Menu

Mode Gelap

Opini Santri · 15 Okt 2024 18:15 WIB ·

Menegur Dengan Memberi Solusi Bukan Menghakimi


 Sumber: Akurat.co Perbesar

Sumber: Akurat.co

Sebagai mahluk sosial, kita semua tidak dapat lepas dari interaksi dengan orang lain. Di sisi lain, sebagai seorang muslim mempunyai tugas untuk selalu memerintahkan terhadap kebajikan, serta mencegah adanya kemungkaran. Dalam Islam, hal ini populer dengan istilah Al Amr bil Ma’ruf wa An Nahyu an Al Munkar. Di antara bentuk mengimplementasikan konsep An Nahyu an Al Munkar adalah dengan menegur. Terkadang tindakan ini tidak membuahkan hasil, bahkan berujung ketidakjeraan pelaku atas kesalahannya. Lantas bagaimana cara menegur yang baik? Dalam tulisan ini, penulis akan menjelaskan terkait dengan tata cara atau etika menegur orang lain.

Menegur adalah perbuatan yang sering kita lakukan ketika melihat teman, saudara atau orang lain melakukan kesalahan. Menegur adalah cara untuk mengingatkan kesalahan orang. Apabila kita menegur orang lain dengan cara yang benar, biasanya orang yang kita tegur dapat menerima dengan baik, begitupula sebaliknya. Hal demikian dapat terjadi dikarenakan pelaku yang tidak terima dengan tindakan menegur yang tidak direpresentasikan dengan sebuah solusi. Sebagaimana telah dijelaskan di dalam firman Allah QS Al-Qashas ayat 28,

قَالَ ذٰلِكَ بَيْنِيْ وَبَيْنَكَۗ اَيَّمَا الْاَجَلَيْنِ قَضَيْتُ فَلَا عُدْوَانَ عَلَيَّ ۗوَاللّٰهُ عَلٰى مَا نَقُوْلُ وَكِيْلٌ

Artinya:  “Dia (Musa) berkata, “Itu (perjanjian) antara aku dan engkau. Yang mana saja dari kedua waktu yang ditentukan itu yang aku sempurnakan, maka tidak ada tuntutan atas diriku (lagi). Allah menjadi saksi atas apa yang kita ucapkan.”

Penggalan ayat di atas mejelaskan bahwa perkataan yang buruk hanya muncul dari orang-orang yang bodoh. Tidak selayaknya juga disebut seorang dengan kebodohannya melainkan kebodohan yang tercipta karena perkataan buruk, menghina, menyalahkan, bahkan sampai menghakimi. Sehingga seorang yang sudah berniat baik untuk merubah hidup kelam orang lain juga bisa dianggap sebuah kebodohan karena caranya yang salah. Di antaranya sudah dijelaskan dalam firman Allah QS. Al-Asyr,

وَالْعَصْرِۙ اِنَّ الْاِنْسَانَ لَفِيْ خُسْرٍۙ اِلَّا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَعَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ ەۙ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ ࣖ

Artinya: “Demi masa. Sesungguhnya manusia benar-benar berada dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan beramal saleh serta saling menasihati untuk kebenaran dan kesabaran.”

Inti sari dari ayat tersebut adalah kebenaran sebaiknya dibarengi dengan sebuah kesabaran. Tidak dengan membentak, menghakimi atau dengan perkataan kasar. Di dalam sebuah hadist, nabi telah menjelaskan tentang cara untuk menasehati seseorang,

عَنْ أَبِيْ سَعيْدٍ الْخُدْرِيِّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ: (مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطعْ فَبِقَلبِهِ وَذَلِكَ أَضْعَفُ الإيْمَانِ) رَوَاهُ مُسْلِمٌ.

Artinya: Diriwayatkan dari Abu Sa’id Al Khudri radhiyallahu ‘anhu dia berkata: ‘Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: ”Barang siapa di antara kalian yang melihat kemungkaran, hendaknya dia ubah dengan tangannya (kekuasaannya). Kalau dia tidak mampu hendaknya dia ubah dengan lisannya dan kalau dia tidak mampu hendaknya dia ingkari dengan hatinya. Dan inilah selemah–lemahnya iman.” (HR. Muslim)

Hadist ini menjelaskan tentang urutan cara merubah perkara yang mungkar. Pertama, merubah dengan tangan atau kekuasaan. Kedua, mengubah dengan lisan bagi orang yang bisa melakukannya. Ketiga, mengubah dengan hati, yaitu dengan meyakini bahwa apa yang didengar dan dilihat adalah hal yang tidak benar. Tidak juga hanya diam ketika melihat pertikaian, tawuran, atau hal-hal maksiat launnya. Karena diam adalah hal yang paling lemah.

Begitupula tidak dengan menghakimi, karena nabi juga mengajarkan kepada untuk memberi hukuman tanpa menghakimi pelaku. Seperti sebuah cerita di dalam sebuah hadist yang diriwayatkan oleh imam Muslim dari abu Nujaid yang artinya Datanglah hari ketika nabi didatangi seorang perempuan hamil hasil zina. Kemudian perempuan tadi berkata “Wahai Rasulullah hukumlah hamba dengan rajam” kemudian nabi memanggil wali Perempuan: Kemudian nabi berkata” buatlah kebaikan dan kasihanilah dia” dan ketika sudah melahirkan maka datangkanlah padaku. Sesudah dirajam pun nabi tetap menshalati perempuan tadi. Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa semua orang muslim wajib mengajak dalam kebaikan dan mencegah orang lain dari keburukan dengan cara yang baik dan benar.

Penulis: Nur Lubsi Alfiatur Rohmania, Santri Mansajul Ulum.

Tulis Komentar
Artikel ini telah dibaca 46 kali

Baca Lainnya

Melirik Perseteruan Pendidikan Ala Kaum Sofis dan Pendidikan Dialektis

29 Oktober 2024 - 18:08 WIB

Sejarah Hari Santri dan Peran Santri di Era Modern

22 Oktober 2024 - 15:42 WIB

Dampak Dualisme Hukum Terhadap Perempuan

8 Oktober 2024 - 17:05 WIB

Meneladani Jejak Langkah Imam Syafii

1 Oktober 2024 - 11:39 WIB

Isu Mayoritas dan Minoritas Agama

24 September 2024 - 18:38 WIB

Pentingnya Nilai Moral dalam Pendidikan

17 September 2024 - 19:46 WIB

Trending di Opini Santri