Ramadhan tinggal menghitung hari, antusiasme masyarakat semakin terasa di berbagai lini kehidupan. Menjelang datangnya bulan suci ini, persiapan tidak hanya dilakukan secara fisik, tetapi juga melalui upaya spiritual dan sosial yang mendalam. Fenomena ini terlihat jelas di berbagai tempat, mulai dari pasar, masjid, hingga lingkungan pesantren yang selalu memiliki tradisi tersendiri.
Dari sisi spiritual, banyak umat Islam mulai meningkatkan intensitas ibadahnya. Masjid dan mushola mulai dipenuhi oleh jamaah yang ingin memperbanyak shalat, tadarus Al-Qur’an, dan pengajian sebagai persiapan menyambut bulan penuh berkah. Di tengah kesibukan tersebut, masyarakat juga kerap mengadakan acara silaturahmi untuk saling memaafkan, memperbaiki hubungan, dan merenungi perjalanan hidup selama setahun penuh. Tradisi pembersihan hati ini mengingatkan bahwa Ramadhan adalah momentum untuk transformasi diri, memperkuat keimanan, serta meninggalkan segala kebiasaan yang kurang bermanfaat.
Di lingkungan pesantren, suasana menjelang Ramadhan sangat khas. Santri dan pengasuh pesantren biasanya mulai sibuk mempersiapkan asrama, masjid, dan area pembelajaran. Jadwal kegiatan di pesantren disusun dengan teliti, dimulai dari sahur bersama, diikuti dengan shalat Subuh berjamaah, dan dilanjutkan dengan sesi ngaji kilatan.
Secara sosial, dinamika persiapan menjelang Ramadhan turut memengaruhi aktivitas ekonomi dan budaya masyarakat. Di pasar tradisional, pedagang mulai memasang dagangan takjil seperti kurma, kolak, dan aneka gorengan khas Ramadhan. Keramaian ini tidak hanya memudahkan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan sahur dan berbuka, tetapi juga menciptakan suasana kekeluargaan yang hangat. Pusat perbelanjaan pun dihiasi dengan dekorasi bertema Ramadhan, mengundang pengunjung untuk membeli perlengkapan ibadah seperti mukena, sajadah, dan Al-Qur’an baru.
Era digital turut memberikan warna tersendiri dalam persiapan menyambut Ramadhan. Banyak komunitas online yang menggalang dana untuk amal, mengadakan pengajian virtual, serta menyebarkan pesan-pesan kebaikan melalui media sosial. Fenomena ini menunjukkan bahwa semangat Ramadhan tidak hanya dirasakan dalam pertemuan fisik, melainkan juga dalam dunia maya, yang memungkinkan solidaritas dan kebersamaan menjangkau masyarakat yang lebih luas.
Namun, di balik euforia persiapan tersebut, terdapat tantangan tersendiri. Fenomena konsumtif yang berlebihan mulai muncul, di mana masyarakat terjebak dalam tren belanja yang mengesampingkan nilai kesederhanaan. Pembelian barang mewah dan dekorasi berlebihan seringkali bertolak belakang dengan esensi Ramadhan sebagai bulan untuk menahan diri dan meningkatkan keimanan. Selain itu, kenaikan harga bahan pokok menjelang bulan puasa menambah beban, terutama bagi keluarga dengan ekonomi terbatas.
Untuk mengatasi tantangan ini, beberapa pemerintah daerah dan komunitas lokal mulai mengimplementasikan program efisiensi dan pengawasan harga. Upaya ini bertujuan agar kebutuhan pokok tetap terjangkau, sambil menjaga semangat Ramadhan yang berfokus pada pengendalian diri dan berbagi. Kolaborasi antara pemerintah dan masyarakat menjadi kunci untuk menciptakan keseimbangan antara kebutuhan ekonomi dan nilai spiritual.
Menyambut Ramadhan sebaiknya dilakukan dengan pendekatan yang holistik, di mana persiapan fisik dan batin berjalan seiring. Bulan suci ini adalah kesempatan untuk memperbaiki diri, mempererat tali persaudaraan, dan menyemai kebaikan di tengah dinamika kehidupan modern. Dengan kesadaran dan persiapan yang matang, Ramadhan dapat menjadi momen transformasi yang membawa keberkahan tidak hanya bagi individu, tetapi juga bagi seluruh masyarakat secara menyeluruh. Wallahu ‘alam.
Oleh: Latifah, Santri Mansajul Ulum.