Menu

Mode Gelap

Liputan · 27 Jul 2025 10:38 WIB ·

Upgrading Skill Kajian Turats melalui Bahtsul Masail


 Upgrading Skill Kajian Turats melalui Bahtsul Masail Perbesar

Pengurus pondok pesantren Mansajul Ulum putri adakan upgrading skill dalam bermusyawarah yang berlangsung pada tanggal 24–25 Juli 2025. Kegiatan ini menjadi bagian dari pembekalan musyawarah santri sebagai bentuk latihan berpikir kritis dalam pencarian hukum melalui metode bahtsul masail.

Dalam sesi pertama, KH. M. Liwauddin, M.Pd. menyampaikan materi bertema “Mencari Ibaroh yang Tepat” sebagai pondasi utama dalam forum bahtsul masail. “Bahtsul Masail tidak sesempit yang kita bayangkan. Maka diperlukan bekal penting sebelum kita duduk bersama membahas sebuah hukum,” jelasnya.

Beliau menekankan pentingnya tahapan-tahapan dalam menggali hukum dari kitab klasik, di antaranya:

  1. Belajar secara terus menerus
  2. Mencoba memahami dengan membandingkan kitab yang lain
  3. Menguasai ilmu alat (nahwu dan shorof)
  4. Identifikasi masalah fiqih
  5. Idrokul waqi’ (identifikasi kejadian)
  6. Idrokun nash (identifikasi subjek)
  7. Memahami istilah-istilah fuqoha’.

Beliau juga berharap agar setelah kegiatan ini, para santri langsung mengeksekusi hasilnya dalam forum musyawarah lanjutan. “Sambil jalan, kita langsung praktek,” pungkasnya.

Sesi kedua menghadirkan Ustazah Irfatin Maisaroh, M.Pd., beliau membawakan materi “Motivasi dalam Bermusyawarah”. Di hadapan seluruh santri wustho hingga pasca ulya, beliau mengajak para santri untuk menyadari dan memahami pentingnya forum musyawarah. Beliau juga menyampaikan bahwa musyawarah adalah ruang belajar yang sangat berharga. “Musyawarah adalah tempat untuk melatih kemampuan membaca dan memahami kitab. Ini merupakan kesempatan kalian untuk mengasah nalar kritis dan memiliki pemikiran yang terbuka. Selain itu, dengan terbiasanya bermusyawarah, maka hal tersebut bisa menjadi bekal untuk kalian ketika dijadikan rujukan di masyarakat kelak,” paparnya menyemangati.

Lebih lanjut, mahasiswi terbaik jebolan UIN Walisongo tersebut menyampaikan bahwa santri tidak cukup hanya mengonsumsi ilmu, tetapi juga harus berani memproduksi ilmu dan menyampaikan pendapatnya secara ilmiah. “Tidak semua santri putri memiliki kesempatan seperti ini. Gunakan forum musyawarah ini untuk melatih keberanian, logika berpikir, dan adab dalam berdialog.” ujarnya.

Salah satu highlight dari sesi ini adalah ajakan untuk menjadikan musyawarah sebagai ruang aman dan nyaman. Mengingat secara psikologis, santri putri kerap menghadapi tantangan emosional seperti malu, takut salah, atau mudah terbawa perasaan (baper). “Ketika kita bisa melawan rasa takut, itu akan menjadi titik balik kita untuk tumbuh,” tambah Ustazah Irfatin.

Latifah Umi Fadilah, Ketua Pondok, menegaskan bahwa kegiatan ini bukan hanya rutinitas, tetapi bagian penting dari tradisi keilmuan santri. “Musyawarah adalah ruang untuk membedah permasalahan, menggali pemahaman, dan melatih santri dalam adab ilmiah. Kita butuh bekal bukan hanya dalam mencari ibaroh, tetapi juga bagaimana cara menyampaikan pendapat dengan adab.”

Reporter: Durrotul Mahbubah, Redaktur EM-YU.

Tulis Komentar
Artikel ini telah dibaca 133 kali

Baca Lainnya

Cegah Toxic Culture, Kru Perpustakaan As-Salamah Gelar Ngaji Buku Peringati HAKTP

1 Desember 2025 - 14:50 WIB

Pengurus Terapkan Teknis Baru dalam Sidang Evaluasi Tengah Periode

25 November 2025 - 09:42 WIB

Kepala Madin Tegaskan Legalitas Rapor melalui Tanda Tangan Orang Tua

10 November 2025 - 13:12 WIB

Pengarahan Cawu II: Ta’alluq dengan Guru Kunci Sukses Menuntut Ilmu

28 Oktober 2025 - 10:45 WIB

Dari MQK hingga Dai Internasional, Mansajul Ulum Borong Juara HSN 2025

21 Oktober 2025 - 07:19 WIB

Pimpinan Redaksi Em-Yu Wakili Indonesia Presentasi Dalam Forum PBB Di Bangkok

16 Oktober 2025 - 06:08 WIB

Trending di Liputan