79 tahun Indonesia telah merdeka, kemerdekaan Indonesia dapat diraih dengan pengorbanan para pahlawan yang telah rela berjuang hingga titik darah penghabisan. Walaupun demikian, kemerdekaan Bangsa Indonesia di kancah Indonesia juga tidak lepas dari sumbangsih bangsa asing yang telah memperjuangkan kemerdekaan Indonesia untuk diakui secara de facto (nyata) maupun de jure (hukum) dalam kancah internasional. Terdapat tiga negara yang turut mendukung terhadap kemerdekaan Indonesia di kancah internasional, yaitu:
- Mesir
Di Mesir Al-ikhwan Al-muslimun (IM) dengan dipimpin oleh Syekh Hasan al-banna tanpa kenal lelah terus-menerus mendukung dengan menggalang opini umum tentang kemerdekaan Indonesia di koran-koran lokal miliknya, IM juga melakukan aksi demonstrasi secara keras di kedutaan besar Belanda yang bertempat di Kairo, hingga kemudian pada tanggal 22 Maret 1946, karena kuatnya dukungan rakyat Mesir terhadap kemerdekaan Indonesia, pemerintah Mesir mengakui kemerdekaan Indonesia secara resmi. Tak lama setelah Mesir mengakui kemerdekaan Indonesia, suriah, Irak, Lebanon, Yaman, Saudi Arabia, dan Afghanistan juga ikut mengakui kemerdekaan Indonesia dan mendesak semua anggota Liga Arab untuk mengakui kemerdekaan Indonesia secara resmi lewat perantara keputusan dewan Liga Arab pada tanggal 18 November 1946.
Begitu informasi proklamasi kemerdekaan Indonesia diumumkan ke seluruh dunia, pemerintah Mesir pada tanggal 13-16 Maret 1947 mengirim konsul jenderalnya, Muhammad Abdul Mounim ke Yogyakarta dengan misi menyerahkan keputusan dewan Liga Arab dan menyampaikan salam dari Raja Farouk, pengakuan tersebut kemudian diperkuat dengan ditandatanganinya perjanjian persahabatan Indonesia Mesir di Kairo. Dengan adanya pengakuan Mesir dan Liga Arab, Indonesia secara hukum adalah negara berdaulat dan berkat itu juga masalah Indonesia diangkat menjadi masalah internasional.
- India
Antusiasme India dalam mendukung kemerdekaan Indonesia dilatarbelakangi oleh kesamaan nasib sebagai bangsa terjajah dan persahabatan Muhammad Hatta dengan Jawaharlal Nehru yang saat itu menjabat sebagai perdana menteri .
Dukungan India berawal dari bencana kelaparan yang melanda India pada tahun 1946 yang membuat Indonesia mengirimkan bantuan 500 ton beras. Berkat bantuan ini India kemudian mendukung aktif kemerdekaan Indonesia dalam forum PBB. Selain itu India juga mengirimkan berbagai barang kebutuhan sehari-hari yang saat itu sulit diperoleh karena blokade ekonomi Belanda terhadap Indonesia, India juga membalas blokade Belanda dengan pelarangan kapal dan pesawat belanda yang akan singgah ke India.
Pada saat Agresi Militer Belanda I dan II India semakin mendukung kemerdekaan Indonesia dengan mengecam keras Belanda dan berkali-kali mengangkat permasalahan Indonesia ke PBB. Saat Indonesia terisolasi akibat blokade Belanda, India juga secara sukarela ikut serta menjaga keutuhan Indonesia dengan cara memerintahkan penerbang India (Biju Patnak) untuk menyelamatkan diplomat Indonesia dan membawanya ke India. Diplomat-diplomat tersebut adalah Sultan Syahrir, A.A Maramis, Sudarsono, dan L.N Palar.
Setelah tiba di New Delhi, India, atas perintah Presiden Soekarno, ketiga diplomat tersebut membuat pemerintahan darurat agar Republik Indonesia tetap berdiri, Jawaharlal Nehru, perdana menteri India juga menyatakan kesiapannya untuk mendukung pemerintahan darurat tersebut.
Jawaharlal Nehru pada tanggal 20-23 Januari 1949 mengadakan konferensi Asia di New Delhi, konferensi tersebut diikuti oleh 21 negara Asia yang sebagian besar masih terjajah, konferensi tersebut kemudian menghasilkan 4 keputusan dan yang nanti akan diajukan ke PBB. Keputusan tersebut adalah mengembalikan pemerintahan Indonesia ke Yogyakarta, membentuk pemerintahan di Indonesia agar memiliki kekuatan politik di dalam dan luar negeri paling lambat tanggal 15 Maret 1949, menarik seluruh militer Belanda dari wilayah Indonesia dan Belanda harus menyerahkan kedutaan kepada Republik Indonesia paling lambat tanggal 1 Januari 1950.
Pada tanggal 3 Maret 1951 demi Mempererat hubungan kedua negara maka Indonesia-India mengadakan perjanjian bilateral yang diharapkan dapat memperkuat kedudukan Indonesia-India dalam hubungan Kancah internasional.
- Australia
Pada tahun 1947 hubungan Indonesia dan Australia mulai terjalin dengan baik, Joseph Bendict Chifli, perdana menteri saat itu memiliki prinsip bahwa setiap negara berhak untuk memiliki dan membentuk pemerintahannya sendiri, hal tersebut menunjukkan bahwa pemerintah Australia menolak segala bentuk kekerasan yang dilakukan terhadap negara yang telah merdeka.
Setelah Belanda melancarkan Agresi Militer I pada bulan Juli 1947, Australia menaruh simpati terhadap Indonesia, Australia dan India kemudian membawa kasus tersebut ke PBB berdasarkan artikel 39 piagam PBB, sebagai tindak lanjut atas laporan Australia dan India Dewan Keamanan PBB kemudian memerintahkan Belanda untuk menghentikan aksi agresi militernya.
Selanjutnya, delegasi Indonesia mendapatkan kesempatan untuk melakukan pembelaan pada sidang PBB tanggal 14 Agustus 1947. Sidang tersebut menghasilkan pembentukan (komisi jasa baik) KTN dengan Australia sebagai wakil Indonesia.
Walaupun KTN telah dibentuk, Belanda tidak menggubris resolusi tersebut dan melancarkan Agresi Militer II pada 4 Desember 1948. Agresi yang dilancarkan Belanda memicu simpati dunia terhadap Indonesia, KTN kemudian diubah menjadi UNCI (United Nations Comiction for Indonesia) agar memiliki kewenangan yang lebih luas. Sikap Australia dalam KTN telah berjasa bagi terselenggaranya KMB (konferensi Meja Bundar) pada 1949 yang mana salah satu hasil keputusannya adalah diakuinya kedaulatan Indonesia oleh Belanda pada tanggal 27 Desember 1949.
Demikianlah peran dan dukungan Mesir, India, dan Australia terhadap kemerdekaan Indonesia. Oleh sebab itu, kita sebagai warga dari NKRI sudah sewajarnya untuk bersyukur dan berterima kasih atas berbagai bantuan yang telah diberikan kepada kita. Kita juga harus membalasnya dengan cara ikut serta dalam mempertahankan keutuhan NKRI dan tidak melupakan jasa-jasa mereka. Wallahu ‘alam.
Oleh: Muhammad Arul Efansah, Santri Mansajul Ulum.