Menu

Mode Gelap

Kolom Jum'at · 11 Agu 2022 00:49 WIB ·

Muktamar Nu Ke-34 dan Kebangkitan para Kyai


 Sumber gambar : lampung.rilis.id Perbesar

Sumber gambar : lampung.rilis.id

KOLOM JUM’AT XXIII
Jum’at, 7 Januari 2022

Muktamar NU ke-34 lalu telah sukses. Ada sekian peristiwa dan keputusan penting yang telah ditorehkan oleh muktamar NU di Lampung itu. Tetapi dari sekian putusan dan peristiwa yang ada, terdapat catatan penting yang harus kita rekam dalam muktamar NU kali ini. Sebagai salah satu peserta rombongan liar muktamar alias romli, saya menyaksikan beberapa pemandangan yang unik pada muktamar kali ini. Yaitu keterlibatan perempuan alias para Bu Nyai dan Ning-Ning dalam rangkaian muktamar. Meski ini bukan pemandangan pertama dalam peristiwa muktamar NU, tetapi keterlibatan para perempuan dalam muktamar kali ini sungguh berbeda dari biasanya. Karena keterlibatan perempuan pada muktamar kali ini bukan sekadar menjadi anggota atau peserta biasa. Mereka tidak lagi menjadi penggembira tetapi berperan sebagai subyek aktif dalam beberapa acara muktmar.

Hali itu bisa kita lihat dari hadirnya seorang perempuan yang tampil menjadi pemimpin salah satu sidang komisi, yaitu komisi rekomendasi. Komisi ini dipimpin oleh Ning Alissa Wahid, putri sulung Gus Dur. Ini adalah pengalaman pertama dalam sejarah muktamar NU. Sementara itu beberapa sidang komisi dan bahtsul masail juga telah melibatkan ulama perempuan sebagai peserta aktif. Diantara ulama perempuan yang terlibat dalam Bahtsul Masail adalah Nyai Hj. Badriyah Fayumi, Nyai Nur Rofi’ah, Dr. Sri Mulyati, dan masih banyak lagi yang lain. Para perempuan yang terlibat pada forum itu bukanlah perempuan biasa yang hanya pasif menjadi penyimak. Tapi mereka adalah perempuan-perempuan aktif yang gagasannya telah mewarnai negeri ini.

Barangkali ini bukan kali pertama muktamar NU melibatkan para Nyai dan Ning-Ning dalam even muktamar. Tetapi muktamar kali ini adalah kali pertama menghadirkan perempuan sebagai ketua komisi. Ini adalah progress luar biasa bagi Nahdhatul Ulama. Ormas Islam terbesar di Indonesia ini memang telah memiliki pandangan yang moderat dan penghargaan terhadap perempuan. Tetapi dalam beberapa praktek tradisi ke-Islaman seringkali masih membatasi peran dan partisipasi perempuan di ruang publik, terutama publik yang melibatkan laki-laki dan perempuan sekaligus. Peranan perempuan biasanya masih difokuskan pada lingkup publik perempuan. Karena itu keberanian NU untuk melibatkan perempuan pada muktamar kali ini adalah langkah progresif bagi NU yang harus diapresiasi. Hal itu menunjukkan tingginya  komitmen NU terhadap upaya emansipasi pada perempuan di lingkungan NU. Peristiwa penting ini semakin menunjukkan kebangkitan perempuan di lingkungan NU.

Selain melibatkan perempuan, muktamar Lampung lalu juga diwarnai oleh kegiatan-kegiatan yang digawangi oleh para perempuan-perempuan NU. Diantara kegiatan tersebut adalah digelarnya Silaturrahmi Nasional Bu Nyai Nusantara. Kegiatan ini diinisiasi oleh para Nyai pengasuh pesantren di bawah Nahdhatul Ulama. Para Ibu Nyai dan Ning yang bergabung dalam Silatnas ini tidak sekadar berkumpul untuk arisan atau mengikuti majlis rumpian semata. Silatnas ini digelar dengan membawa agenda penting, yaitu mendorong PBNU terpilih agar membentuk wadah resmi bagi pesantren putri di lingkungan NU. Agenda penting itu mereka tuangkan dalam butir-butir rekomendasi hasil Silatnas.

Selain mendorong terbentuknya wadah bagi pesantren putri, forum Silatnas para Bu Nyai ini juga merekomendasikan kepada PBNU agar membentuk sistem pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di Pesantren. Poin ini dicetuskan sebagai wujud keprihatinan para Bu Nyai terhadap kasus kekerasan seksual yang muncul di beberapa pesantren belakangan ini. Ada pula pula forum lain yang digelar para Bu Nyai, yaitu Silaturahmi Jamiyyah Muballighah, Qurra, dan Huffadz (JMQH). Selain keduanya, terdapat pula  Forum Perempuan Muktamar yang mengumpulkan para aktifis perempuan dan Ning-Ning muda yang progresif. Mereka menggelar diskusi dalam forum NGOP (Ngobrol Pintar). Forum ini sebagaimana dirilis beberapa media online juga mengangkat beberapa isu-isu penting tentang keterwakilan perempuan pada struktur NU di semua tingkatan dan mendorong pengesahan RUU TPKS secepat mungkin.

Forum-forum perempuan yang digelar di sela-sela muktamar NU di atas membuktikan semakin menguatnya gerakan dan kebangkitan para perempuan pesantren. Tingginya gairah para Nyai dan Ning dari lingkup pesantren untuk beraktualisasi dan mengambil peran strategis di ruang public, semakin menunjukkan bahwa sumber daya prempuan pesantren semakin besar dan baik.  Karena itu keberadaan mereka tidak bisa lagi diabaikan dan diremehkan. Tampilnya mereka di panggung muktamar juga menunjukkan perhatian NU yang semakin baik kepada mereka. Disamping itu public juga semakin tidak menutup mata tentang keberadaan dan potensi mereka.

Tampilnya para Bu Nyai dan Ning pada forum muktamar ini merupakan hasil kerja keras dari proses panjang yang telah dimulai sejak lama, terutama sejak kepemimpinan Gus Dur. Dalam kepemimpinannya Gus Dur secara gigih telah menyemaikan nilai-nilai demokrasi dan penghargaan terhadap perempuan. Komitmen terhadap nilai-nilai itu juga telah menginsipirasi para Kyai dan Nyai di lingkungan NU yang secara terus menerus berkomitmen mendorong dan mendakwahkan nilai-nilai tersebut di lingkungan mereka hingga kini.

Perhatian dan pengakuan public terhadap perempuan, terutama dalam kapasitas keulamaannya, semakin kuat dengan munculnya Konggres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) tahun 2017. Kongres ini bukan saja yang pertama di Indonesia, tetapi bahkan di dunia. Dengan kongres ini, Indonesia telah dicatat oleh dunia sebagai negara yang memiliki pengakuan terhadap keulamaan perempuan yang baik. Meski di masyarakat masih terdapat beberapa kalangan yang menyalahfahami keberadaan KUPI, tetapi pengaruhnya tidak lagi bisa dinafikan. Munculnya Ma’had Aly khusus perempuan yang diteken oleh Kemenag RI adalah salah satu hasil nyata dari kongres itu. Pengakuan terhadap KUPI yang paling akhir ditunjukkan dengan masuknya dua ulama perempuan dalam jajaran Majlis Masyayikh yang digagas oleh Kementrian Agama awal tahun ini.

Kita berharap semakin menguatnya eksistensi ulama perempuan di panggung nasional ini mampu menjadi kekuatan penyeimbang yang semakin baik untuk mewujudkan dunia yang semakin adil dan bermartabat. Dengan demikian, kasus-kasus kekerasan yang mencoreng sejarah kemanusiaan segera bisa dihentikan dan diselesaikan dengan baik. Wallahu A’lam Bisshawab.

Oleh: Umdah El Baroroh, Pendamping Santri Mansajul Ulum.

 

Tulis Komentar
Artikel ini telah dibaca 11 kali

Baca Lainnya

Bayang-Bayang Feodalisme dalam Sistem Pendidikan Indonesia

6 September 2024 - 12:23 WIB

Maqashid Syari’ah: Landasan Pesantren dalam merumuskan Konsep Fikih Digital 

23 Agustus 2024 - 13:38 WIB

Santri Era Society 5.0 Melek Digital Mapan Spiritual

9 Agustus 2024 - 17:03 WIB

Strategi Cemerlang Sultan Al-Fatih dalam Penaklukan Konstantinopel

26 Juli 2024 - 12:25 WIB

Keistimewaan Ilmu Nahwu

12 Juli 2024 - 19:19 WIB

Melestarikan Dakwah Islam Rahmatan Lil Alamin Era Modern Melalui Tulisan

28 Juni 2024 - 07:24 WIB

Trending di Kolom Jum'at