjanjian ini, Nabi Muhammad SAW mampu merangkul kaum Muslim, Nasrani,Yahudi dan seluruh penduduk Madinah agar dapat bersama-sama membangun,menjaga dan melindungi kota Madinah dari serangan luar.
Meski pada saat itu masyarakat Madinah mayoritas beragama Islam yang terdiri dari golongan Anshor dan Muhajirin, namun tidak ada sama sekali istilah “Pendirian negara Islam“ atau pemberian prioritas lebih terhadap umat muslim, serta menganggap umat non-muslim sebagai warga negara yang terpinggirkan. Mereka sepakat menjadi ummah wahidah atau ro’iyyah wahidah. Bahkan Nabi Muhammad SAW wafat pun tidak pernah berwasiat untuk mendirikan negara Islam.
Dari beberapa keterangan di atas, tak heran bila selanjutnya Piagam Madinah disebut sebagai “Piagam Kebangsaan“ pertama kali yang menjadi contoh dan panutan bangsa-bangsa lain. Piagam ini juga memotivasi bangsa-bangsa modern dalam menciptakan tatanan negara-bangsa yang harmonis berdasarkan kebangsaan dan tekat untuk membangun masa depan negara di bawah satu pemerintahan yang sama. Meskipun dengan latar belakang suku, agama, ras, dan golongan yang berbeda-beda.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa, paham nasionalisme bukanlah paham keagamaan, dan juga tidak dimaksudkan untuk mengganti agama. kendati demikian, agama Islam sendiri melalui histori panjangnya dalam menyikapi keberagaman golongan tetap menggunakan paham persatuan dan kesatuan yang tak lain adalah paham nasionalisme itu sendiri.
Oleh: Vicky Oktavianto, Santri PP. Mansajul Ulum.