Menu

Mode Gelap

Kolom Jum'at · 9 Agu 2024 17:03 WIB ·

Santri Era Society 5.0 Melek Digital Mapan Spiritual


 Sumber: id.pinterest.com. Perbesar

Sumber: id.pinterest.com.

KOLOM JUM’AT CIV
Jum’at, 8 Agustus 2024

Saya langsung tertarik saat pertama kali mengetahui tema Aktualisasi Fiqih dalam Menghadapi Era Society 5.0”, karena setelah mencari tahu dengan mengumpulkan data-data terdapat beberapa korelasi antara topik ini dengan diri saya sendiri. Hal ini semakin membuat saya tertantang untuk menulis. Jadi, sebagai seorang santri saya akan menuliskan tentang prinsip hidup Islam atau fiqih di era society baru 5.0.

Sebelumnya kita harus paham dahulu tentang perkembangan era society dan apa itu era society. Kita sekarang berada di masa pergantian antara era society 4.0 dan 5.0. Era society 4.0 memperkenalkan manusia kepada gadget seperti handphone atau laptop yang membantu mempermudah kehidupan manusia di tiga era society sebelumnya, dimana manusia selalu mengembangkan hal-hal dan alat-alat yang bisa mempermudah kehidupan mereka. Jadi, era society adalah cara manusia menghitung era dimana mereka menemukan hal-hal atau alat-alat yang mempermudah dan mengubah hidup mereka seperti pertanian di era society 2.0.

Sekarang di era society 5.0 era dimana penggunaan internet menjadi tak terbatas (Internet of Things/IOT) manusia menemukan berbagai teknologi seperti Drone-Sensor, Robot, dan yang paling popular menjadi trend adalah AI atau Artificial Intellegence yang jika diartikan ke bahasa Indonesia kita menyebutnya dengan kecerdasan buatan. Berdasarkan dicoding.com kecerdasan buatan atau Artificial Intelligence (AI) adalah simulasi dari kecerdasan yang dimiliki oleh manusia yang dimodelkan di dalam mesin dan diprogram agar bisa berpikir seperti halnya manusia. Sedangkan menurut Mc Leod dan Schell, kecerdasan buatan adalah aktivitas penyediaan mesin seperti komputer dengan kemampuan untuk menampilkan perilaku yang dianggap sama cerdasnya dengan manusia jika kemampuan tersebut ditampilkan oleh manusia. Dengan deskripsi AI di atas kita bisa tahu jika di era society 5.0 nanti kita tidak perlu berpikir sebanyak di era society sebelumnya karena adanya bantuan dari kecerdasan buatan atau AI.

Hal ini nantinya akan sangat berpengaruh pada kehidupan kita. Selain memberikan berbagai dampak positif dan kemudahan, tidak dapat dipungkiri revolusi sosiety 5.0 juga memberikan pengaruh salah satunya dalam urusan fiqih. Kira-kira bagaimanakah pengaktualisasian fiqih di era society baru 5.0 ini dengan bantuan AI dalam kehidupan sehari hari dari sudut pandang saya seorang santri?

Al-Qur’an tidak mengalami perubahan meskipun kehidupan dunia mengalami berbagai perkembangan zaman, tetapi isinya masih relevan bagi umat manusia, bahkan telah menjadi sumber inspirasi untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Di era society 4.0 permasalahan fiqih masih bisa teratasi bahkan dengan adanya beberapa teknologi baru, sosial media dan hal-hal yang sudah serba online. Salah satu contoh masalah fiqih yang sudah teratasi di era 4.0 ini adalah penggunaan teknologi dalam bidang keuangan seperti e-commerce dan investasi sudah harus memperhatikan prinsip-prinsip syariah agar tidak melanggar hukum Islam, seperti riba dalam hukum hutang piutang.

Society 5.0 menitik beratkan kepada pengintegrasian teknologi canggih seperti AI, IoT, serta teknologi robot dengan keahlian dan daya inovasi manusia. Hendra F (2023), menyatakan bahwa manfaat yang dirasakan dari society 5.0 diprediksi tidak hanya sekadar peningkatan produktivitas dan pengurangan biaya saja. Contoh society 5.0 dalam bidang pendidikan, pelajar dan guru bisa memanfaatkan AI (Artificial Intelligence) yang memberikan banyak kemudahan, kecepatan, dan kekreatifan dalam proses pembelajaran. Bahkan di negara asal society 5.0, yaitu Jepang, sudah menggunakan robot yang dirancang khusus untuk menggantikan guru atau dikendalikan oleh guru dari jarak jauh.

Tapi dari sini kita juga akan menemukan masalah baru setelah datangnya era society 5.0 dan yang paling menonjol adalah bagaimana agar akhlak dan kepribadian manusia tetap sesuai syariat dan ajaran Al Qur’an. Banyaknya peran teknologi yang no-sense (tak berperasaan) akan mempengaruhi cara pandang dan cara hidup manusia yang cenderung melupakan nilai-nilai kebaikan. Kebiasaan sikap yang ingin serba praktis tanpa melalui proses panjang akibat dimanjakan oleh teknologi akan semakin nampak pada diri manusia. Dalam dunia pendidikan, misalnya penghormatan tehadap guru akan menurun karena sang guru sudah tidak sehebat google lagi.

Di sinilah peran kita sebagai santri diuji untuk terus menjaga zaman ini tetap maju, berpendidikan, dan tetap menjaga nilai-nilai akhlakul karimah. Karena apalah arti orang yang berilmu tanpa akhlak. Seperti pepatah arab yang mengatakan al adabu fauqol ilmi yang berarti adab lebih tinggi dari pada ilmu. Dari sini kita bisa tahu salah satu solusi dari masalah ini itu kita harus beradab dulu baru berilmu menghormati guru dan siapapun yang membagi ilmunya kepada kita. Perubahan diri bukanlah dari orang lain tetapi dari diri kita sendiri. Pesantren hanya membantu dengan mengajarkan tawadu’ atau penghormtan pada guru agar kita sadar dan merubah diri kita sendiri untuk menjaga adab dan nilai-nilai akhlakul karimah di era society 5.0.

Ada juga permasalahan kehidupan sehari-hari di era baru ini, di antaranya adalah penggunaan aplikasi untuk menghitung waktu sholat atau membaca Al-Quran digital. Hal-hal ini membutuhkan pemahaman tentang hukum-hukum syariat terkait penggunaan teknologi dalam ibadah. Pengguna harus jeli dan yakin dengan sumber atau pembuat AI harus dari tokoh IT Islam yang terpercaya. Untuk itu sebagai santri kita juga harus melek digital, kreatif, dan inovatif agar tidak hanya sebagai pengguna AI.

Santri juga harus bisa menciptakannya dalam rangka syiar agama Islam. Sebagai santri yang belajar di pesantren, tentunya kita sudah paham dengan syariat-syariat Islam. Jadi kita hanya perlu untuk belajar ilmu robotika, IoT, dan AI. Hal ini diharapkan agar bisa mewujudkan keyakinan pada orang-orang pengguna AI, bahwa jawaban pertanyaan mereka soal hukum-hukum Islam khususnya fiqih akan terjawab sesuai syariat Islam karena pembuat AI tersebut adalah santri yang melek digital, inovatif, kreatif, dan berbekal ilmu pesantren

Masalah lain juga timbul pada AI karena beberapa orang di era society 5.0 sekarang mereka lebih memilih bertanya pada AI seperti chat GPT jika mereka mendapat masalah, meskipun masalah tersebut bersangkutan dengan agama. Jadi, sebenarnya apakah jawaban yang diberikan oleh AI seperti chat GPT bisa diterima atau dengan kata lain benar dan bisa dipercaya? Jawabannya antara iya dan tidak. Bisa dikatakan sebagai “Pembantu” kata Ustadz Sarwat dalam tausiahnya di Majelis Telkomsel Taqwa. Tapi AI tentu tidak bisa menjadi rujukan utama karena sumbernya yang kurang kuat.

Pada situasi seperti inilah keutamaan menjadi santri yang memiliki guru, berpedoman ‘Nderek Yai’ dan rutin menekuni diskursus keagamaan yang sangat kental dengan kajian kitab kuning. Santri juga terbiasa dituntut untuk mempunyai daya intelektual yang luas dan bisa menghubungkan antara kehidupan dunia dan akhirat. Kita tidak bisa menghentikan perubahan, di Era society 5.0 ini, manusia dituntut untuk berubah atau punah ditelan perubahan. Pendapat saya sebagai santri, beberapa cara yang dapat dilakukan dunia pendidikan utamanya pesantren untuk mempersiapkan masyarakat 5.0 di antaranya:

Pertama, meningkatan konektivitas dan akses internet. Santri diberi dan dipercaya memiliki jam khusus untuk mengakses internet di luar jadwal ta’lim dan kegiatan kesantrian pokok. Tentu masih di bawah pengawaasan guru atau musyrif/ah. Santri bisa belajar atau bahkan diajari satu hal bernama IoT (Internet of Things). IoT adalah segala hal yang terhubung menjadi satu dalam satu perangkat, sistem, atau aplikasi sehingga kita bisa mendapat informasi secepat mungkin. Jika santri bisa membuat perangkat IoT mereka sendiri, ini akan sangat membantu masyarakat muslim yang membutuhkan, penunjuk waktu sholat contohnya. Hal ini bisa sangat membantu masyarakat yang sulit menentukan waktu sholat saat bepergian. Efek baik lainnya dari solusi pertama ini adalah santri tidak akan ketinggalan zaman, menjadi “Kudet”atau kurang update, dan yang terburuk santri bisa saja jadi “Gaptek” gagap teknologi yang cara menyalakan hp pun belum bisa.

Kedua, perbanyak ektrakulikuler yang berkaitan dengan peningkatan kompetensi teknologi seperti robotik, CODING, strategi teknologi informasi, atau pemanfaatan sosial media yang kreatif dan inovatif. Sehingga nantinya mampu meningkatkan potensi santri tidak hanya sebagai pengguna bahkan bisa menciptakan produk AI. Santri juga bisa membuat konten media sosial yang kreatif, inovatif, serta mendididk yang menarik untuk dilihat dan diikuti orang-orang yang menontonnya. Seperti memposting kehidupan santri sehari-hari di pondok yang beradab dan tetap menjaga nilai-nilai akhlakul karimah namun tetap asyik dan menyenangkan untuk dijalani.

Ketiga, mereka yang bertugas sebagai guru harus memiliki literasi digital, kemampuan berpikir kreatif, dan lebih imajinatif nan aktif di dalam kelas. Istilahnya mengikuti perkembangan Zaman.

Keempat, penerapan Artificial Intelligence (AI) dalam pendidikan untuk mendeteksi dan memprioritaskan kebutuhan belajar siswa. Dengan teknologi pembelajaran mesin yang dibangun dalam kecerdasan buatan, identifikasi kebutuhan siswa akan lebih cepat.

Dengan cara dan usaha di atas, dapat memungkinkan santri akan mampu menjadi pribadi yang kompetitif, fleksibel, dan kontekstual. Prinsip mempertahankan nilai-nilai lama yang baik serta memasukkan nilai-nilai baru yang lebih baik selalu menjadi pemandu santri, sehingga santri terus melakukan inovasi dan kreativitas di era yang semakin berkembang ini. Dengan demikian, solusi dalam menghadapi tantangan era society 5.0 adalah menjadi santri yang kuat mental melek digital dan mapan spiritual.

Oleh: Naufal Arzaq, salah satu peserta nominator terbaik ke-10 Festival Literasi Santri 2023 yang diadakan oleh Pesantren Mansajul Ulum.

Tulis Komentar
Artikel ini telah dibaca 101 kali

Baca Lainnya

Bayang-Bayang Feodalisme dalam Sistem Pendidikan Indonesia

6 September 2024 - 12:23 WIB

Maqashid Syari’ah: Landasan Pesantren dalam merumuskan Konsep Fikih Digital 

23 Agustus 2024 - 13:38 WIB

Strategi Cemerlang Sultan Al-Fatih dalam Penaklukan Konstantinopel

26 Juli 2024 - 12:25 WIB

Keistimewaan Ilmu Nahwu

12 Juli 2024 - 19:19 WIB

Melestarikan Dakwah Islam Rahmatan Lil Alamin Era Modern Melalui Tulisan

28 Juni 2024 - 07:24 WIB

Hikmah Hari Raya Idul Adha

14 Juni 2024 - 08:06 WIB

Trending di Kolom Jum'at