KOLOM JUM’AT LXXXIX
Jum’at, 29 Desember 2023
Indonesia adalah negara nan istimewa dengan sejuta keragaman. Keragaman Indonesia melingkupi banyak hal, di antaranya ragam suku, ras, budaya, bahasa, kepercayaan hingga agama. Di Indonesia terdapat kurang lebih lima agama, yakni, Islam, Kristen, Hindu, Budha dan Konghucu. Meskipun terdiri dari suku, agama, dan budaya yang berbeda, tetapi Indonesia tetap utuh. Antara agama satu dengan yang lain tidak pernah berselisih. Bahkan, agama Islam yang secara kuantitas lebih dominan, Islam tidak menuntut Indonesia untuk menjadi negara Islam.
Jauh sebelum Islam masuk ke Indonesia, bangsa Indonesia memiliki keyakinan animisme dan dinamisme. Animisme adalah aliran yang memuja roh para leluhur. Sedangkan dinamisme adalah aliran yang mempercayai benda-benda tertentu yang diyakini memiliki kekuatan magis dan dijadikan sesuatu yang keramat. Akibat dari interaksi tersebut, agama Hindu Budha yang mempercayai adanya dewa-dewa masuk dan berkembang di wilayah tanah air. Semenjak itu, sebagian bangsa Indonesia melakukan ritual-ritual pemujaan dewa.
Namun, masih ada daerah-daerah yang tetap mempertahankan kepercayaan animisme dan dinamisme. Seiring berjalannya waktu, kedua agama ini berkembang pesat. Kerajaan-kerajaan bercorak Hindu Budha pun mulai bermunculan. Di wilayah Kalimantan berdiri kerajaan bercorak Hindu yang bernama kerajaan Kutai. Kemudian kerajaan Tarumanegara berdiri di Pulau Jawa, disusul kerjaan Mataram Kuno, Singosari dan kerajaan Majapahit. Sedangkan kerajaan bercorak Budha berdiri di Pulau Sumatera yang bernama kerajaan Sriwijaya. Di Pulau Jawa juga terdapat ajaran bercorak Budha, seperti adanya Candi Borobudur. Ada pula Candi Prambanan yang bercorak Hindu.
Bagaimana Islam diterima di Indonesia?
Penyebaran Islam di Indonesia tidak pernah menggunakan kekerasan. Para pendakwah Islam menggunakan pendekatan kultural tanpa unsur pemaksaan. Misalnya, mereka berdagang sambil berdakwah dan membaur dengan masyarakat.
Terdapat teori-teori yang menjelaskan tentang masuknya Islam di Indonesia. Di antaranya, teori Gujarat, teori Persia dan teori Makkah. Menurut teori Gujarat, Islam masuk ke Indonesia pada abad ke 13 M, yang dibawa oleh para pedagang Islam dari Gujarat, India. Teori ini diperkuat dengan adanya makam Sultan Malik Al Shalih yang bercorak Gujarat. Islam dari Gujarat menganut madzhab Syi’ah dan Sunni. Dari teori Persia terbukti bahwa adanya tulisan Marco Polo, seorang pedagang dari Venesia Italia menyatakan bahwa pernah singgah di Perlak, Aceh pada tahun 1292. Ia mendapati banyak pedagang yang beragama Islam, Marco Polo juga menyebutkan bahwa yang berperan aktif dalam penyebaran Islam adalah para pedagang India. Kemudian ada teori Makkah yang mengatakan bahwa pengaruh Islam telah masuk ke Nusantara sekitar abad ke 12 M yang dibawa langsung oleh para pedagang Arab. Dasar teori ini adalah adanya pemukiman muslim pada tahun 674 di Baros, pantai sebelah Barat Sumatra. Para pedagang Arab tersebut juga melakukan pernikahan dengan penduduk lokal sehingga Islam pun semakin menyebar di Nusantara.
Rata-rata orang muslim yang masuk ke Nusantara adalah pedagang dari Hadramaut yang memiliki paham ahlussunah wal jamaah yang sekarang berkembang di Indonesia dengan nama Aswaja An-Nahdhiyyah di bawah organisasi Nahdhatul Ulama.
Dalam hal tauhid Aswaja An-Nahdhiyyah berpedoman pada salah satu ulama besar di bidang ilmu kalam, yaitu Abu Hasan Al-Asy’ari dan Abu Mansur Al-Maturidi. Di dalam bidang fiqih, Aswaja An-Nahdhiyyah menganut salah satu dari empat madzhab, yaitu: Hanafi, Maliki, Syafi’i, atau Hambali.
Sementara di bidang tasawuf, Aswaja An-Nahdhiyyah mengikuti salah satu dari Imam Ghazali atau Imam Junaid Al-Baghdadi. Dalam menggali hukum, Aswaja An-Nahdhiyyah menggunakan sumber Al-Quran, hadits, ijma’ dan qiyas.
Dari penjelasan di atas, bisa difahami bahwa madzhab dalam NU tidaklah tunggal. Karena itu tidak semua warga NU menganut madzhab yang sama. Namun, antara warga satu dengan lain tetap saling menghargai, karena Aswaja An-Nahdhiyah adalah paham yang mengedepankan sikap moderat atau tawasuth. Hal itu sesuai dengan prinsip bermuamalah yang telah digariskan. Prinsip yang dimaksud adalah:
- Tawassuth.
Tawassuth artinya berada di tengah-tengah atau moderat. Tawassuth adalah menempatkan diri di antara dua kutub dalam berbagai masalah atau keadaan untuk mencapai kebenaran. Tawassuth juga menjaga agar tidak terlalu condong dan berat sebelah dalam menyikapi apapun.
- Tawazun.
Artinya seimbang. Tidak berat sebelah, tidak berlebihan juga tidak kekurangan.
- I’tidal.
I’tidal berarti tegak lurus, tidak terlalu condong ke kiri atau ke kanan. Atau bisa juga diartikan sebagai berlaku adil tidak memihak siapapun
- Tasamuh.
Artinya, bersikap toleran pada pihak lain, menghargai pendirian pihak lain tanpa mengorbankan pendirian dan harga diri.
- Amar ma’ruf nahi munkar bil ma’ruf.
Artinya, menyeru untuk melakukan yang baik dan mencegah melakukan yang buruk. Dalam amar ma’ruf nahi munkar ini juga harus dilakukan secara ma’ruf (baik), tidak boleh menggunakan kekerasan.
Islam di Indonesia mayoritas menganut paham Ahlussunah wal jamaah. Maka, ketika Islam masuk di Indonesia tidak semena-mena langsung menghapus tradisi yang tidak sesuai syariat melainkan diubah atau diislamisasi. Andai pada saat itu budaya dan tradisi langsung dihapuskan oleh Islam, maka akan terjadi disintegrasi sosial. Islam mungkin tidak akan diterima di negara ini dengan baik. Aswaja An-Nahdhiyyah justru menjaga kebudayaan Indonesia.
Banyak budaya Indonesia yang telah mengalami islamisasi. Seperti ziarah kubur, ziarah kubur yang dimaksud adalah mendatangi makam orang-orang yang dianggap mulia seperti waliyullah atau leluhur dengan membacakan doa-doa yang ditujukan untuk ahli kubur. Sebelum Islam masuk ke wilayah Nusantara, ziarah kubur dilakukan dengan cara membawa sesajen atau makanan yang dipersembahkan untuk kuburan. Kemudian diganti dengan membagikan makanan kepada masyarakat sebagai bentuk syukur kepada Allah atas rezeki yang diberikan. Ziarah kubur juga bertujuan untuk mengingatkan tentang kematian.
Di tengah pluralitas agama di Indonesia, Aswaja An-Nahdhiyyah tetap menghormati agama lain. Karena Aswaja An-Nahdhiyyah memiliki nilai tasamuh atau toleransi. Namun, dalam bertoleransi kita tetap mengamalkan nilai tawasuth agar tidak terlalu condong dan bebas tanpa batas serta mengabaikan agama sendiri.
Di momen perayaan Natal masih banyak yang meributkan persoalan hukum memberikan ucapan selamat Natal. Dan tak jarang pula yang membuat slogan atau poster “Stop mengucapkan selamat natal”. Dalam hal seperti ini, sebagai warga NU selain memiliki nilai tasamuh juga memiliki nilai tawassuth. Artinya, kita sebagai warga NU perlu bersikap moderat, alias berada di tengah, tidak terlalu condong ke kiri atau ke kanan. Selain moderat dalam beragama, kita juga perlu mengedepankan sikap tasamuh atau toleransi. Tetapi dalam bertoleransi kita juga tetap bersikap moderat. Artinya, tidak perlu mengatasnamakan toleransi kita harus melakukan sesuatu yang bisa mencederai keimanan kita sendiri.
Islam aswaja adalah Islam yang fleksibel. Seperti yang dikatakan cendekiawan muslim Indonesia, Prof. Muhammad Quraisy Syihab. “Islam adalah agama yang lentur. Karena adanya hukum-hukum yang bisa menyesuaikan waktu dan tempat, menyesuaikan konteks dan tidak terpaku pada teks.”
Islam di Indonesia juga berlandaskan Pancasila. Dengan adanya Pancasila menjadikan negara aman, nyaman, tentram dan damai. Itulah yang menjadikan Indonesia tetap utuh. Bhineka Tunggal Ika adalah semboyan Indonesia. Meskipun dengan beribu keberagaman Indonesia tetap satu.
Penulis: Manggar Eka Rahayu, Santri Mansajul Ulum dan Mahasiswi PMI Ipmafa, Pati.