Menu

Mode Gelap

Opini Santri · 13 Mei 2025 14:43 WIB ·

Radikalisme: Definisi dan Faktor yang Melatarbelakangi


 Radikalisme: Definisi dan Faktor yang Melatarbelakangi Perbesar

Anugerah terbesar tuhan telah datang dengan terlahirnya Nabi Muhammad SAW atas keberhasilannya mengubah peradaban yang kering akan keadilan, budi pekerti dan kesetaraan menjadi peradaban yang menempatkan manusia pada posisi mulia, terhormat, dan setara. Allah telah mengutus Nabi Muhammad SAW kepada kita untuk mewarisi sebuah agama, keyakinan dan pandangan hidup yang tidak dapat tertandingi dan tersaingi oleh ajaran manusia manapun (Al-Islam Ya’lu Wala Yu’la Alaih). Namun bermunculannya  kelompok-kelompok berideologi radikal yang menjadikan takfir sebagai hobi, ekstremitas sebagai metode dan terorisme sebagai jalan keluar telah mengubah citra Islam yang semulanya menjunjung tinggi keadilan, kemanusiaan, kemajuan dan kasih sayang malah dipandang sebagai golongan yang melatarbelakangi para aktor tindak kekerasan.

Umat Islam perlu merespon stigma-stigma yang bertolak dari fakta sosial, penempatan Islam sebagai agama yang rahmatan lil-alamin dalam semangatnya menciptakan perdamaian perlu dilakukan. Sebelumnya, perlu diketahui terlebih dahulu, apa itu definisi dan tujuan terbentuknya radikalisme. Hal ini perlu karena nantinya digunakan sebagai diagnosa dan justifikasi terhadap tindakan radikal dalam pandangan Al – Qur’an, hadis dan agama Islam secara umum.

Para akademisi menggambarkan radikalisme sebagai sebuah gagasan serta tindakan kelompok yang bergerak untuk menumbangkan tatanan politik yang sudah mapan di mana jika dinisbatkan pada kelompok Islam adalah golongan yang membawa doktrin Islam serta bertujuan seperti yang telah disebutkan. Tentunya terdapat dua jenis faktor yang kerap menjadi latar belakang dari munculnya ideologi radikal. Faktor sosial dan faktor agama adalah faktor yang sering diajukan dalam permasalahan ini.

Penyebab sosial ini sangat luas, namun pembahasan mengenai faktor ini hanya sampai pada taraf spekulatif sehingga tidak ada patokan pasti mengenainya, akan tetapi seperti yang diungkapkan Bin Bayyah setidaknya ada tiga hal yang melandasi kemunculan mereka, yaitu instabilitas politik, pendidikan yang salah serta arogansi barat.

Keinstabilitasan politik menjadi faktor terpenting mengapa gerakan radikal keagaman bisa tumbuh. Dalam pandangan mereka agama Islam secara mandiri telah mengatur segala sendi kehidupan termasuk cara bernegara. Dengan demikian, negara yang kondisi politiknya tidak stabil cenderung lebih mudah tertular oleh ideologi ini.

Dalam masa mengenyam pendidikan tentunya seseorang akan memilih guru yang dia suka dan dianggap pintar. Adapun yang disampaikan oleh gurunya pasti dianggap sebagai kebenaran. Hal ini tentu akan menjadi cambuk tersendiri apabila selektif dan teliti dalam memilih guru, bisa jadi hal yang dianggapnya benar dan tepat belum tentu sesuai dengan ketentuan syari’at. Dalam shahih-nya Imam Muslim beliau menukil ungkapan Imam Muhammad bin Sirrin yang artinya “Sesungguhnya ilmu ini adalah agama. Oleh karena itu lihatlah dari siapa kalian mengambil agama kalian.”

Tidak kalah penting juga faktor selanjutnya yakni faktor arogansi barat kepada kaum muslim. Arogansi barat terhadap problem-problem kaum muslim, acapkali dijadikan sebagai momen kaum radikal dalam melegitimasi aksi-aksi radikal mereka. Sebagai contoh, ketika Amerika membuat pangkalan di Arab Saudi pada perang Teluk Irak-Kuwait di mana dalam pandangan kaum radikal Arab Saudi telah meminta bantuan pada musuh kafir (Isti’anah Bil Kuffar), hal ini tentunya memancing amarah dari para pemimpin radikal sehingga mereka menjadikan isu ini sebagai agenda untuk menarik perhatian umat muslim yang biasanya menjadi doktrin yang menghiasi pidato-pidato mereka. Faktor-faktor tersebut merupakan faktor penyebab radikalisme yang lebih berhubungan erat dengan kondisi sosial.

Sedangkan faktor selanjutnya yaitu faktor agama lebih menitikberatkan pada permasalahan yang berhubungan dengan doktrin-doktrin agama. Dalam faktor agama terdapat tiga hal yang sering menjadi benih dari pertumbuhan ideologi radikal pada pribadi seseorang, yaitu reduksi pemahaman keagamaan, salah implementasi serta pemahaman yang tertutup.

Kegagalan seseorang dalam memahami secara utuh dan komprehensif adalah faktor penting yang turut membentuk pribadi radikal pada diri seseorang. Kurangnya profesionalitas dalam penggunanaan sebuah dalil dalam merumuskan sebuah hukum yang bersifat parsial tanpa mempertimbakan nilai universal syari’at (Maqasid Al-Syari’ah) dalam suatu permasalahan merupakan indikasi dari kegagalan seseorang dalam memahami agama, begitu juga sebaliknya.

Mereka keliru dalam menerapkan teks keagamaan (dalil). Kaum radikalis memahami dalil secara tekstual tanpa adanya kontekstualisasi atas realita yang terjadi. Kegabahan mereka dalam mengimplementasikan sebuah hukum tidak akan menghasilkan maslahat melainkan mafsadat yang lebih berat.

Hawa nafsu mereka telah menutup dan membutakan hati mereka dari perkara yang haq. Kehampaanya akan ilmu dalam menafsirkan nash apapun itu dilakukan demi melegitimisasi kehendak mereka agar sesuai hawa nafsu. Kaum radiakalis lupa bahwa hidayah adalah hak prerogatif Allah yang hanya bisa dimonopoli oleh-Nya. Jihad Amar ma’ruf Nahi munkar secara membabi buta dengan pengetahuan yang hampa telah merusak dan mencemarkan citra islam. Bukan Amar Ma’ruf Nahi Munkar melainkan Nyamar Ma’ruf Nahi Munkar-lah statement yang dipegang.

Perbedaan merupakan suatu keniscayaan hidup atas kehendak Allah yang seharusnya disikapi dengan akhlak terpuji dan toleransi, bukannya saling mengkafirkan, memfasikkan dan mencaci maki tanpa menyadari kesalahan diri sendiri. Allah berfirman yang artinya: “Andai Tuhanmu menghendaki, ia akan menjadikan manusia satu umat. (Namun) mereka senantiasa berselisih pendapat. Kecuali orang-orang yang diberi rahmat oleh Tuhanmu, dan untuk itulah Allah menciptakan mereka.” (Hud :118-119)

Dengan bangganya mereka mencampuradukkan agama dengan pendapatnya yang bukan lain ialah omong kosong tanpa disertai ilmu dengan bermodalkan semangat yang menggebu-gebu. Lebih baik diam seribu bahasa daripada melontarkan kata-kata berbahaya yang menjerumuskan seseorang kedalam jurang kesesatan yang nyata.

Nampaknya apa yang dikatakan Nabi Muhammad SAW ribuan tahun silam perihal semakin keruhnya keadaan umat islam di sebabkan munculnya orang awam yang tidak bisa diam sudah datang. Kata Nabi Muhamad SAW yang artinya:

“Kalian semua berada pada masa dimana banyak orang yang mengerti permasalahan agama tetapi sedikit yang suka berceramah, banyak oramg yang memberi tetapi sedikit peminta-minta. Pada masa ini amal lebih baik daripada ilmu. Kemudian akan datang sebuah masa dimana sedikit orang yang paham agama tetapi banyak yang suka berceramah, banyak peminta -minta tetapi sedikit orang mau memberi. Pada masa ini ilmu lebih baik daripada amal” (HR Al-Thabrani).

Berdasarkan riset Wahid Institute, bahwa sebanyak 7,7 persen penduduk Indonesia telah terkontaminasi ideologi radikal. Coba kalian bayangkan bangsa yang terkenal akan budaya bertoleransinnya yang tinggi menjadi luntur dan sirna oleh tindakan radikal mereka, apakah kalian rela menyaksikannya?

Bangsa Indonesia perlu merespon dan segera menindaklanjuti hal ini. NKRI sebagai hasil perjuangan yang melelahkan dan menguras tenaga serta  pikiran  para pendiri bangsa dan ulama layak kita jaga. Maka dari itu sebagai generasi penerus, kita perlu menjaga dan merawat NKRI termasuk diri sendiri dari pertumbuhan ideologi ini, bukan malah menghianati hasil jerih payah dan perjuangan para pendiri NKRI. Wallahu ‘alam.

Oleh: Izza Ajib Sulthony, Santri Mansajul Ulum.

 

Tulis Komentar
Artikel ini telah dibaca 59 kali

Baca Lainnya

Manajemen Waktu Santri dalam Perspektif Surah Al-‘Ashr

29 Juli 2025 - 12:26 WIB

Fikih, Tekstual atau Kontekstual?

22 Juli 2025 - 11:44 WIB

Solo Traveling bagi Muslimah: Apakah Mahrom Masih Relevan?

15 Juli 2025 - 09:50 WIB

Sejarah Ilmu Pengetahuan: Dari Mitos Menuju Logos

1 Juli 2025 - 09:29 WIB

Liburan Produktif Ala Santri

24 Juni 2025 - 13:13 WIB

Siapakah Makhluk yang Paling Mulia di Sisi Allah?

17 Juni 2025 - 13:42 WIB

Trending di Opini Santri