KOLOM JUM’AT XLII
Jum’at, 20 Mei 2022
Ibu adalah manusia pertama yang kita kenal, yang melahirkan dan merawat kita sampai besar. Ia tidak pernah mengenal lelah untuk mendidik kita. Kasih Ibu yang diberikan kepada kita akan terus berlangsung sepanjang masa. Ibu adalah sosok perempuan yang derajatnya begitu mulia. Jangankan berkata kasar, mengucapkan “ah” saja sudah dianggap sebagai bentuk durhaka. Sudah seharusnya anak selalu berbakti dan berbuat baik kepada kedua orang tuanya. Bahkan di sebuah hadits disebutkan bahwa Ibu wajib dinomor satukan. Sebagaimana dalam Riwayat Bukhari dalam shahih Bukhari berikut ini:
عن أبي هريرة قال: جاء رجل إلى رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: يا رسول الله من أحق الناس بحسن صحابتي؟ قال: أمك. قال: ثم من؟ قال: أمك . قال: ثم من؟ قال: أمك قال ثم من؟ قال أبوك.
Artinya: “Telah datang seorang laki-laki kepada Rasululllah Saw. Lalu ia berkata: “Wahai Rasul, siapa orang yang paling berhak dengan pergaulan baikku? Nabi menjawab: “Ibumu.” Kemudian ia bertanya lagi: “Lalu siapa?” Nabi menjabawab: “Ibumu.” Kemudian laki-laki itu bertanya lagi: “Lalu siapa?” “Ibumu.” Kemudian ia bertanya kembali: “Lalu siapa?” Nabi menjawab: “Ayahmu.”
Hadis diatas, menunjukkan pentingnya posisi Ibu di mata seorang anak. Ibu adalah sosok yang mendukung anak-anaknya dalam keadaan apapun. Apalagi, demi masa depan anak-anaknya, beliau akan melakukan segala perjuangan agar anak-anak berhasil meraih cita-citanya. Diantara perjuangan yang dilakukan seorang Ibu adalah riyadhoh. Riyadhoh adalah upaya kerja keras dan menahan diri dari kesenangan yang dilakukan oleh seseorang dalam mencapai sesuatu. Riyadhoh dibagi menjadi dua; riyadhoh rohani dan riyadhoh jasmani.
Adapun riyadhoh rohani adalah riyadhoh yang berhubungan dengan ibadah. Orang Jawa biasa menyebutnya dengan tirakat, seperti melakukan puasa, shalat, shodaqoh, dan sebagainya. Amalan-amalan yang dilakukan orang tua tersebut bisa diniatkan untuk anaknya agar bisa membersihkan hati mereka dan menjadikan mudahnya mereka dalam belajar dan menjalani segala urusan yang lain.
Sedangkan riyadhoh jasmani adalah riyadhoh yang berupa fisik, seperti ibu dalam mendidik anaknya. Peran ibu sangat penting dalam kesuksesan anaknya, peran ibu di dalam mendidik anaknya lebih utama dari pada peran seorang ayah. Karena, ibu lebih dekat dengan anaknya sejak lahir. Jalan hidup anak akan sangat dipengaruhi oleh relasinya dengan ibu. Ikatan ini amat diperlukan untuk membangun rasa percaya diri terhadap anak.
Ibu ikut bertanggung jawab atas pendidikan akhlak anaknya dan wajib menanamkan akhlak terpuji. Ibu wajib memiliki sifat tauladan dan mengajarkan rasa tanggungjawab kepada anak. Bukan hanya ayah yang mampu menanamkan keteladanan kepada anak. Tetapi anak justru lebih bisa meneladani sifat dan kerja keras seorang Ibu. Karena itu kerja keras seorang ibu dalam membesarkan dan mendidik anaknya sangat penting dan berpengaruh sekali.
Selain itu seorang Ibu juga penting memiliki mental yang lebih kuat dari yang dimiliki anak-anaknya. Karena, untuk menjadikan anak yang sukses dan berjiwa besar, seorang Ibu harus ikhlas mendukung anak-anaknya dari belakang dan tidak boleh membendung kemauan dan kemampuan anak. Meskipun harus ditinggal jauh untuk menuntut ilmu serta merasakan beratnya harus berpisah dengan buah hati yang dicintai, Ibu tetap kuat untuk menjalaninya. Tetapi ibu akan menjadi orang yang paling merasa bangga ketika melihat anaknya sukses meraih impiannya. Meskipun tampaknya tugas ibu adalah mendoakan dan mendukung anaknya dari belakang, tetapi doa, dukungan, dan riyadhonya untuk anak-anaknya sangat menentukan kesuksesan mereka.
Banyak sekali contoh keberhasilan para ulama yang dipengaruhi oleh riyadhoh ibu. Seperti kisah Imam Syafi’i. Dibalik kecerdasan seorang Imam Syafi’i tidak terlepas dari peran ibunya yang merupakan seorang muslimah yang cerdas dan pelajar ilmu agama. Setelah wafat ayahnya, ibunyalah yang membesarkan, mendidik, dan memperhatikan Imam Syafi’i hingga menjadi seorang imam besar. Ibunya membawa Imam Syafi’i hijrah dari Gaza menuju Makkah. Di Makkah, ia mempelajari Alqur’an dan berhasil menghafalnya dalam usia 7 tahun. Kemudian sang ibu mengirimnya ke pedesaan yang masih murni bahasa Arabnya dan menghafal kitab Muwatho’ saat berusia 10 tahun. Keadaan Imam Syafi’i saat itu tidak memiliki uang untuk membeli kertas. Beliaupun menjadikan tulang sebagai media menulis. Walaupun memiliki keterbatasan materi, ibu Imam Syafi’i tetap memberi perhatian luar biasa terhadap pendidikan anaknya.
Itulah pentingnya perempuan harus berpendidikan dan berwawasan luas. Karena, perempuan adalah sekolah pertama bagi anaknya kelak. Wallahu A’lamu bisshawaab.
Oleh: Manggar Eka Rahayu, Santri Mansajul Ulum.