Islam sebagai agama yang cinta kedamaian merupakan satu-satunya agama yang diridhoi dan dirahmati oleh Allah subhanahu wa ta’ala. Seperti firman Allah yang terdapat dalam surah Ali Imron ayat 19:
اِنَّ الدِّيْنَ عِنْدَ اللّٰهِ الْاِسْلَامُ
Artinya: “Sesungguhnya agama (yang diridai) di sisi Allah ialah Islam.”
Sebagai agama yang rahmatan lil alamin, agama Islam dapat mudah diterima dan menyebar luas ke seluruh penjuru dunia. Tetapi seiring berjalannya waktu, setelah terjadinya revolusi teknologi masyarakat di mana semua paham keagamaan bisa diakses dengan mudah dan bebas oleh masyarakat. Maka mulailah ajaran keagamaan yang awalnya tidak dikenal, mulai masuk dan diajarkan ke seluruh dunia termasuk Indonesia. Hal ini memicu terhadap berbagai macam paham terkait dengan keagamaan.
Macam Paham dalam Agama
Saat ini, kita dihadapkan pada munculnya kelompok Islam yang intoleran, eksklusif, mudah mengkafirkan orang, dan kelompok yang gampang menyatakan permusuhan dan melakukan konflik. Selain itu, kita juga dihadapkan pada munculnya orang-orang Islam yang cenderung pesimis dan liberal yang menjadikan Islam terpecah belah dan semakin melenceng dari syariat yang diajarkan oleh Rasulullah.
Di sisi lain, terdapat kelompok Islam yang terlalu tahqir (meremehkan) syariat Islam yang dikenal dengan kelompok liberalisme. Kelompok ini condong lebih bebas dan terbuka dengan keadaan yang mengakibatkan selalu membuat menggampangkan hukum dan syariat agama Islam. Cara berpikir kelompok ini terlalu liberal yang artinya penyampaian tafsirannya terlalu lebar dan tanpa batas. Paham ini tergolong paham kelompok ekstrem kiri (tathawur yasar) yang bertentangan dengan wujud ideal dalam mengimplementasikan ajaran Islam.
Sedangkan terdapat sebuah kelompok yang terlalu ghuluw (berlebihan) biasa disebut kelompok radikalis. Radikalisme dijadikan sebagai salah satu paham atau aliran yang menuntut perubahan dan pembaharuan sistem sosial dan politik dengan cara kekerasan. Paham ini tergolong ke dalam paham ekstrem kanan (tathawur Yamin).
Radikalisme ini menjadi penyebab adanya peperangan yang justru menimbulkan rasa tidak aman. Biasanya orang yang sepaham dengan aliran ini memiliki ciri karakteristik sifat yang berlebihan, intoleran, memaksa kehendak, merasa dirinya paling benar, sampai menggunakan kekerasan kepada orang yang tidak sepaham dengannya serta cara berpikirnya terlalu tekstual atau kaku tanpa penafsiran.
Bertolak dari kedua kelompok di atas, terdapat kelompok yang tetap berpegang teguh kepada syariat yang diajarkan oleh Rasulullah secara moderat. Kelompok ini tidak terlalu ke kanan dan tidak terlalu ke kiri akan tetapi di tengah-tengah yang selanjutnya dikenal dengan Islam wasatiyah atau Islam moderat. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah:
أَمْرًا بَيْنَ الْأَمْرَيْنِ وَخَيْرُ الْاُمُوْرِ أَوْسَطُهَا
Artinya: “Pilihlah perkara yang berada di antara dua hal dan sebaik-baiknya persoalan adalah sikap paling tengah.” (HR Al-Baihaqi).
Islam moderat adalah Islam yang cinta damai toleran menerima perubahan demi kemaslahatan dan perubahan fatwa karena situasi dan kondisi. Lantas bagaimana dengan cara berfikir Islam moderat?
Cara berpikir Islam moderat adalah dinamis dan tidak kaku tetapi tidak juga membuat mudah masalah. Islam wasathiyah perlu dikembangkan sebagai implementasi Islam rahmatan lil alamin untuk memperjuangkan nilai-nilai ajaran Islam yang moderat. Sikap moderat perlu diperjuangkan untuk lahirnya umat terbaik (khoirul ummah).
Oleh sebab, itu kita harus bijak dalam menggunakan media teknologi dan harus memilah-milah informasi. Kita tidak boleh mudah percaya kepada informasi yang bersifat menyesatkan.
Dengan memahami Islam secara mendalam, meningkatkan pemahaman agama secara kaffah atau sempurna, baik melalui pendidikan formal atau nonformal, serta harus mewaspadai adanya pengaruh-pengaruh dari paham yang menyesatkan. Dengan itu kita dapat membentengi diri dari kelompok-kelompok ekstrim dan tetap mengikuti ajaran Rasulullah yang berpegang teguh dengan Al-Qur’an dan hadits.
Oleh: M. Aqil muchtar, Santri Mansajul Ulum.