Menu

Mode Gelap

Kolom Jum'at · 31 Jan 2025 23:29 WIB ·

Lunturnya Bahasa Jawa di Era Modern


 Sumber: nusantarainstitute.com. Perbesar

Sumber: nusantarainstitute.com.

KOLOM JUM’AT CXVI
Jum’at, 31 Januari 2025

Bahasa merupakan alat komunikasi dalam kehidupan sehari-hari atau lebih mudah dikenal sebagai alat komunikasi sosial. Indonesia memiliki keragaman suku, budaya dan bahasa. Setiap daerah memiliki bahasa masin-masing atau lebih dikenal dengan bahasa daerah. Menurut kementrian kebudayaan di Indonesia terdapat sekitar 718 bahasa daerah.

Bahasa daerah sendiri merupakan bahasa kedua setelah bahasa pertama, yaitu bahasa Indonesia. Peranan bahasa daerah sangatlah penting bagi daerah masing-masing. Karena ia  merupakan bahasa pokok bagi masyarakat yang tinggal di daerah tersebut. Namun, banyak bahasa daerah yang kondisinya terancam punah dan kritis akibat tergerus oleh perkembangan zaman.

Salah satu bahasa daerah yang ada di Indonesia adalah bahasa Jawa. Dalam bahasa Jawa, terdapat etika yang diajarkan bagi penggunanya. Jika seseorang menggunakan bahasa Jawa akan terbentuklah sikap dan perilaku baik sesuai standar mereka. Dilihat dari segi penggunaannya, bahasa Jawa memiliki tingkatan atau dalam bahasa Jawa disebut dengan “unggah ungguh basa“. Ada Jawa ngoko, krama halus, hingga krama inggil.

Bahasa Jawa ngoko biasanya digunakan untuk berkomunikasi dengan orang yang setara atau lebih rendah stratanya, seperti teman sebaya atau orang yang lebih tua kepada anak-anak. Sedangkan bahasa Jawa krama halus digunakan untuk berkomunikasi kepada yang lebih tua seperti, kakak atau saudara yang lebih tua. Berbeda lagi dengan krama inggil. Krama inggil biasa dipakai untuk untuk berbicara kepada orang yang lebih tinggi atau dihormati status sosialnya, seperti orang tua, guru, kiai, atau tuan.

Banyaknya tingkatan dalam bahasa Jawa inilah yang membuat masyarakat sekarang kurang memahami. Terutama bagi generasi Z sekarang ini. Perkembangan zaman yang bertumpu pada tekonologi dan banyaknya budaya luar yang masuk membuat masyarakat semakin terasing dengan bahasa daerah, termasuk bahasa Jawa. Anak-anak muda yang lebih banyak menikmati gadget semakin terasing dengan kosa kata bahasa Jawa. Mereka tidak lagi fasih menuturkan bahasa Jawa meskipun tinggal di Jawa dan lahir sebagai keturunan Jawa. Bahkan ketika mendengar ungkapan bahasa Jawa mereka tidak memahami, terutama ungkapan-ungkapan pada bahasa pengetahuan dan sastranya.

Hal itu lantaran orang tua mulai banyak yang mengajak komunikasi anak-anaknya dengan menggunakan bahasa nasional dari pada bahasa daerah karena alasan lebih simple. Tetapi ketika bahasa daerah semakin asing bagi masyarakat setempat, maka struktur bahasa, struktur berpikir, norma dan budaya Jawa pun semakin tidak dipahami oleh masyarakat. Karena itulah sekarang kita sering mendapatkan adagium yang diucapkan masyarakat Jawa “wong Jowo tapi ora nJawani”. Itu adalah ungkapan yang menunjukkan keresahan masyarakat terhadap krisis budaya bagi orang Jawa.

Sebagai anak muda yang bersuku Jawa mestinya harus mulai menyadari untuk membangun motivasi dalam memahami budaya Jawa dimulai dari bahasanya. Sebuah budaya tidak akan bisa dipahami dengan baik tanpa melalui bahasa. Apalagi untuk memahami peradaban pengetahuan yang ada di dalamnya. Masyarakat Jawa telah memiliki peradaban agung yang ditinggalkan di dalam serat-serat Jawa. Ada serat Centini, serat Cebolek, serat Dewaruci, dan masih banyak lagi. Semua itu mengandung ilmu pengetahuan yang agung peninggalan para leluhur.

Sayangnya, warisan budaya itu sudah hampir punah. Karena bahasa dan aksaranya sudah tidak lagi banyak dipelajari serius oleh masyarakat Jawa sendiri. Sementara punahnya bahasa dengan sendirinya akan mengancam punahnya peradaban masyarakat tersebut. Hal inilah yang masih kurang dipahami oleh generasi muda. Ke depan, mestinya pemerintah melalui kementrian kebudayaan perlu mendorong masyarakat di daerah-daerah untuk meningkatkan perhatian mereka dalam mempelajari dan mengembangkan bahasa daerah, khususnya Jawa. Dengan berkembangnya bahasa daerah yang baik, akan semakin memperkaya kemajemukan dan keindahan bangsa Indonesia.

Kita tidak perlu khawatir tentang primordialisme kesukuan. Karena itu bisa dicegah dengan peningkatan pengetahuan tentang Pancasila dan Kewarganegaraan. Jika masyarakat memahami makna Pancasila, justru akan semakin bangga dengan ragamnya kebudayaan yang dimiliki bangsanya, termasuk keragaman bahasa. Karena setiap bahasa yang ada sejatinya telah mewariskan peradaban agung dari para leluhurnya. Dengan demikian, jika Indonesia memiliki banyak bahasa, berarti bangsa Indonesia sangat kaya dengan peradaban agung yang tidak dimiliki oleh bangsa lain. Bangsa yang memiliki peradaban agung berarti ia adalah bangsa yang agung.

Penulis: Siti Ma’rifah, santri Mansajul Ulum dan mahasiswi IPMAFA Pati.

Tulis Komentar
Artikel ini telah dibaca 68 kali

badge-check

Penulis

Baca Lainnya

Tantangan Santri Menjadi Mahasiswa di Perguruan Tinggi

14 Februari 2025 - 17:21 WIB

Perempuan Guru Ulama Laki-laki Terkemuka

17 Januari 2025 - 09:35 WIB

Peradaban Babilonia: Refleksi dan Resolusi saat Tahun Baru

3 Januari 2025 - 19:35 WIB

Pentingnya Pendidikan Kesetaraan Gender bagi Laki-Laki

20 Desember 2024 - 18:02 WIB

Kritisisme, Juru Damai Rasionalisme dan Empirisme

6 Desember 2024 - 07:47 WIB

Urgensi Pesantren Ramah Anak

22 November 2024 - 13:35 WIB

Trending di Kolom Jum'at