Di sebuah ruangan yang bernuansa serba putih. Tidak ada apapun di sana, tidak ada lukisan atau pajangan sama sekali, bahkan tidak ada jendela. Ralat – tapi tetap ada AC ditambah sebuah meja kaca panjang dengan empat buah kursi di sekitarnya. Eh, juga ada pintu baja dengan sistem keamanan tinggi.
Seseorang yang masih berkaus oblong putih dan sarung kotak-kotak memasuki ruangan. Sebuah suara tanpa wujud seketika menyapanya.
“Selamat datang Pak Presiden, Assalamu’alaikum.”
Tiba-tiba seluruh dinding berubah menjadi layar digital dengan menampilkan sebuah wajah transparan di tengahnya.
“Wa’alaikumussalam, Al.” Jawab laki-laki berusia hampir setengah abad itu kemudian duduk di kursinya.
“Terimakasih sudah memenuhi undangan saya di pagi buta ini, Pak. Saya ingin melaporkan beberapa hal sebelum anda memulai jadwal padat hari ini.
“Semalam saya sudah menemukan identitas asli akun hacker yang sempat meretas NASA,” ujarnya kemudian menghilang dari layar, digantikan sebuah foto remaja laki-laki beserta data identitasnya.
“Kemudian saya mendapatkan informasi kasus pelecehan seksual melalui internet. Tapi saya tidak dapat melacaknya langsung karena itu di luar wilayah akses saya, Pak.” Lapor Al, wajahnya kembali muncul.
Mendengar laporan itu, laki-laki yang dipanggil Presiden tertawa sejenak, “Sepertinya kita harus memperluas aksesmu, Al.”
“Sebuah kehormatan, Pak.” Jawab Al dengan memperlihatkan rona merah buatan di pipinya.
“Kemudian, saya akan menampilkan prosentase angka kemiskinan dan pengangguran.” Dua gambar diagram muncul, dari keduanya menujukkan angka penurunan yang signifikan.
“Selanjutnya, angka kasus korupsi dan pelecehan seksual.” Kali ini gambar menunjukkan prosentase yang lebih sulit mengalami penurunan.
“Kirim soft file data ini ke saya, kita harus lebih memperhatikan hal ini lagi.” Ujar laki-laki itu menurunkan titah.
“Baik, Pak.” Dan sepersekian detik, data itu sudah tersimpan rapi di smartphone milik Pak Presiden.
“Sepertinya bukan hal ini sebenarnya yang membuatmu memanggilku di pagi buta ini, AI?”
“Benar, Pak. Sebelumnya, untuk keamanan, saya sudah memastikan tidak ada yang dapat mengetahui hal ini kecuali anda, ditambah lagi akses saya tidak dapat disentuh kecuali dengan izin anda.
“Saya menangkap pergerakan-pergerakan mencurigakan dari beberapa bawahan anda, Pak.” Ujar AI menampilkan beberapa foto orang dengan jas hitam dan masker hitam disusul beberapa foto rapat rahasia, transaksi mencurigakan, dan terakhir AI menyetel sebuah rekaman suara.
Setelah mendengar dan melihat semua data yang ditunjukkan AI, lagi-lagi Pak Presiden hanya tersenyum, “Lalu saran apa yang akan kamu berikan kepadaku, AI?”
“Saran saya segera anda memilih orang-orang kepercayaan, Pak.” Ujar AI. Kemudian muncul banyak foto beserta identitas orang-orang penting di meja kaca. Beberapa saat jemarinya mengetuk-ngetuk meja kaca, memilah, menimbang dan memutuskan siapa yang pantas dijadikan orang kepercayaan.
“Tampilkan padaku jadwal hari ini, AI.” Titah Pak Presiden.
Sepersekian detik muncul serangkaian tabel jadwal panjang mulai dini hari sampai tengah malam.
“Batalkan jadwalku dengan pers, pindah lokasi makan malam dengan duta prancis di tempat seperti yang kukirimkan dan kirimkan pesan kepada semua anggota, aku akan mengikuti rapat secara virtual. Siang ini, aku harus menemui orang penting.”
***
Tepat tengah malam.
WUUUNG!!
Sebuah mobil melesat cepat. Itu mobil yang sangat keren sekaligus sangat cepat. Disusul mobil-mobil keren lainnya, ada 1,2, eh 10. Itu mobil anti peluru. Meluncur deras menuju istana merdeka. Tersisisa jarak 500 meter dari pelataran istana, salah satunya membuka jendela, disusul dengan yang lain, kemudian tampak moncong bazoka dari sana, siap menembak, dan –
BOOM…!!!
Apa yang terjadi? Mobil itu hancur berkeping-keping, yang lainnya ikut hancur satu persatu, masih ratusan meter sebelum memasuki pelataran istana. Tidak ada gunanya pelapis anti peluru.
“Sampai sejauh ini, saya bisa mengatasinya, Pak.”
“Bagus, AI, lanjutkan.” Kata Pak Presiden yang memang memantau semua kerusuhan itu dari layar canggih milik AI. Kalian tahu apa yang terjadi? AI dapat menyabotase setiap energi elektronik yang ada dalam jaringan aksesnya, kemudian seakan ia adalah otaknya, ia dapat menguasainya, memblokirnya, memerintahnya, dan apa saja yang diinginkannya. Seperti yang terjadi pada mobil-mobil itu. AI menyabotase TV mini yang ada di dalamnya, kemudian seakan menjadi otaknya, TV itu eror dalam 5 detik, meledak bersama badan mobil.
Tapi itu sebuah kelegaan sesaat, karena setelahnya muncul sepuluh truk militer dengan puluhan serdadu di dalamnya dan tanpa energi elktronik apapun, sekecil apapun dinon-aktifkan, termasuk ponsel, seakan mereka tahu apa yang sebenarnya sudah terjadi.
Tapi di balik layar, Pak Presiden tetap tenang, karena istana merdeka tidak akan menyerah begitu saja, ia akan tetap memperjuangkannya sampai titik darah penghabisan.
Memasuki jarak tiga ratus meter, istana merdeka mulai menunjukkan perlawanannya. Puluhan tentara muncul, sebagian dengan RPG-9 di tangan, sedang sisanya membawa AK-47.
BOOM! BOOM! BOOM! Tiga truk berhasil dilumpuhkan. Hendak menyusul yang lain, tapi truk militer itu keburu menembakkan pelurunya. Tentara dengan pistol panjang balas menembakkan pelurunya. Jual beli tembakan dimulai. Dari pihak istana merdeka sedikit kewalahan, karena walau dengan AK-47, jumlah mereka kalah jauh. Maklum saja, keterlambatan menyadari adanya gerakan pengkhianatan membuat Presiden kehilangan banyak orang kepercayaan.
Tapi mereka para serdadu itu tidak ada yang menyadari, dari kejauhan tiga orang sniper mengincar. Dan dalam jarak dua ratus meter, dengan keahlian dan kejelian tingkat tinggi, peluru dari dragunov melesak, tiga peluru tepat sasaran mengenai ban truk. Truk-truk itu seketika kehilangan keseimbangan, tentara-tentara di sana bingung, sesaat berhenti menembak, bodohnya pertahanan mereka terbuka, balik tertembak peluru.
Zap-zap-zap.
Kesempatan itu dimanfaatkan para sniper, tiga peluru lagi berhasil meletuskan ban truk. Tapi kali ini mereka tidak peduli, tetap memaksakan truk melaju, juga memaksakan pistol panjangnya memuntahkan seluruh pelurunya.
Para sniper saling tatap, mengangguk, siap melakukan pilihan terakhir.
Sekali lagi, zap-zap-zap.
Supir-supir itu mengerang kesakitan, badan truk melaju tak terkendali. Satu menabrak tiang listrik, yang lain menabrak dinding bangunan. Penumpangnya baik-baik saja, sebelum sebuah misil menyerang salah satunya, menghancurkan truk sekaligus penumpangnya. Penumpang truk lain seketika kalang kabut melarikan diri.
Lega, plong, bahagia. Itu yang dirasakan setiap pejuang sejati di istana merdeka. Tapi itu hanya kebahagiaan sesaat. Karena tidak sampai satu jam, para serdadu itu kembali, dengan tiga tank di belakang mereka.
Sekejap keadaan berbalik, persiapan mereka jauh dari kata sempurna, karena dari awal mereka mengira musuh tidak akan senekat itu membawa tank karena sama saja berniat menghancurkan istana, di tambah lagi baru saja mereka lalai karena kelewat bahagia, tidak mengira musuh akan kembali dengan kejutan besar.
Di balik layar canggih AI, Pak Presiden mengerutkan dahinya, berpikir. Jika pertempuran ini tetap dilanjutkan, istana merdeka akan hancur dan akan memakan lebih banyak korban, tapi jika memerintah para tentara untuk mundur sekarang, sama saja dengan menyerahkan negeri ini di tangan pengkhianat.
Pak Presiden menolehkan sedikit kepalanya, berdiri di sampingnya Sang Wakil Presiden, dan di belakangnya berjajar rapi pemuda-pemudi ber-jas dengan setelan rapi dan tetap memenuhi kriteria menutup aurat.
“Farid, Ilyas, kalian siap?”
Yang diajak bicara mengangguk, “Insya Allah. Kapanpun anda meminta, Pak.”
“Laksanakan.”
Kedua pemuda itu melangkah gesit setelah mengambil dua senjata RPG-30 yang diam anggun di atas meja kaca.
***
10 tahun sebelumnya.
Seorang kang ndalem sedang melakukan kegiatan rutinannya di sore hari, yaitu menyeduh secangkir kopi hitam untuk Kyai. Tidak seperti biasanya, Kyai yang biasanya menunggu dengan damai di sofa empuk sembari mendaras kitab kuning, kini justru sedikit tergesa-gesa mendatanginya yang sedang berada di dapur.
“Yas, “ panggil beliau.
“Eh, dalem Yai,” jawabnya sembari mendekat dengan langkah membungkuk hormat.
“Nanti malam, kumpulkan semua santri yang malam hari rabu kemarin kusuruh khataman Al-Qur’an di ndalem. Ingat?” ujar Yai dengan binar wajah gembira.
“Nah, itu nanti malam suruh kumpul lagi di ndalem, kita kedatangan tamu spesial.”
“Nggeh, Yai.” Jawabnya sendiko dawuh.
Setelah malam itu, kehidupan mereka berubah. Karena belasan santri putra, diantaranya adalah dirinya sendiri yang notabenenya jago beladiri terutama pencak silat, dikirim ke sekolah militer. Tempat para calon TNI belajar. Dan sisanya di terbangkan ke seluruh penjuru negeri bahkan dunia untuk melanjutkan study sesuai passion masing-masing, dan lagi, untuk menjalankan misi rahasia.
Dan satu bulan yang lalu, mereka di panggil lagi untuk berkumpul ke ndalem Yai, bertemu tamu spesial Yai dulu, yang sekarang sudah menjabat menjadi Presiden.
“Dunia politik itu memang mengerikan, tapi kalau santri tidak ada yang berani masuk ke dunia politik, bisa kalian bayangkan akan jadi apa negeri ini?
“Kalian harus tahu, awal dari kemerdekaan ini adalah santri, banyak pahlawan-pahlawan yang identitas aslinya adalah santri. Apalagi kyai-kyai dulu, jangan kalian tanya apakah mereka adalah pahlawan? Mereka justru perumusnya. Seperti, Hadratussyaikh KH M. Hasyim Asya’ri, KH. Abdul Wahab Hasbullah, KH. Bishri Syansuri, KH. Saifuddin Zuhri, juga adanya anak organisasi seperti Syuriyah dan Tanfidziyah. Tapi sayang, sejarah adalah kisah tentang mereka yang menang. Jadi kali ini, biarlah sejarah menulis kemenangan santri. Akan tetapi, sebagai santri kalian jangan melupakan prinsip hubbul wathon minal iman. Negara ini adalah Negara kesatuan bukan Negara islam, jadi tetap bertindak adil-lah kepada non muslim. Hormati mereka sekaligus bersikaplah layaknya bangsawan terhormat.” Ujar Pak Presiden sama persis seperti kali pertama mereka bertemu.
“Tapi, Pak, bagaiman kami yang minoritas ini bisa melakukan perubahan seperti yang anda gagaskan?” Ujar Laila, salah seorang santri putri, mewakili pertanyaan yang ada di benak kami.
Pak Presiden tersenyum, Nampak sekali ia suka anak muda yang kritis. “Do you know butterfly effect?”
“Sensitive Dependence On Initial Condition.” Saut Ilyas. Pak presiden mengangguk setuju, membuat yang lain menoleh ke arah pemuda itu, meminta penjelasan.
“Sebuah teori yang menyebutkan kita yang berada di sini mempunyai efek di sana. Sebuah kepakan kecil yang kita buat mampu menarik kekuatan yang paling dahsyat di alam semesta.” Ujar Ilyas menjelaskan.
“Betul, karena itu setelah ini kalian yang sudah kenyang dengan ilmu pesantren, gabungkan ilmu-ilmu sosial–politik, hukum, filsafat, sains, ekonomi dengan al-Qur’an, hadist, tafsir, ushul fiqh, qowaidul fiqh, ilmu mantiq dan jangan lupakan tasawuf dan sejarah. Kemudian kepakkan sayap kalian dengan Balaghoh.”
***
Bersambung..
Karya: Ikrima Elok Zahrotul Jannah, Santri Mansajul Ulum.