Menu

Mode Gelap

Opini Santri · 7 Mei 2024 08:39 WIB ·

Pandangan Terhadap Konflik Palestina


 Pandangan Terhadap Konflik Palestina Perbesar

Dunia sedang digencar dengan berita tentang peperangan antara Israel dan Palestina. Kantor Urusan Kemanusiaan PBB (UN OCHA) telah memberikan gambaran komperehensif mengenai krisis kemanusiaan yang telah berlangsung di Gaza, Palestina. Tercatat, hingga 15 November 2023 lalu, UN OCHA mengabarkan bahwa dampak perang telah merenggut lebih dari  12.278 jiwa.

Dalam catatannya juga menyebutkan bahwa, di Gaza terdapat lebih dari 41.000 perumahan hancur dan 1,6 juta orang meninggal.  Terkait dengan fenomena tersebut, banyak warga dunia yang merespon terkait isu Palestina. Hal ini terlihat dari banyaknya aksi solidaritas serta kecaman atas kegiatan yang dilakukan oleh Israel.

Apakah ada perlawanan dari Palestina? 

Jelas ada. Pada tahun 1930 ditemukan istilah “Intifada”. Istilah ini mempunyai arti “menggoyang”. Palestina pernah menggoyang kekuasaan Israel dengan menolak bayar pajak, melakukan protes bahkan memboikot produk-produk Israel. Hal tersebut malah dibalas dengan serangan brutal oleh angkatan senjata hingga menimbulkan banyak korban jiwa. Bahkan terjadi Intifada yang kedua pada tahun 2000 yang disebabkan oleh kandidat perdana menteri Israel pada masa itu. Mereka dengan membawa 1000 pasukan bersenjata ke Yerussalem kemudian disambut dengan protes masif yang menyebabkan tewasnya 3000 penduduk Palestina dan 1000 warga Israel meninggal. Meski demikian, orang-orang Palestina sampai sekarang secara konsisten melawan dengan cara apapun yang bisa dilakukan.

Konflik di Palestina sekarang bukan hanya tentang kekerasan dan pengeboman dari rakusnya kekuasaan wilayah, melainkan sebuah kejahatan genosida yang mengerikan. Menurut laporan dari Congressional Research Service 2023 menyatakan, hingga sekarang AS telah memberikan pertahanan bilateral dan pendanaan pertahanan rudal kepada Israel sebesar 158 miliar dollar. Hal ini membuat Israel menjadi negara yang menerima suplai terbesar dari AS setelah perang dunia. 

Dampak dari peperangan tersebut sangat banyak. Melansir dari The Guardian, menurut PBB sekitar 20 dari 36 rumah sakit di Gaza tidak lagi berfungsi, termasuk As Syifa yang merupakan rumah sakit terbesar di daerah kantong itu. Terdapat ratusan pasien dan ribuan orang yang terjebak di rumah sakit tersebut, sedangkan kondisinya telah dikepung oleh Israel. Para zionis Israel juga membatasi akses terhadap layanan-layanan kesehatan karena berbagai kesehatan karena berbagai alasan. 

Menurut Kementerian Kesehatan Gaza, lebih dari 10.000 orang tewas di Gaza sejak konflik dimulai pada 7 Oktober lalu, dan lebih dari 25.000 lainnya terluka. Sedangkan menurut UNFPA diperkirakan 50.000 wanita hamil di Gaza dan 5.500 diantaranya akan melahirkan dalam rentan sebulan ke depan. 

Lalu Kita Harus Bagaimana? 

Permasalahan yang sedang dan akan dihadapi Palestina idealnya harus menjadi dan merasa bagian dari permasalahan umat Islam pada umumnya. Sesuai dengan amanat dalam Pembukaan UUD 1945 bahwa “penjajahan di atas dunia harus dihapuskan“. Dengan demikian Indonesia punya tanggung jawab untuk membantu Palestina. Agresi yang dilakukan oleh tentara Israel telah memakan korban yang tidak sedikit hal tersebut mengundang kecaman di berbagai belahan dunia. Merespon hal tersebut, seruan boikot-boikot atas produk-produk tersebut pun bergulir di dunia, termasuk Indonesia. 

Di dalam negeri, salah satu merk yang diduga cenderung pro dengan Israel adalah PT. Unilever Indonesia Tbk (UNVR). Unilever dianggap cenderung mendukung Israel meski tidak langsung turut berpartisipasi langsung dalam serangan Gaza. Hal ini menyebabkan Unilever kena boikot oleh warga Indonesia. Produk-produk Unilever ini sebagian besar adalah kebutuhan primer bagi masyarakat Indonesia. Meski demikian, ketika kita ikut serta dalam pemboikotan ini, secara tidak langsung kita juga membantu Palestina.

Menindak lanjuti fatwa yang telah ditetapkan MUI, bahwa MUI memberikan imbauan kepada masyarakat untuk semaksimal mungkin menghindari transaksi atau penggunaan produk-produk yang terafiliasi dengan Israel. Meskipun tafsir ini dapat dianggap sebagai boikot namun hal tersebut masih termasuk dalam rekomendasi yang dikeluarkan MUI dan tidak memiliki daya ikat yang bersifat keharusan terhadap masyarakat.

Setiap muslim mengemban perintah berjuang melawan musuh-musuh agama dan tanah airnya melalui berbagai bentuk perjuangan. Tugas atau perintah tersebut wajib dilakukan menurut kesanggupannya; dengan tangan (tenaga), dengan lidah, dengan hati, dengan pemboikotan dan lain-lain. Apa saja yang dapat melemahkan musuh dan melumpuhkan kekuatannya wajib dilakukan oleh muslim, sebatas kemampuannya dan dalam batas kemungkinan-kemungkinan yang ada.

Penulis: Durrotul Mahbubah, Santri Mansajul Ulum.

Tulis Komentar
Artikel ini telah dibaca 77 kali

Baca Lainnya

Pentingnya Nilai Moral dalam Pendidikan

17 September 2024 - 19:46 WIB

Cantik dari Dalam atau Cantik dari Luar?

10 September 2024 - 19:03 WIB

Peran Negara Lain dalam Kemerdekaan Indonesia di Kancah Internasional

3 September 2024 - 10:47 WIB

Gotong Royong dalam Perspektif Islam

27 Agustus 2024 - 11:19 WIB

Pondok Pesantren: Konsep, Sejarah dan Urgensinya

20 Agustus 2024 - 16:51 WIB

Jangan Berteman dengan Rokok!

13 Agustus 2024 - 08:49 WIB

Trending di Opini Santri