Pancasila adalah ideologi sekaligus dasar dan pandangan hidup bangsa Indonesia. Kehadirannya merupakan buah dari berbagai peristiwa sejarah yang dapat menjadi pelajaran bagi generasi kini. Istilah “Pancasila” berasal dari bahasa Sanskerta dan pertama kali diperkenalkan oleh Soekarno dalam sidang Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Namun, jauh sebelum itu, istilah Pancasila telah termuat dalam kitab Sutasoma karya Empu Tantular. “Panca” berarti lima, dan “sila” berarti asas atau prinsip. Kelima sila ini kemudian disempurnakan rumusannya dan termaktub dalam Undang-Undang Dasar. Tanggal 1 Juni diperingati sebagai Hari Lahir Pancasila, merujuk pada sidang BPUPKI saat perumusan dasar negara Republik Indonesia. Peringatan ini memiliki makna historis penting sebagai titik awal pembentukan jati diri bangsa Indonesia yang merdeka dan berdaulat.
Sebagai identitas bangsa, Pancasila mengandung nilai-nilai yang mencerminkan prinsip hidup, moral, dan etika yang hendaknya diterapkan dalam keseharian. Bagi santri, sebagai generasi muda yang menempuh pendidikan di pondok pesantren, terdapat tanggung jawab besar untuk menerapkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan mereka.
Pesantren, sebagai lembaga pendidikan Islam di Indonesia, tidak hanya mengajarkan ilmu agama, tetapi juga membentuk karakter dan moral santri. Di sinilah nilai-nilai Pancasila dapat diimplementasikan, sehingga santri menjadi pribadi yang bertanggung jawab, beretika, dan mampu berkontribusi positif bagi masyarakat. Lantas bagaimana Pancasila hidup dalam keseharian santri?
Dalam kehidupan santri, Pancasila dapat menjadi landasan moral dan pandangan hidup dalam berbagai aspek. Santri diharapkan mengamalkan nilai-nilai Pancasila—Ketuhanan yang Maha Esa, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, dan Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia—dalam keseharian di pesantren maupun dalam perannya sebagai warga negara.
Di pondok pesantren, santri memperoleh pendidikan agama yang mendalam, termasuk mempelajari kewajiban beribadah dan etika beragama. Penerapan Pancasila ini penting untuk membentuk karakter santri yang religius, berakhlak mulia, dan cinta tanah air. Santri yang telah mengamalkan Pancasila diharapkan menjadi generasi penerus yang taat beragama, toleran, dan berkontribusi positif bagi masyarakat. Berikut adalah contoh pengamalan Pancasila dalam keseharian santri di pesantren:
Pengamalan Sila Pertama di Lingkungan Pesantren
Pengamalan sila pertama Pancasila, “Ketuhanan Yang Maha Esa,” dalam kehidupan sehari-hari di pesantren meliputi berdoa sebelum dan sesudah kegiatan, menjalankan ibadah sesuai ajaran agama, saling menghormati perbedaan keyakinan, dan membantu sesama. Sikap toleransi beragama dan menjaga lingkungan sebagai ciptaan Tuhan juga merupakan bentuk pengamalan sila ini, seperti melalui ibadah salat, puasa, dan zikir yang dilakukan secara rutin.
Rutinitas salat berjamaah, mengaji kitab kuning, dan membaca Al-Qur’an adalah wujud nyata dari pengamalan sila pertama. Kegiatan ini merupakan bentuk ibadah yang menunjukkan keyakinan dan ketaatan kepada Allah Swt. Mengaji, yaitu membaca dan mempelajari Al-Qur’an, membantu seorang Muslim meningkatkan pemahaman ajaran agama, memperdalam ketakwaan, dan memperoleh pedoman hidup.
Salat berjamaah juga merupakan bentuk pengamalan sila pertama. Selain menunjukkan ketaatan pada perintah agama dan wujud syukur atas nikmat Tuhan, salat berjamaah memperkuat rasa kebersamaan dan kerukunan dalam beragama. Sila pertama Pancasila sangat erat kaitannya dengan ajaran tauhid dalam Islam, yang menekankan keesaan Allah Swt. Dengan demikian, sila pertama Pancasila dapat dipahami sebagai pengakuan terhadap prinsip tauhid, yang menjadi dasar kehidupan beragama dan berbangsa di Indonesia.
Pengamalan Sila Kedua di Lingkungan Pesantren
Sila kedua, “Kemanusiaan yang Adil dan Beradab,” menekankan pentingnya menghargai hak asasi manusia. Dalam konteks pesantren, ini termasuk menghargai jasa dan pengorbanan guru atau kiai dalam mendidik dan membimbing. Hal ini dapat diwujudkan dengan menghargai pendapat mereka, mengikuti petunjuknya, dan tidak menyia-nyiakan waktu mereka.
Sila kedua juga mengajarkan pentingnya bersikap sopan dan santun kepada semua orang, termasuk guru/kiai. Ini dapat ditunjukkan dengan bertutur kata yang sopan, tidak mengganggu saat mereka mengajar, dan tidak menyela pembicaraan. Adab terhadap guru dan kiai sangat penting sebagai wujud rasa hormat dan penghargaan atas ilmu yang diberikan. Contoh konkret adab tersebut antara lain memberi salam, berdiri ketika guru/kiai datang atau berdiri, berusaha mengamalkan ilmu yang diajarkan, serta menjaga nama baik guru/kiai.
Pondok pesantren, sebagai lembaga pendidikan Islam tradisional, memegang peran krusial dalam menanamkan nilai-nilai Pancasila kepada para santri. Pesantren tidak hanya berfokus pada pendidikan agama, tetapi juga mengintegrasikan nilai-nilai Pancasila dalam kurikulum dan kegiatan sehari-hari. Budaya pesantren yang kuat, seperti kerukunan antar santri dan kedisiplinan, turut mendukung pengamalan Pancasila.
Melalui berbagai kegiatan sehari-hari tersebut, para santri sering kali tanpa sadar telah mempraktikkan nilai-nilai Pancasila. Agar pengamalan Pancasila terus lestari, diperlukan berbagai upaya, seperti internalisasi nilai-nilai Pancasila sejak dini, penguatan pendidikan Pancasila, serta penegakan hukum yang adil.
Keberadaan nilai multi kultural dan Pancasila di pesantren menunjukkan bahwa pesantren merupakan miniatur kehidupan masyarakat Indonesia. Oleh karena itu, melihat kehidupan di pesantren dapat diibaratkan seperti melihat Indonesia dalam lingkup yang lebih kecil. Wallahu a’lam bishawab.
Penulis: Naila Dzatul Maziyah, Santri Mansajul Ulum.