Di antara tumpukan bata lusuh yang sunyi,
Aku, seorang diri, terselip dalam sepi,
Di pelataran doa yang kuulang berkali-kali,
Menikmati perjuangan yang menghujam hati.
Fajar datang dengan azan yang syahdu,
Langit merangkai janji yang tak pernah aku tahu,
Membersamai tanggung jawab yang membuat sendu,
Menggulung asa yang hampir mematahkan langkahku.
Aku berjalan di jalan tak bertepi,
Menapaki sabar di bawah cahaya lilin redup ini,
Tiap dzikir terasa seperti duri,
Tiap sujud, tangisku terpendam tak henti.
Aku bertanya pada langit yang kelam,
Mengapa ujian-Mu begitu dalam?
Di saat jiwa rapuh tak tertahan,
Adakah jalan untukku menemukan kelegaan?
Hati ini rindu pelukan kasih,
Namun yang datang hanya dingin yang perih,
Harapku terkikis, hilang entah ke mana,
Dalam malam yang terus menjerat makna.
Tapi suara hati kecil berbisik lirih,
“Cobaan ini hanyalah titian yang singgah sebentar.”
Meski berat, aku mencoba bangkit,
Mencari cahaya di balik langit.
Kini aku menatap dinding tua itu lagi,
Bukan sebagai musuh, tapi sahabat sejati,
Mungkin ujian ini adalah jalan,
Dengan menapaki ridha untuk kebahagiaan.
Tuhan, jika Kau dengar resahku,
Biarkan aku bertahan walau hanya satu waktu,
Ajarkan aku bahwa sakit ini tak abadi,
Dan kelak, aku akan mengerti arti perjuangan ini.
Karya: Muhammad Alif, Santri Mansajul Ulum.