Menu

Mode Gelap

Opini Santri · 2 Jul 2024 19:01 WIB ·

Mengendalikan Amarah dalam Perspektif Islam


 Sumber: id.pinterest.com Perbesar

Sumber: id.pinterest.com

Setiap  manusia pasti mempunyai rasa emosi di dalam dirinya. Dalam ilmu psikologi, emosi diartikan sebagai pola reaksi kompleks yang melibatkan pengalaman, perilaku, dan fisiologis yang digunakan untuk menangani masalah atau peristiwa penting yang dialami individu. Emosi atau marah bisa juga diartikan sebagai ketegangan jiwa yang muncul akibat penolakan terhadap apa yang tidak diinginkan. Di sisi lain, secara psikologis juga mengatakan bahwa marah bisa berdampak negatif bagi kesehatan jasmani maupun rohani seseorang. Mengapa kata emosi identik untuk sebutan yang menjorok pada hal-hal yang berbau amarah? Hal ini dalam Islam dikenal dengan istilah nafsu al-ammarah, yaitu nafsu yang mendorong kepada kejahatan. Sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur’an

وَمَآ اُبَرِّئُ نَفْسِيْۚ اِنَّ النَّفْسَ لَاَمَّارَةٌ ۢ بِالسُّوْۤءِ اِلَّا مَا رَحِمَ رَبِّيْۗ اِنَّ رَبِّيْ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ

Artinya: “Aku tidak (menyatakan) diriku bebas (dari kesalahan) karena sesungguhnya nafsu itu selalu mendorong kepada kejahatan, kecuali (nafsu) yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Yusuf: 53)

Jika ditanya pernahkah anda marah? Di antara kita pasti pernah marah. Perasaan marah merupakan perilaku yang wajar, termasuk nabi, sahabat dan para ulama. Namun, yang paling penting untuk diperhatikan adalah atas dasar apa kita marah dan bagaimana kita menyikapi fenomena tersebut. Apakah kita akan menahan atau membiarkannya hingga memunculkan perilaku lanjutan, seperti berkata kasar, melukai orang lain, merusak barang, dan semacamnya. Dalam sebuah hadis dijelaskan bahwa marah merupakan salah satu cara untuk meningkatkan kualitas diri kita. Karena tidak semua orang mampu menahan amarah.

    عَنْ اَبِى هُرَيْرَةَ رض اَنَّ رَسُوْلَ اللهِ ص قَالَ: لَيْسَ الشَّدِيْدُ بِالصُّرَعَةِ. اِنَّمَا الشَّدِيْدُ الَّذِيْ يَمْلِكُ نَفْسَهُ عِنْدَ اْلغَضَبِ.

Artinya: “Dari Abu Hurairah RA, sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda, “Orang yang kuat itu bukanlah orang yang kuat dalam bergulat, tetapi orang yang kuat itu ialah orang yang bisa menahan dirinya ketika marah.”

Lantas bagaimana cara mengendalikan diri saat dalam kondisi marah? Adapun cara mengatasi amarah bisa dilihat dari beberapa perspektif, di antaranya adalah dalam perspektif Islam ala Rasulullah. Terdapat 5 tips mengendalikan amarah dalam perspektif Islam, yaitu;

  1. Ta’awudz

Ketika amarah sedang memuncak dianjurkan untuk membaca ta’awudz.  Nabi Muhammad SAW pernah bersabda: Dari Sulaiman bin Shurad, ia berkata:

“Ketika kami duduk di sisi Nabi SAW, ada dua orang saling mencaci. Lalu salah seorang di antara keduanya menjadi marah, dan mukanya menjadi merah.” Kemudian Nabi SAW bersabda, “Sesungguhnya aku mengetahui suatu kalimat seandainya ia mau mengucapkannya pastilah hilang marah itu darinya, seandainya ia mengucapkan: A’uudzu billaahi minasy-syaithoonir rojiim (Aku berlindung kepada Allah dari godaan syetan yang terkutuk)”. Kemudian orang-orang berkata kepada laki-laki tersebut, “Tahukah kamu apa yang disabdakan oleh Nabi SAW tadi?”. Orang yang marah itu menjawab, “Aku ini tidak gila!”. [HR. Bukhari juz 7, hal. 99]

  1. Diam

Di antara bentuk kasih sayang yang terkandung dalam ajaran Islam adalah berkata yang baik. Diceritakan oleh Imam Bukhari dan Muslim dalam kitab Arbain Nawawi bahwasanya Rasulullah pernah bersabda: Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:“Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berkata baik atau diam. Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia memuliakan tetangganya. Dan barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia memuliakan tamunya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Selain hadist di atas, terdapat hadits serupa, yaitu hadis riwayat Imam Ahmad

إِذَا غَضَبَ اَحَدُكُمْ فَلْيَسْكُتْ

Artinya: “Jika di antara kalian marah maka hendaklah ia diam.”

  1. Mengubah posisi tubuh

Mengapa kita dianjuran untuk mengubah posisi tubuh ketika marah? Karna dari hal ini diharapkan dengan mengubah posisi yang semulanya berdiri menjadi lebih rendah akan menimbulkan suatu reaksi relaksasi agar kita menjadi lebih rileks . Hal ini sebagaimana sabda Rasulullah; Dari Abu Dzarr, ia berkata : Sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda kepada kami, “Apabila salah seorang diantara kalian marah dalam keadaan berdiri maka hendaklah ia duduk, niscaya akan hilang marahnya. Dan jika belum hilang marahnya, maka hendaklah ia berbaring (tiduran)”. [HR. Abu Dawud juz 4, hal. 249, no. 4782]

  1. Wudlu

Cara selanjutnya adalah berwudlu. Wudlu disunnahkan bagi seseorang yang sedang marah. Sebagaimana sebuah hadis yang artinya “Saya pernah datang kepada ‘Urwah bin Muhammad As-Sa’diy, lalu ada seorang laki-laki berbicara kepadanya yang membuatnya marah, maka ia bangkit lalu berwudlu.” (Setelah berwudlu) kemudian ia berkata: “Ayahku menceritakan kepadaku dari kakekku yaitu ‘Athiyah, ia berkata: Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya marah itu dari syetan dan sesungguhnya syetan itu diciptakan dari api, dan bahwasannya api itu dipadamkan dengan air, maka apabila salah seorang di antara kalian marah hendaklah ia berwudlu”. [HR. Abu Dawud juz 4, hal. 249, no. 4784]

  1. Mengingat akibat marah

Mengingat dampak dari marah merupakan hal yang sangat penting. Karena kebanyakan orang yang sedang diselimuti amarah cenderung tidak memikirkan dampak dari perbuatan yang dia lakukan ketika marah. Hal ini dikarenakan otak kita sudah tertutupi oleh amarah tersebut. Hingga dalam hadis Rasullah bersabda:

لاَ تَغْضَبْ وَلَكَ الْجَنَّةُ

Artinya: “Jangan marah, maka bagimu syurga.”

Oleh: Ummi Zalfa Zakiyyah, Santri Mansajul Ulum.

Loading

Tulis Komentar
Artikel ini telah dibaca 26 kali

Baca Lainnya

Pentingnya Nilai Moral dalam Pendidikan

17 September 2024 - 19:46 WIB

Cantik dari Dalam atau Cantik dari Luar?

10 September 2024 - 19:03 WIB

Peran Negara Lain dalam Kemerdekaan Indonesia di Kancah Internasional

3 September 2024 - 10:47 WIB

Gotong Royong dalam Perspektif Islam

27 Agustus 2024 - 11:19 WIB

Pondok Pesantren: Konsep, Sejarah dan Urgensinya

20 Agustus 2024 - 16:51 WIB

Jangan Berteman dengan Rokok!

13 Agustus 2024 - 08:49 WIB

Trending di Opini Santri