KOLOM JUM’AT XLVIII
Jum’at, 1 Juli 2022
Dalam kehidupan sehari-hari kita sering menjumpai berbagai macam baca’an di sekeliling kita. Baik berupa buku ataupun dalam bentuk digital, terkhusus bagi para santri yang berada pada masa pembelajaran. Tetapi pertanya’an yang harus ada dalam benak kita adalah seberapa sering atau seberapa lamakah kita membaca bacaan-bacaan tersebut? Membaca adalah kegiatan diri sendiri untuk mengenal lebih banyak hal dan membaca juga kegiatan yang positif bagi diri sendiri. Tapi kita sering bermalas-malasan dan menjaga jarak dari kegiatan membaca. Hingga kita tidak menyadari bahwa kita sedang berada pada fase ketertinggalan dari Barat dalam hal intelektual.
Sebenarnya, pada sekitar abad 650 M-1250 M umat muslim pernah mengalami masa kejayaan, lebih tepatnya pada era ketika umat muslim menguasai wilayah barat dan timur. Wilayah barat yang diwakili oleh Dinasti Umayyah II di Andalusia (yang sekarang menjadi negara Spanyol dan Portugal) dan wilayah timur diwakili oleh Dinasti Abbasiyah yang ber-ibukota di Baghdad. Pada masa itu orang-orang menyebutnya dengan The Golden Age Of Islam (masa keemasan Islam) karena saat itu Islam sangat maju terutama dalam hal ilmu pengetahuan. Hingga Islam pernah menjadi pusat ilmu pengetahuan di dunia. Terbukti dengan banyaknya orang-orang dari berbagai penjuru dunia yang berbondong-bondong datang ke kota Baghdad dan Cordova untuk mencari pengetahuan sebanyak-banyaknya.
The Golden Age Of Islam bisa terwujud karena pada saat itu pemerintah sangat mengedepankan ilmu pengetahuan daripada mengekspansi wilayah, sebagaimana yang telah dilakukan oleh Khalifah ke II Bani Abbasiyah, Abu Ja’far Al-Manshur. Ia banyak memberikan beasiswa kepada rakyat yang kurang mampu, membangunkan tempat-tempat pembelajaran, serta menyediakan berbagai buku terjemahan dari bahasa lain agar para pelajar lebih mudah memahaminya. Salah satu Lembaga yant dibangun adalah perpustakkan Baitul Hikmah. Selain perpustakaan, tempat ini juga menyediakan ruang khusus untuk riset dan biro pengalih kebahasaan. Tempat itulah yang digunakan orang-orang muslim untuk belajar dan mengembangkan ilmu pengetahuan. Sementara itu pemerintah selalu mendukung dan memberikan fasilitas-fasilitas pendidikan kepada rakyatnya. Dari situlah terlahir ulama-ulama dan ilmuwan-ilmuwan hebat seperti Ibnu Sina, Ibnu Rusyd, Al-Gazali, dll.
Selain peran pemerintah sendiri, terdapat peran yang tak kalah penting yang mendorong Islam pada masa itu, yaitu kesadaran kaum muslimin akan pentingnya membaca dan mencari pengetahuan. Mereka sadar bahwa dari membaca mereka akan tahu banyak hal dan bahwa orang yang berpengetahuan pasti akan mempunyai andil yang besar dalam memajukan Islam. Ulama dan para Ilmuwan pada masa itu memang sangat suka berlama-lama menghabiskan waktu dengan membaca, seperti halnya kisah seorang ilmuwan yang hidup pada masa Dinasti Abbasiyah, yaitu Abu Bakar Ar-Razi. Orang Barat memanggilnya dengan sebutan Rhazes. Ar-Razi adalah seorang ilmuwan yang serba bisa. Beliau juga tergolong orang yang sangat rajin menulis dan membaca. Bahkan rutinitasnya tersebut telah membawanya pada kebutaan. Namun, ia tidak sudi diobati dan mengatakan bahwa pengobatan akan sia-sia belaka karena sebentar lagi ia akan meninggal. Akhirnya pada usia 60 tahun, beliau wafat dengan meninggalkan berbagai karangan.
Selain Arrazi, ditemui sebuah kisah seorang ulama madzhab Hanafi yang sekaligus menjadi guru dari Imam Syafi’i. Beliau adalah Imam Muhammad Hasan Asy-Syaibani. Beliau hidup pada akhir masa Dinasti Umayyah dan masa awal Dinasti Abbasiyah. Asy-Syaibani adalah seorang ulama yang sangat suka membaca dan menulis. Beliau tidak ingin menyia-nyiakan waktunya terlewatkan begitu saja tanpa melakukan sesuatu yang bermanfaat. Meskipun di tengah kesibukan menjadi guru dan hakim di Irak, beliau masih sanggup memanfaatkan waktunya untuk membaca dan menulis. Seperti yang diceritakan dalam kitab Miftah as-Saadah wa Misbah as Siyadah. Dalam kitab tersebut dijelaskan bahwa Imam Muhammad Hasan Asy-Syaibani tidak pernah tidur pada malam hari, kecuali hanya sebentar. Beliau meletakkan beberapa kitab di hadapannya untuk dibaca dan beberapa buku kosong untuk menulis. Ketika mengantuk dan ingin tidur beliau mengusapkan air diwajahnya untuk menghilangkan rasa kantuk. Baginya mengantuk dan keinginan tidur itu panas dan panas hanya bisa dipadamkan dengan air. Itulah cerita kehidupan Imam Muhammad Hasan Asy-Syaibani. Meskipun dalam keadaan sibuk beliau tetap berusaha memanfaatkan waktunya untuk membaca.
Meskipun terdapat banyak faktor yang mendorong kemajuan intelektual Islam pada masa itu, tetapi faktor yang paling pokok salah satunya adalah peran pemerintah yang lebih mengedepankan ilmu pengetahuan daripada meng-Ekspansi wilayah. Ditambah pula adanya kesadaran umat Islam akan pentingnya ilmu pengetahuan. Dari kesadaraan kedua pihak tersebutlah terlahir sebuah zaman dimana saat itu Islam sangat maju dalam bidang ilmu pengetahuan. Harapan kita semua ke depan, umat Islam mampu membangkitkan sejarah the golden age of Islam kembali. Meskipun hal itu terlihat sangat berat, tetapi setidaknya kita bisa meniru beberapa hal positif pada masa itu untuk kemajuan Islam dimasa yang akan datang.
Oleh: M. Ainun Ni’am, Santri PP. Mansajul Ulum.