Di keheningan malam, waktu semua orang terlelap dalam tidurnya, seorang pemuda bersimpuh dalam sujudnya sembari menangis memohon ampunan kepada Rabbnya. Ia tak henti-hentinya berucap istighfar sembari menyesali semua perbuatan yang telah diperbuatnya.
Pemuda tersebut bernama Ali. Ia adalah salah seorang mahasiswa Universiteit Leiden Belanda. Malam ini bertepatan dengan malam ketujuh belas di bulan Ramadhan. Ali sangat bersemangat dalam beribadah karena bulan mulia ini hampir meninggalkannya. Setelah munajatnya selesai ia langsung bergegas menyiapkan makanan untuk sahurnya nanti. Di perumahan Rapenburg ia tinggal dengan beberapa mahasiswa yang berbeda agama dengannya semua.
Hidup sebagai seorang muslim di Belanda yang minoritas pemeluk Islam memang harus butuh kesabaran dan ketabahan dalam menjalankan semua syariat agama Islam. Di sini begitu sunyi lantunan suara adzan dari masjid. Tidak seperti halnya di Indonesia yang setiap saat bisa menikmati indahnya lantunan panggilan sholat. Waktu berpuasa juga jauh lebih lama dibandingkan dengan yang ada di Indonesia.
Waktu mentari tengah naik seujung tombak, Ali bergegas tuk berangkat kuliah ke kampus yang letaknya lumayan jauh dari tempat tinggalnya. Ia berangkat dengan menggunakan sepeda klasiknya yang ia kayuh dari apartemen sampai ke kampus. Waktu ia tengah asyik membaca sebuah buku di bangkunya, tiba-tiba seseorang berambut pirang datang menghampiri lalu duduk di sampingnya.
“Ali, ayo makan dulu ke kantin. Aku yakin kamu belum makan kan? Tadi aku sengaja menunggu kamu di sana.” ucap Nico salah seorang mahasiswa yang satu jurusan dengannya.
“Maaf, Nico. Kebetulan aku tidak bisa ikut karena sedang puasa.” Ali mengeluarkan senyum manisnya pada Nico.
“Dari beberapa minggu yang lalu aku perhatikan perilakumu berubah drastis, Li. Apa yang membuatmu berubah sampai seperti ini?” Nico mengangkat kedua alisnya memberikan isyarat rasa penasaran.
“Aku sekarang sadar, Nico. Karena dulu aku banyak sekali melakukan kesalahan dengan melanggar ajaran agama yang kuanut. Di bulan suci ini aku ingin memperbaiki itu semua.”
“Jujur sejak kamu berubah, aku jadi penasaran dengan semua yang kamu lakukan. Aku terus-menerus memperhatikan semua hal yang kamu perbuat. Sebenarnya sudah lama aku penasaran dengan agama yang kamu anut. Ali, aku mohon perkenalkanlah dengan agama yang kamu anut dong.”
“Jika kamu bertanya padaku, maka mohon maaf aku tidak bisa menjawabnya banyak, Nico. Tapi jika kamu memang benar-benar ingin mengenal Islam, besok kamu bisa ikut aku ke Masjid Euro Muslim. Nanti kamu bisa bertanya kepada ustadz yang ada di sana tentang Islam. Tapi ingat satu hal, Nico, jika kamu ingin benar-benar mengenal Islam. Maka lakukanlah dengan serius, aku harap kamu tidak bermain-main dalam hal ini.”
***
Keesokan harinya, Nico ikut Ali ke Masjid Euro Muslim waktu bayangan telah melebihi dengan bendanya. Ali menjelaskan sedikit tentang Masjid Euro Muslim, bahwa masjid ini didirikan oleh sekelompok orang-orang muslim yang ada di Belanda. Masjid ini belum lama didirikan. Baru sekitar 4 tahun yang lalu masjid ini berdiri dengan gagahnya.
“Nico, ini namanya ustadz Hamdan. Salah satu pengajar yang ada di sini. Beliau bisa menjelaskan kepadamu tentang agama Islam.”
Ali pun memperkenalkan Nico kepada ustadz Hamdan setelah pengajian sore usai.
“Nico, perkenalkanlah namaku Hamdan. Jadi, apa yang ingin kamu ketahui tentang Islam?” tanya ustadz Hamdan.
“Jadi begini, Ustadz..” Nico mulai bertanya banyak hal kepada ustadz Hamdan, ustadz Hamdan pun sangat lancar menjelaskan secara panjang lebar tentang semua pertanyaan dari Nico.
Saking begitu asyiknya berbincang-bincang tentang Islam, tak terasa tiba-tiba mentari pun ingin pamit meninggalkan cakrawala. Setelah mendengar lantunan adzan, ustadz Hamdan mengajak mereka untuk makan bersama. Nico dan Ali pun akhirnya juga pamit meninggalkan ustadz Hamdan setelah Ali selesai melaksanakan sholat tarawih.
“Ali, aku besok ingin mencoba ikut berpuasa sepertimu. Tadi ustadz Hamdan menjelaskan bahwa banyak sekali hikmah yang dapat kita petik dalam ibadah puasa. Salah satunya adalah untuk menghormati terhadap orang lain yang kekurangan. Sebab mereka untuk makan saja pun sangat kesulitan. Oleh karena itu, aku jadi tertarik untuk ikut berpuasa. Boleh kan?” Pinta Nico dengan begitu semangatnya pada Ali.
Ali tersenyum kepada Nico.
“Tentu saja boleh, Nico. Aku malah sangat senang kamu tertarik untuk mempelajari Islam dan bisa ikut melakukan apa yang orang Islam lakukan, seperti ibadah puasa di bulan Ramadhan ini. Besok aku akan membangunkanmu untuk bisa melakukan sahur. Besok berarti kamu tidak boleh makan dan minum mulai dari terbitnya fajar sampai tenggelamnya matahari.”
“Hmmm, oke deh. Kayaknya cukup berat sih, tapi akan aku usahakan semaksimal mungkin untuk ini.”
Besoknya, sekitar jam 3 pagi Ali membangunkan Nico untuk melaksanakan sahur bersama seperti yang Ali katakan. Hari ini adalah pertama kalinya Nico ikut menjalankan ibadah puasa Ramadhan, walaupun dia belum masuk Islam. Ia ikut berpuasa karena ingin mengenal lebih dekat tentang Islam sebelum ia benar-benar memeluknya.
Tepat pada jam 8 pagi mereka berdua berangkat kuliah secara bersama-sama.
“Setelah kubaca-baca di internet, ternyata puasa juga bisa membantu mengatur dan memperbaiki fungsi sistem pencernaan kita, Li. Karena saat tubuh sedang berpuasa, sistem pencernaan kita beristirahat sebab tidak ada makanan yang perlu dicerna.” Ucap Nico.
“Betul sekali, Nic. Kamu ternyata semakin pandai saja tentang puasa. Jadi, Islam mewajibkan setiap perkara itu pasti ada banyak sekali hikmah di balik kewajiban tersebut. Karena Islam merupakan agama rahmatal lil ‘alamin. Sangat memikirkan bagi kemaslahatan pemeluknya.” Ali tersenyum.
Tidak terasa waktu berputar begitu cepatnya. Tampak bayangan pun sudah melebihi dari panjang bayangan awalnya. Tiba-tiba Nico pun mengeluh dengan apa yang diperbuatnya.
“Kapan sih kita akan berbuka, Li? Lama sekali ya puasanya.”
“Kamu harus sabar, Nico. Nanti kalau kamu sudah terbiasa, pasti sudah tak akan merasakan berat lagi seperti itu. Nanti pukul 21.00 saya ajak kamu ke Masjid Euro Muslim. Pasti ustadz Hamdan akan senang dengan yang kamu lakukan.”
Setelah jam kuliah selesai mereka berdua bergegas berangkat ke Masjid Euro Muslim untuk melakukan buka puasa. Di sana ternyata sudah cukup ramai saudara muslim lain yang juga akan melaksanakan buka puasa bersama.
Mentari menghilang dari semesta, waktu maghrib pun tiba. Mereka semua makan hidangan yang beraneka ragam macamnya. Nico merasa sangat senang karena ternyata ia mampu untuk menjalankan puasa.
Mulai hari itu Nico selalu ikut melakukan puasa. Tiga hari kemudian, setelah berbuka puasa seperti biasanya, Nico tidak langsung pulang. Ia ingin melihat Ali dan lainnya melaksanakan shalat tarawih.
“Kenapa kok kalian melakukan shalat tarawih atau apa tadi?” Nico bertanya kepada Ali usai melakukan shalat tarawih.
“Ya, tadi itu namanya shalat tarawih, Nico. Shalat tarawih ini dilakukan setahun sekali, tepatnya saat bulan Ramadhan tiba. Kami melakukannya setelah shalat Isya’. Shalat tarawih adalah salah satu amalan yang khusus dilakukan di bulan ini.” jelas Ali.
“Di bulan Ramadhan kita harus melakukan banyak kebaikan, misalnya membantu orang lain yang membutuhkan atau yang lainnya. Karena bulan ini adalah bulan yang istimewa, yang mana seseorang mau melakukan kebaikan di bulan ini, maka pahalanya akan dilipat gandakan.” tambah Ali.
“Aku malah jadi bingung dengan penjelasanmu tadi, Li.”
“Hehehe, yang penting intinya kita harus banyak melakukan kebaikan di bulan Ramadhan ini, Nico.”
“Siap, Ali.”
***
Hari demi hari terus terlewati. Diam-diam kecintaan di dalam hati Nico terhadap agama Islam semakin kuat. Malam ini adalah malam terakhir di bulan Ramadhan. Ali yang sedang membaca Al-Qur’an di Masjid Euro Muslim bersama ustadz Hamdan tiba-tiba saja dikagetkan dengan kedatangan Nico.
“Ustadz, Ali, maaf mengganggu waktu kalian. Saat ini kuingin bersungguh-sungguh untuk masuk agama Islam.” ucap Nico dengan tatapan serius.
“Apakah kamu yakin betul-betul ingin masuk agama Islam, Nico? Jika kamu benar ingin masuk agama Islam, kamu harus bersungguh-sungguh dan serius untuk menjalankan perintah di dalamnya nanti. Karena nantinya kamu mungkin saja tidak mudah untuk menjalankan semua kewajiban agama yang harus kamu tunaikan.” tanya ustadz Hamdan memastikan.
“Aku benar-benar serius dengan ucapanku, Ustadz. Aku tidak mengerti pertanda apa, kemarin aku bertemu dengan seseorang berbaju putih dalam mimpi. Lalu ia memberikan lima butir jagung untuk saya tanam. Ia pun berpesan supaya kubisa merawatnya secara sungguh-sungguh. Karena hal itulah yang nantinya akan kupetik. Lalu, kuingat dengan penjelasan ustadz Hamdan waktu itu. Bahwa orang Islam wajib melakukan lima perkara, yaitu: syahadat, sholat, puasa, zakat, dan naik haji bila mampu. Aku yakin maksud lima butir jagung yang akan kupetik nanti adalah rukun Islam tersebut. Ustadz juga menjelaskan bahwa setelah mati nanti kita akan dibangkitkan lagi untuk dimintai pertanggungjawaban atas semua yang telah kita lakukan di dunia. Aku sudah mencoba belajar mengenal tentang Islam dan sudah beberapa kali juga saya mencoba mengikuti kegiatan agama yang kalian lakukan.”
“Alhamdulillah. Nico, akhirnya Allah memberikan hidayah kepadamu dan membuka hatimu untuk bisa memeluk agama Islam. Apalagi di Bulan Ramadhan yang mulia ini.” Ali mengucapkan syukur.
“Baiklah kalau begitu, sekarang kamu bisa mengikutiku untuk mengucapkan kalimat syahadat.” jelas ustadz Hamdan kepada Niko.
“Baik, Ustadz.”
Setelah itu, ustadz Hamdan membimbing Nico untuk mengucapkan dua kalimat syahadat, Nico pun mengikutinya dengan baik.
Mereka bertiga mengucapkan syukur kepada Allah atas semua nikmat yang telah diberikan padanya, terutama nikmat tetap bisa berjumpa dan melaksanakan ibadah dengan baik. Mereka berdoa dan berharap agar mereka bisa berjumpa lagi dengan bulan Ramadhan tahun berikutnya.
Karya: Azhar El-Miftah, Santri Mansajul Ulum.