Menu

Mode Gelap

Kolom Jum'at · 28 Mar 2025 15:54 WIB ·

Tantangan Santri dalam Menghadapi Era Society 5.0


 Tantangan Santri dalam Menghadapi Era Society 5.0 Perbesar

KOLOM JUM’AT CXX
Jum’at, 28 Maret 2025

Indonesia merupakan negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia. Berdasarkan data, sekitar 87% dari total penduduk Indonesia beragama Islam. Sejalan dengan itu, pesantren menjadi lembaga pendidikan yang banyak didirikan di berbagai daerah sebagai sarana membentuk karakter berakhlakul karimah serta memperdalam ilmu agama.

Pesantren memiliki tujuan utama, yaitu tafaqquh fi al-din, yakni mendalami ilmu agama dan membentuk pribadi yang beriman serta bertakwa kepada Allah SWT. Selain memberikan pendidikan formal, pesantren juga menanamkan nilai-nilai moral dan disiplin tinggi kepada para santrinya. Namun, perkembangan zaman yang begitu pesat, terutama di era Society 5.0, membawa tantangan tersendiri bagi para santri, baik selama berada di lingkungan pesantren maupun setelah mereka kembali ke masyarakat.

Dampak Era Society 5.0 terhadap Santri

Era Society 5.0 ditandai dengan integrasi teknologi dalam berbagai aspek kehidupan. Perubahan ini dapat membawa pengaruh positif maupun negatif, tergantung bagaimana individu meresponsnya. Tidak sedikit alumni pesantren yang mengalami pergeseran perilaku setelah kembali ke lingkungan asalnya, terutama akibat perbedaan budaya dan lemahnya kontrol diri.

Berdasarkan sebuah penelitian di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, ditemukan bahwa banyak alumni pesantren mengalami penurunan praktik keagamaan setelah keluar dari lingkungan pesantren. Salah seorang alumni mengungkapkan bahwa setelah lulus, ia merasa lebih bebas dan tidak lagi terikat dengan aturan ketat yang sebelumnya diterapkan di pesantren. Bahkan, ia sempat melepas jilbab karena merasa tidak ada yang mengingatkan atau menegur seperti saat di pesantren.

Pendapat serupa juga disampaikan oleh alumni lain yang merasakan bahwa lingkungan keluarga dan teman sangat berpengaruh terhadap perubahan perilaku keagamaannya. Ketika di pesantren, ketertiban dalam ibadah dijaga dengan adanya sanksi bagi yang lalai. Namun, setelah kembali ke rumah, kebiasaan ini tidak lagi terjaga karena tidak ada sistem yang mengontrolnya.

Hal ini juga diperkuat oleh pengamatan seorang mahasiswa di Jember yang melihat bahwa banyak alumni pesantren mulai terpengaruh oleh pergaulan bebas, seperti berinteraksi tanpa batas dengan lawan jenis. Fenomena seperti ini menunjukkan bahwa lingkungan dan teman memiliki peran besar dalam membentuk pola hidup seseorang, baik secara positif maupun negatif.

Urgensi Aktualisasi Ilmu Fikih dalam Era Modern

Perubahan sosial yang terjadi di era modern menuntut adanya aktualisasi ilmu fikih dalam kehidupan sehari-hari. Teknologi berkembang pesat, tetapi pemahaman terhadap nilai-nilai agama masih belum merata. Misalnya, masih banyak Muslim yang memahami teori fikih, tetapi belum mampu menerapkannya dengan baik dalam kehidupan nyata, seperti dalam hal bersuci atau menjalankan ibadah tertentu yang jarang dilakukan, seperti salat gerhana.

Oleh karena itu, peran santri dan alumni pesantren sangat diperlukan dalam membimbing masyarakat agar lebih memahami ajaran Islam secara komprehensif. Beberapa pesantren telah menerapkan sistem pengabdian masyarakat, di mana santri yang telah menyelesaikan pendidikan diniyyah dikirim ke daerah-daerah yang membutuhkan pembinaan keagamaan. Program seperti ini sangat membantu masyarakat yang masih kurang memahami aspek-aspek penting dalam ibadah.

Selain itu, para santri juga aktif dalam kegiatan seperti bahtsul masail (diskusi keagamaan antar-pesantren) dan kajian mingguan yang membahas problematika umat. Melalui media sosial, bakti sosial, serta sosialisasi ke desa-desa, dakwah terus dikembangkan agar ajaran Islam tetap dapat menjangkau seluruh lapisan masyarakat.

Menjaga Eksistensi Santri dalam Era Modern

Untuk menjaga peran santri dalam era Society 5.0, diperlukan upaya yang lebih sistematis dan berkelanjutan. Salah satu langkah yang dapat dilakukan adalah membentuk lingkungan yang sehat dan agamis dengan saling mengingatkan serta memberikan teladan yang baik. Jika ada alumni pesantren yang mengalami penurunan dalam praktik keagamaannya, maka tugas kita adalah merangkul dan mengajaknya kembali ke jalan yang benar.

Selain itu, pengembangan ilmu fikih harus terus dilakukan dengan pendekatan metodologi yang lebih relevan dengan zaman. Paradigma fikih yang selama ini cenderung statis perlu dikembangkan agar lebih aplikatif dalam kehidupan modern. Dengan demikian, umat Islam tidak hanya sekadar mengikuti fatwa masa lalu, tetapi juga mampu memahami dan menerapkan hukum Islam dalam konteks yang lebih luas dan dinamis.

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa, Era Society 5.0 membawa banyak tantangan bagi para santri dan alumni pesantren. Pengaruh lingkungan, teknologi, dan pergaulan dapat mempengaruhi keteguhan iman seseorang. Oleh karena itu, diperlukan peran aktif santri dalam membangun kesadaran masyarakat terhadap pentingnya pemahaman agama yang benar. Dengan sinergi antara pesantren, masyarakat, dan para alumni, nilai-nilai Islam dapat tetap terjaga dan relevan dalam menghadapi tantangan zaman. Wallahu ‘alam.

Penulis: Muklina Faizah, salah satu peserta nominator terbaik ke-12 Festival Literasi Santri 2023 yang diadakan oleh Pesantren Mansajul Ulum.

 

 

Tulis Komentar
Artikel ini telah dibaca 44 kali

Baca Lainnya

Regulasi Fiqih dalam Transaksi Uang Kripto

9 Mei 2025 - 16:31 WIB

Tradisi Jabat Tangan, Bagaimana Menurut Syari’at?

25 April 2025 - 11:13 WIB

Tradisi Ketupat: Sejarah dan Makna Filosofis

11 April 2025 - 14:55 WIB

Brain Rot: Problem Baru di Era Digitalisasi

14 Maret 2025 - 18:22 WIB

Bahayanya Khitan Perempuan

28 Februari 2025 - 18:00 WIB

Tantangan Santri Menjadi Mahasiswa di Perguruan Tinggi

14 Februari 2025 - 17:21 WIB

Trending di Kolom Jum'at