KOLOM JUM’AT LXXV
Jum’at, 05 Mei 2023
Menjadi pemeluk agama minoritas, seperti Islam, di Inggris adalah suatu hal yang menantang. Di Indonesia setiap jengkal dapat kita temukan masjid ataupun musholla. Di sini kita hanya dapat menghitungnya dengan jari. Di kota kecil yang saya tinggali, Lancaster, sejauh yang saya tahu hanya ada satu masjid dan dua tempat salat di dalam kampus. Begitupun gema adzan pertanda buka atau tarhim saat sahur tidak pernah terdengar luas. Hanya ada adzan menggunakan speaker dalam tempat salat yang berkumandang sebelum berbuka waktu maghrib.
Namun hal-hal tersebut tidaklah menyurutkan semangat para muslim di sini untuk memeriahkan bulan Ramadan yang hanya ada sekali dalam setahun. Sebagai orang yang baru tinggal pertama kali di luar negeri, hari-hari saya menjelang Ramadan dipenuhi kehawatiran. Khawatir tentang perbedaan suasana dengan Indonesia, khawatir tidak dapat menemukan tempat tarawih, khawatir akan beratnya puasa di musim semi yang waktu siangnya lebih panjang.
Namun, hal yang saya temukan di lapangan justru berbanding terbalik dengan pikiran-pikiran negatif saya di awal. Pihak Islamic Society kampus justru mengadakan buka bersama (bukber) di hari pertama puasa dan semua orang diperkenankan datang. Banyak orang yang datang, termasuk non muslim. Bahkan bukber ini tidak hanya berlangsung di awal Ramadan saja, tetapi setiap maghrib sampai lebaran tiba. Mereka mengumpulkan donasi kemudian menyalurkannya dengan menghidangkan makanan menu Timur Tengah dan India serta berbagai jus yang siap dinikmati. Banyak di antara kami yang berinisiatif membuat takjil untuk dibagikan ke teman muslim berbagai negara. Di situ saya bisa menemukan pakora, samosa, tart nanas, apem balik, bakwan jagung, seviyan kheer, dan berbagai jajanan tersaji
Ied Mubarak
Tidak seperti Indonesia yang memiliki Kementrian Agama sebagai otoritas penyelenggara sidang isbat dalam penentuan hari raya Idul Fitri, Inggris tidaklah punya. Pemerintah di sini melalui situs resminya hanya memberikan gambaran tentang muncul dan tidaknya hilal (bulan sabit) di hari-hari akhir Ramadan. Karena tidak ada otoritas yang menaungi, Idul Fitri di sini terbagi menjadi dua dan diserahkan pada pilihan masing-masing muslim. Muslim yang merayakan Jumat, 21 April 2023 berpatokan pada pemerintah Arab Saudi yang sudah melakukan rukyatul hilal terlebih dahulu dan melihat bulan sabit atau mengikuti himbauan masjid-masjid lokal yang mengacu pada Arab Saudi. Sementara yang merayakan Sabtu, 22 April 2023 mengikuti Maroko sebagai negara Islam terdekat dari Inggris atau komunitas lokal rukyatul hilal di berbagai wilayah Inggris yang melaporkan bahwa hilal tidak terlihat saat Kamis malam.
Di Indonesia merayakan lebaran baik sebelum atau hari H sama dengan pemerintah, suasananya tetaplah meriah dan penuh sukaria. Namun di kota tempat saya tinggal, muslim lebih banyak merayakan hari raya pada hari Jumat, dan hanya segelintir yang memilih Sabtu termasuk saya sehingga suasannaya lebih senyap. Namun, hal ini justru banyak mengajari saya sebagai minoritas untuk lebih bertoleransi. Saya menyempatkan hadir di tengah-tengah perayaan teman-teman muslim internasional dan Indonesia pada hari Jumat walaupun sedang dalam keadaan berpuasa. Hal ini mungkin tidak akan saya lakukan saat saya di Indonesia karena terbiasa dengan pola perayaan lebaran masing-masing golongan. Begitupun ketika Sabtu, ada beberapa teman yang sengaja datang ke musholla kampus untuk menemani saya dan mengirim pesan-pesan ucapan selamat lebaran. Lebaran Idul Fitiri kali ini di negara rantauan benar-benar memberi saya banyak pelajaran.
Terlepas dari perbedaan kita merayakan hari raya di sini, semua muslim bersuka cita menyambut hari kemenangan. Di banyak kota di Inggris, termasuk Lancaster, para muslim dapat menemukan festival lebaran atau biasa disebut Eid Al-Fitr Celebration. Para pengunjung biasanya membayar tiket terlebih dahulu untuk memasuki tempat festival dan dapat menemukan banyak pedagang yang menjajakan berbagai makanan halal, termausk cemilan-cemilan dari berbagai negara. Bukan hanya untuk orang dewasa tapi acara ini juga sangat menyenangkan untuk anak-anak kecil. Sementara jika kita mengunjungi kota besar seperti London, perayaan ini biasanya lebih meriah dan berlangsung selama beberapa hari, berbeda dengan Lancaster yang hanya sehari. Mereka menyebutkan sebagai Eid Festival London yang akan berlangsung dari 29 April sampai 1 Mei 2023. Bukan hanya makanan halal yang dapat ditemukan di sini, tapi para muslim juga dapat menemukan berbagai parfum, aksesoris, galeri seni Islami, praktik memasak, bahkan kios-kios untuk melukis tangan (henna) dan wajah. Tidak ketinggalan, para muslim dapat menjumpai kelas kecantikan, penampilan para seniman serta peragaan busana muslim dalam festival ini. Tentu ini dapat menjadi pengalaman yang tidak terlupakan bagi para muslim yang menjadi minoritas di negeri Raja Charles III ini.
Walaupun tidak mudah menjalankan puasa dengan durasi yang lebih panjang, tidak ada takbir yang bergema, dan suasananya sangat berbeda dari negara asal, para muslim tetap berbahagia dan saling merangkul. Kami seperti memiliki keluarga kembali, diberikan kesempatan berkumpul, halal bi halal, dan tentunya diberi umur panjang oleh Allah swt. sampai bertemu dengan Ramadan dan Idul Fitri tahun ini di tanah rantauan. Sebagai seorang muslim, momen ini tentulah sangat berharga dan patut saya syukuri karena keluarga saya kini bukan hanya para muslim Indonesia, tetapi juga para muslim internasional. Masih segar di ingatan ketika salah satu teman dari Pakistan menemani saya di musholla dan melihat saya menangis saat kami berbincang, saya kemudian langsung dipeluknya. Saya bilang bahwa saya rindu dengan keluarga saya. Kemudian dia menjawab kurang lebih seperti ini “Kamu tadi dengar enggak cerita Imam soal dia yang pindah ke agama Islam? Kita bisa membayangkan bagaimana dia sendirian dan tidak bisa merayakan hari istimewa ini bersama keluarganya. Sementara kita sebagai muslim, kita masih punya keluarga di rumah yang mana kita bisa merayakannya lebaran bersama mereka.” Air mata saya makin tumpah setelah mendengarnya karena sama sekali hal itu tak terpikirkan oleh saya sebelumnya. Saya jadi belajar untuk makin bersyukur punya keluarga muslim yang mana saya bisa berbagi kemeriahan lebaran, baik keluarga secara biologis maupun ideologis.
Sebagai kesimpulan, merayakan Ramadan dan Idul Fitri di negeri ini bagi kaum minoritas adalah sebuah tantangan, akan tetapi Allah swt. justru membuka berbagai jalan untuk menemukan makna ‘keluarga’ lebih luas. Sebagaimana dawuh-nya Imam Syafi’i tentang merantau bahwa:
سَافِرْ تَجِدْ عِوَضاً عَمَّنْ تُفَارِقُهُ # وَانْصَبْ فَإنَّ لَذِيذَ الْعَيْشِ فِي النَّصَبِ
“Kau akan mendapat pengganti dari orang-orang yang engkau tinggalkan. Berlelah-lelahlah, manisnya hidup terasa setelah lelah berjuang.”
Jadi yakinlah, insya Allah di manapun berada Allah swt. akan menyiapkan pengganti keluarga yang kita tinggalkan di kampung untuk menuntut ilmu, termasuk menemani dan merangkul kita dalam menyemarakkan puasa dan lebaran di negeri orang.
Selamat merayakan lebaran untuk umat Islam di manapun berada!
Taqabbalallahu minna wa minkum, taqabbal Ya Karim
Lancaster, 22 April 2023
Oleh: Dhorifah Najib, Alumni Mansajul Ulum Tahun 2012.