Setiap ibadah pasti memiliki rukun dan kewajibanya masing-masing, begitu juga dengan ibadah haji. Rukun adalah serangkaian ibadah yang apabila tidak dilakukan maka ibadahnya dianggap tidak sah, seperti wukuf di Arafah. Sedangkan yang dimaksud dengan syarat wajib haji adalah rangkaian suatu ibadah yang tidak termasuk rukun, seperti mabit di Muzdalifah yang apabila ditinggalkan maka harus menggantinya dengan membayar dam (denda).
Mabit di Muzdalifah terdari dari dua kata, mabit dan Muzdalifah. Secara bahasa mabit berarti bermalam atau menginap. Sementara kata Muzdalifah merupakan nama tempat yang terletak diantara Arafah dan Mina. Secara etimologi Muzdalifah berasal dari kata al-izdilaf yang bemakna ijtima’ atau berkumpul. Oleh karna itu, Muazdalifah bisa diartikan sebagai tempat berkumpul atau pertemuan. Sedangkan dalam konteks ibadah haji Mabit di Muzdalifah adalah perjalanan dilakukan setelah melaksanakan wukuf di arafah pada pada malam 10 Dzulhijjah sebelum melanjutkan ke Mina.
Sejarah Mabit
Dalam sejarah Islam, Muzdalifah memiliki jejak rekam sejarah kehidupan Islam yang luar biasa. Muzdalifah dipercaya sebagai tempat bertemunya nabi Adam AS dan Siti Hawa setelah sekian lama berpisah sejak mereka diturunkan ke bumi. Momen bersejarah inilah yang kemudian menjadikan Muzdalifah sebagai salah satu tempat yang dimuliakan dan dijadikan bagian dari ritual ibadah haji.
Ketika Rasulullah melaksanakan ibadah haji, beliau berhenti di Muzdalifah setelah wuquf di Arafah. Kemudian memerintahkan sahabat Bilal bin Rabbah untuk mengumandangkan adzan dan Rasullah melaksanakan sholat maghrib dan isya’ secara jama’ di tempat tersebut. Sejak saat itu, mabit di Muzdalifah menjadi bagian dari pelaksanaan ibadah haji yang ditekankan dan menurut sebagian mayoritas ulama’ termasuk dalam kategori wajib haji.
Tepat ketika melaksanakan haji wada’ Rasulullah saw. bersabda:
وَوَقَفْتُ هَاهُنَا، وَجَمْعٌ كُلُّهَا مَوْقِفٌ
Artinya: “Aku wuquf (berdiam diri) di sini (salah satu tempat di Muzdalifah dan Jamuun (yaitu Muzdalifah) seluruhnya adalah tempat wuquf”. (HR Muslim).
Peristiwa ini sesuai dengan firman Allah dalam Al-Qur’an:
فَإِذَآ أَفَضْتُم مِّنْ عَرَفَٰتٍ فَٱذْكُرُوا۟ ٱللَّهَ عِندَ ٱلْمَشْعَرِ ٱلْحَرَامِ
Artinya: “Maka apabila kamu telah bertolak dari Arafah, berdzikirlah kepada Allah di Masy’arilharam.” (QS. Al-Baqarah: 198)
Masy’arilharam yang dimaksud dalam surah ini adalah nama tempat yang merupakan bagian dari Muzdalifah, tempat di mana jamaah haji singgah dan bermalam setelah meninggalkan Arafah. Secara harfiah Masy’arilharam berarti “tempat tempat dzikir dan syiar agama yang diharamkan”, merujuk pada kewajiban jemaah haji untuk berdzikir dan tidak melakukan hal-hal yang diharamkan saat masih dalam keadaan ihram.
Hikmah dan Makna Mabit di Muzdalifah
Menurut kolomnis Nu Online Abdul Muiz Ali, mabit di Muzdalifah secara filosofis adalah rangkaian ibadah haji berupa wukuf di Arofah pada tanggal Dzulhijjah kemudian mabit di Muzdalifah pada tanggal malam 10 Dzulhijjah dapat diartikan cerminan dari pentingnya bagi umat Islam untuk saling mengenal (arofah), kemudian saling berkumpul (Muzdalifah), dan selanjutnya sama-sama tenggelam hanyut dalam kontemplasi dzikir dan munajat mereka kepada Allah Swt. Beberapa amalan yang dianjurkan adalah membaca talbiyah, zikir, istighfar, membaca al-qur’an, dan berdo’a. Pada rangkaian haji yang satu ini Allah memerintahkan kita untuk berdzikir dan hanyut merenungi segala yang telah kita lakukan semasa hidup untuk meminta ampunan-Nya, dan mempersiapkan jasmani rohani untuk menjalani rangkaian hidup selanjutnya.
Hikmah dan tujuan yang terkandung dalam makna mabit di Muzdalifah adalah sepenuhnya untuk menyadarkan manusia agar mengenal tuhanya secara utuh dan sebagai ajang merendahkan diri di hadapan-Nya. Hal ini mengajarkan manusia, bahwa semua manusia memiliki kedudukan yang sama di sisi tuhannya, tidak ada perbedaan antara orang miskin atau orang kaya, pejabat ataupun rakyat. Semua memiliki nilai yang sama, yang membedakan hanyalah tingkat ketaqwaannya. Seperti firman Allah dalam Al-Qur’an surat Al-Hujurat ayat 13 yang berbunyi:
يٰٓاَيُّهَا النَّاسُ اِنَّا خَلَقْنٰكُمْ مِّنْ ذَكَرٍ وَّاُنْثٰى وَجَعَلْنٰكُمْ شُعُوْبًا وَّقَبَاۤىِٕلَ لِتَعَارَفُوْا ۚ اِنَّ اَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللّٰهِ اَتْقٰىكُمْ ۗاِنَّ اللّٰهَ عَلِيْمٌ خَبِيْرٌ
Artinya: “Wahai manusia, sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan perempuan. Kemudian, Kami menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Teliti.”
Selain itu, mabit di Muazdalifah merupakan waktu istirahat bagi jamaah haji untuk meneruskan estafet kegiatan berikutnya yaitu melempar jumrah. Mengutip buku Tuntunan Manasik Haji dan Umrah Kementerian Agama Republik Indonesia 1444 H/2023 M, jamaah yang beraktivitas di Muzdalifah ini seperti pasukan tentara yang menyiapkan tenaga dan senjata untuk berperang melawan musuh manusia, yaitu setan yang terkutuk. Wallahu ‘alam.
Penulis: Ummi Zalfa Zakiyyah