Pagi harinya di pesantren Darl Talamidz. Seorang santri nampak begitu bahagia melihat poster barunya yang baru ia beli tadi malam. Poster itu bergambar seorang ilmuwan Jerman, penemu teori relativitas, yakni Albert Einsten. Ia memasang poster itu di kamarnya sendiri. Karena di situlah tempat yang paling estetik menurutnya. Dirinya terus memandang poster Einsten dengan diselimuti rasa kekaguman yang memuncak. Ia jadi memiliki rasa semangat baru untuk menggapai impianya, yaitu belajar di salah satu universitas terpopuler di dunia seperti Oxford, Cambridge atau Harvard university. Tempat-tempat dimana dulu ilmuwan-ilmuwan hebat pernah belajar disana.
“Hasan!” Tiba-tiba dirinya mendengar namanya dipanggil. Ia pun membalikkan tubuh dan melihat seseorang yang berdiri di disamping pintu kamar.
“Kamu dipanggil keamanan di kamar tiga.” Sambungnya.
Mendengar informasi barusan tiba-tiba tubuh Hasan merasakan firasat yang tidak mengenakan baginya. Walaupun begitu Hasan tetap harus memenuhi panggilan pengurus untuknya.
Ruang interogasi keamanan telah dipersiapkan. Di dalam sana terdapat Hasan yang sedang duduk ketakutan. Karena tatapan para pengurus keamanan yang nampak menunjukan kesan intimidasi padanya. Tak lama kemudian salah satu anggota keamanan, Kang Nadjib, mulai menanyainya. “Kamu tadi malam pergi ke toko tua yang ada di jalan Pecinan itu ya, San?”
“Iya, Kang.”
“Sama siapa?”
“Sendirian.” Jawab Hasan singkat.
Dan entah mengapa Kang Usman nampak begitu tak puas mendengar jawaban Hasan barusan. Karena jawaban itu tidak sesuai dengan bukti-bukti yang telah dikumpulkan oleh keamanan, atau pada intinya Hasan telah berbohong. Meskipun tadi malam Kang Usman tidak dapat menangkap basah karena keterlambatanya dalam memecahkan kode Anagram. Tetapi mereka sempat meminta video cctv pada penjaga toko tersebut. Dan disitu memperlihatkan Hasan tengah ditemani oleh seseorang. Setelah itu tanpa lama-lama Faruq pun menunjukan bukti-bukti seperti surat Anagram dan video CCTV itu pada Hasan.
Setelah melihat video itu seketika mulut Hasan terasa seperti orang bisu yang tak dapat berbicara apa-apa. Kebohonganya telah terungkap dengan jelas. Kemudian nampak setetes air mata mengaliri wajah Hasan karena dirinya yang merasa telah dipojokan. Setelah itu ia pun memutuskan untuk berbicara apa adanya dengan jujur.
“Sebenarnya perempuan itu adalah sepupuku.”
“Tapi kamu tahu kan kalau sepupu itu tidaklah mahram bagimu. Lalu mengapa kamu membiarkan dirimu dipeluk olehnya?” Bentak Nadjib yang menyela pembicaraan.
“Sebenarnya dia bukan hanya sekedar sepupu bagiku, karena sejak kecil kedua orang tuanya telah meninggal dan ia pun pernah menyusu pada ibuku. Jadi bisa dikatakan kami adalah saudara Rodho’ dan itu sama mahramnya dengan kakak-adik sekandung.” Ucap Hasan dengan suara terbata-bata karena tangisnya yang belum usai.
Mendengar penjelasan tersebut kali ini mulut para keamananlah yang diam seribu kata karena kesalahpahaman yang telah terjadi. Agar tidak ada kesalahpahaman lagi, Hasan pun menceritakan alasan yang terjadi ketika ia sempat memeluk saudaranya itu.
“Perempuan itu bernama Shofia. Sejak kecil dia adalah gadis yang fanatik terhadap sains dan IPTEK [ilmu pengetahuan dan teknologi]. Karena itulah kalimat-kalimat Anagram yang ia buat merujuk pada ilmuwan-ilmuwan seperti Leonardo Da Vinci dan Isaac Newton. Karena kegigihannya dalam belajar, hingga akhirnya ia mendapatkan beasiswa dari LPDP untuk melanjutkan pendidikanya ke Skotlandia di University of Edinburg. Dari situ lambat laun ia mulai terdoktrin dengan pemahaman-pemahaman orang Barat yang cukup ekstrim.”
“Hingga singkat cerita ia pernah mengatakan padaku tentang hal yang tidak pernah ku sangka. Ia berkeyakinan bahwa peran Tuhan telah digantikan oleh sains dan Iptek. Shofia beranggapan seperti itu karena dulu manusia memuja Tuhan atau para dewa karena mereka mengharapkan kesuburan [hujan] dari Sang Maha Kuasa. Namun di zaman modern sekarang manusia dapat membuat hujan sendiri melalui perkembangan sains dan ilmu pengetahuan, Bahkan manusia sekarang dapat menerbangkan Neil Amstrong ke bulan tanpa harus merengek-rengek kepada Tuhan. Pada intinya hampir semua permasalahan manusia telah tertangani melalui perkembangan sains dan Iptek. Dan yang lebih kutakutkan lagi adalah ketidakpercayaanya terhadap agama.”
“ Namun saat pertemuanku denganya tadi malam, ia telah berubah. Ia bercerita ketika di Edinburg ia bermimpi bertemu dengan ibu kandungnya, setelah itu ia bilang padaku kalau ia salah dan ingin bertaubat kembali. Mendengar hal itu, aku sangat bahagia dan sontak aku pun memeluk Shofia. Aku melakukan hal tersebut bukan karena nafsu atau apapun, melainkan atas kebahagiaan saudaraku yang kembali ke jalan yang benar.” Jelas Hasan sambil mengusap air matanya yang hendak menetes lagi.
Setelah mendengarkan informasi yang sebenarnya, akhirnya para pengurus pun mengakui kesalahanya dan meminta maaf kepada Hasan atas kesalahpahaman dalam menjalankan tugas. Sampai pada akhirnya mereka semua pun keluar dari ruangan persidangan dan pergi melakukan aktivitas sehari-hari mereka seperti biasa.
Karya: Ahmad Ainun Niam, Santri Mansajul Ulum.