Menu

Mode Gelap

Kolom Jum'at · 12 Agu 2022 00:30 WIB ·

Pentingnya Riyadhah Orang Tua dalam Mendampingi Buah Hati


 Sumber gambar : Dream.co.id Perbesar

Sumber gambar : Dream.co.id

KOLOM JUM’AT XLV
Jum’at, 10 Juni 2022

Menjadi orang tua yang telah memiliki anak-anak yang menginjak usia remaja akan menghadapi bermacam-macam ujian. Salah satunya adalah ujian untuk berpisah dengan sang buah hati. Saat anak dilahirkan, ia ditimang-timang dan diharapkan supaya cepat besar dan pintar. Tetapi saat sudah besar dan saatnya harus meniti jalan untuk mencari ilmu agar menjadi pintar, terkadang orang tua merasa kaget dan berat untuk berpisah dengan sang buah hati. Tidak bisa disalahkan, jika orang tua merasakan perasaan demikian. Karena anak bagaimanapun adalah buah hati, buah cinta yang selalu dinanti. Ia menjadi teman dan pelipur bagi orang tua. Keberadaannya akan selalu menghiasi suasana rumah. Karenanya saat ia tak ada, akan menjadikan seisi rumah sepi, kosong, dan bahkan hampa.

Namun demikian, orang tua perlu menyadari bahwa anak bukanlah benda mati yang tidak bergerak. Anak kita adalah sepenuhnya manusia yang berkembang dari satu fase ke fase yang lain. Ia harus diisi oleh pengetahuan dan ditempa oleh pengalaman hidup agar kelak menjadikan dirinya sebagai manusia utuh yang memiliki integritas dan nilai-nilai kebaikan yang akan menjadi pegangan.

Kesadaran tersebut perlu dimiliki oleh orang tua dalam mendidik anak-anaknya. Karena kesadaran dan perasaan orang tua terhadap sang buah hati sangat berpengaruh terhadap kejiwaan anak dalam menjalani masa mencari ilmu. Orang tua yang masih sulit melepas anaknya pergi meninggalkan rumah dalam mencari ilmu, bisa menyebabkan anak tidak tenang dan kebingungan di perantauanya. Banyak sekali kisah-kisah nyata yang menceritakan hal tersebut di sekitar kita. Pun demikian, keikhlasan dan doa orang tua secara tulus kepada anak-anaknya untuk menuntut ilmu, juga berpengaruh sangat luar biasa terhadap pencapaian ilmu sang buah hati.

Jika kita membaca biografi para ulama besar, seperti Imam Syafi’i, Imam Ghazali, Imam Bukhari, dan lain-lain, selalu tidak lepas dari perjuangan orang tuanya yang mendoakan dan mengikhlaskan mereka untuk pergi jauh meninggalkan keluarga. Bahkan di antara mereka tidak lagi sempat berkumpul kembali dengan anak-anak mereka. Tetapi mereka meyakini, anak-anaknya yang menuntut ilmu jauh meninggalkannya di dunia ini, tidak berarti akan jauh dengannya kelak di akhirat.

Kita bisa belajar dari Ibunda Imam Syafi’i yang dengan keras berjuang mendidik putra sewayangnya sendirian. Karena suaminya telah wafat di saat putranya baru berusia dua tahun. Ia hidup berdua bersama anak yatim dalam keadaan miskin di daerah Ghaza, Palestina. Tetapi sang Ibu menyadari betul pentingnya ilmu yang harus dimiliki putranya. Karena itu, sejak Imam Syafi’i belia telah dikenalkan kepada ilmu oleh sang ibu. Hingga umur tujuh tahun ia telah selesai menghafal Alquran. Kemudian umur sepuluh tahun ia telah menghafal hadis Muwattha’, karya imam Malik. Imam Syafi’i yang masih belia itu juga dipondokkan oleh ibunya ke pedalaman kota Mekah agar belajar Bahasa Arab yang baik bersama suku Hudzail. Setelah itu ia diantar oleh sang Ibu untuk dipasrahkan kepada Imam Malik di Madinah agar belajar hadis. Saat berpisah, sang Ibu berpesan kepada Imam Syafi’i “Pergilah dan jangan pulang menemuiku sebelum kamu menjadi ahli ilmu, Nak.”

Karena itu, Imam Syafi’i tidak pernah berani pulang setelah perpisahan itu. Meskipun saat usia lima belas tahun ia telah dinyatakan sebagai seorang mufti oleh Imam Malik, gurunya. Sebaliknya, ia kemudian melanjutkan belajarnya untuk mengembara ke Iraq hingga menjadi ulama yang terkenal. Sang Ibu yang masih berada di Mekah pun tidak pernah tahu kabar buah hatinya itu. Hingga suatu ketika terjadi perkumpulan majlis ilmiah yang dihadiri oleh ulama dari berbagai kota, termasuk Iraq. Salah satu dari mereka ada yang memuja-muja seorang ulama muda yang berasal dari Mekah lantaran kecerdasan dan keluasan ilmunya. Sang Ibu yang ikut menghadiri majlis itu pun penasaran, lalu menanyakan siapa nama ulama tersebut. Saat disebut namanya ia menangis tersedu-sedu. Karena ternyata ia adalah putra sewayangnya yang telah lama meninggalkannya. Lalu sang ibu berpesan kepada ulama yang bercerita itu agar menyampaikan kepada anaknya bahwa ia telah mengijinkannya pulang menemuinya kembali.

Kisah pendek diatas, mengajarkan kepada kita bahwa doa seorang ibu kepada anak, sungguh luar biasa. Meskipun orang tua tidak secara langsung mendidik anaknya, tetapi apa yang dilakukan orang tua terhadap anak-anaknya, sangat menentukan masa depan mereka. Karena itu para ulama’ salafus shalih mengajarkan beberapa amalan kepada orang tua agar kelak anak-anaknya menjadi orang yang sesuai harapannya. Salah satu pepatah mengatakan “sirrul aba’ fil abna’. (Sir orang tua akan tercermin dari pribadi anaknya). Artinya, apapun yang diimpikan secara tersembunyi oleh orang tua terhadap anaknya, insya Allah akan terwujud pada sang anak. Orang tua yang mencintai ilmu dan berkeinginan memiliki anak yang ahli ilmu, maka Allah pun akan menuruti keinginan itu. Meskipun orang tua bukanlah seorang ulama. Sebaliknya, orang tua yang tidak menginginkan anaknya menjadi ahli ilmu, juga akan dituruti oleh Tuhan sesuai keinginannya, meski sang anak sudah berada di lingkungan ilmu.

Kisah imam Ghazali adalah salah satu contoh yang perlu kita teladani. Tak ada orang yang meragukan kealiman Imam Ghazali. Ia bukan hanya ahli dalam satu disiplin ilmu. Hampir semua bidang ilmu ia kuasai. Dari mulai disiplin bahasa, fiqh, ushul fiqh, kalam, filsafat, hingga tasawuf. Tetapi jika kita membaca biografinya, ia ternyata bukanlah putra seorang ulama. Sebaliknya, ia adalah putra seorang tukang pembuat pakaian kulit. Tetapi ayahnya sangat berkeinginan memiliki anak yang alim dan faqih. Karena itu ia selalu berdoa agar anak-anaknya menjadi seorang yang alim dan faqih. Setiap malam ia selalu melantunkan doa tersebut. Bahkan ia pun meniatkan semua hasil kerjanya untuk membiayai anaknya mencari ilmu. Karena itu ia tidak mau menerima upah kecuali dari barang halal, agar dapat menafkahi anak-anaknya dengan harta halal.

Demikianlah teladan para salafus shalih dalam mendidik anak-anaknya. Dari kisah-kisah diatas bisa disimpulkan beberapa hal yang dapat dilakukan oleh orang tua dalam mendampingi anak-anak meniti masa belajar yang jauh dari keluarga.

Pertama, orang tua harus mengikhlaskan putera-puterinya yang pergi jauh untuk mencari ilmu. Rasa ikhlas ini adalah bekal awal bagi anak-anak agar mudah menjalani kehidupan barunya di perantauan.

Kedua, selalu melantunkan doa-doa baik yang dapat membantu putera-puteri kita dalam menjalani kehidupannya dalam keadaan apapun. Dengan doa yang selalu istiqomah akan membantu anak-anak semakin mudah mendapatkan ilmu yang manfaat dan barokah.

Ketiga, tidak memberikan nafkah kepada anak-anak, kecuali dari harta yang halal. Makanan dan minuman yang dikonsumsi oleh orang tua maupun anak sangat berpengaruh terhadap mudah dan tidaknya mendapatkan ilmu. Sebagaimana keterangan Imam Ghazali, bahwa nafsu dan jiwa kita sangat dipengaruhi oleh makanan yang kita konsumsi. Untuk menjadi jiwa yang baik, haruslah diisi dengan makanan yang halal dan baik. Jiwa yang baik akan memudahkan seseorang untuk menyerap ilmu dan mengamalkannya untuk kebaikan.

Keempat, memperbanyak shadaqah yang pahalanya diniatkan untuk menshadaqahi anak. Hadis nabi menyatakan bahwa shadaqah mampu menolak marabahaya. Shadaqah untuk anak-anak dapat menjauhkan mereka dari marabahaya yang dapat menghalangi mereka mencari ilmu. Hal ini sering dinasehatkan oleh Mbah Abdullah Salam maupun putera-putera beliau. Banyak para Kiai Kajen yang mendengarkan cerita tentang kesuksesan Mbah Abdullah dalam mendidik putera-puterinya menjadi ulama yang shalih akrom. Ternyata saat ditanya rahasianya adalah setiap kali bersedekah selalu meniatkan pahala sedekahnya untuk orang tua dan anak-anaknya.

Kelima, melakukan riyadhah-riyadhah yang baik secara istiqomah. Riyadhah adalah melakukan amalan-amalan secara istiqomah untuk membantu putera-puteri kita yang sedang mencari ilmu. Misalnya, istiqomah berpuasa, istiqomah shalat sunnah, istiqomah, membaca shalawat, istiqomah istighfar, istiqomah bersedekah di waktu tertentu dalam rangka berusaha membantu putera-puteri kita yang sedang mencari ilmu. Semua usaha itu sangat bermanfaat bagi putera-puteri kita yang sedang mencari ilmu. Semoga mereka dimudahkan dalam segala urusannya dan mendapatkan ilmu yang manfaat dan barokah. Amin.

Oleh: Umdah El Baroroh, Pendamping santri Mansajul Ulum.

Tulis Komentar
Artikel ini telah dibaca 700 kali

Baca Lainnya

Bayang-Bayang Feodalisme dalam Sistem Pendidikan Indonesia

6 September 2024 - 12:23 WIB

Maqashid Syari’ah: Landasan Pesantren dalam merumuskan Konsep Fikih Digital 

23 Agustus 2024 - 13:38 WIB

Santri Era Society 5.0 Melek Digital Mapan Spiritual

9 Agustus 2024 - 17:03 WIB

Strategi Cemerlang Sultan Al-Fatih dalam Penaklukan Konstantinopel

26 Juli 2024 - 12:25 WIB

Keistimewaan Ilmu Nahwu

12 Juli 2024 - 19:19 WIB

Melestarikan Dakwah Islam Rahmatan Lil Alamin Era Modern Melalui Tulisan

28 Juni 2024 - 07:24 WIB

Trending di Kolom Jum'at