KOLOM JUM’AT CVII
Jum’at, 27 September 2024
Yang kaya semakin kaya, yang miskin semakin miskin, ungkapan yang telah masyhur ini bukan hanya sebatas omong kosong atau lirik lagu belaka. Ungkapan ini merupakan sebuah gambaran dari situasi dunia saat ini dan masa depan, di mana kendali atas perekonomian global hanya berada di tangan segelintir orang saja, sedangkan yang lainnya berebutan mengais remah-remah uang yang masih tersisa setelah dibabat habis oleh golongan kelas atas. Keadaan semacam ini disebabkan oleh suatu sistem yang disebut kapitalisme.
Kapitalisme merupakan suatu ideologi dari sebuah sistem ekonomi yang memberikan kebebasan dan privasi kepada masyarakat untuk mengatur kegiatan perekonomian mereka sendiri tanpa campur tangan pemerintah. Kapitalisme sendiri sebenarnya sudah ada sejak tahun 1648 setelah diadakannya perjanjian Westphalia sebagai tanda berakhirnya perang 30 tahun antara katolik dan protestan di Eropa. Di dalam perjanjian tersebut tertulis bahwa kekuasaan paus hanya berada di lingkup gereja. Dari sanalah kemudian muncul ideologi kapitalisme yang kemudian disistematiskan dan dipopulerkan Adam Smith melalui buku The Wealth of Nation yang terbit pada tahun 1776.
Sistem ekonomi kapitalis dianggap oleh sebagian besar masyarakat sebagai sistem yang mengentaskan kemiskinan karena sifatnya dan adil, padahal sejatinya sistem ekonomi kapitalis adalah sistem yang perlahan-lahan memperburuk keadaan ekonomi masyarakat, memperlebar kesenjangan sosial dan yang paling parah, memperburuk ekologi planet bumi.
Kapitalisme Memperdalam Jurang Kemiskinan
Mengacu pada negera Amerika Serikat, yaitu negara kapitalis terdepan saat ini, di sebuah penelitian dari Pow Research Center pada tahun 2014 menunjukkan bahwa 95% petumbuhan ekonomi masuk ke dalam kantong 1% populasi sedangkan sisanya diperebutkan oleh 99% populasi dan akan terus bertambah buruk seiring waktu. Hal ini sejalan dengan pepatah keji “Tuan dari umat manusia, semua untuk kami sendiri, tak tersisa apapun bagi orang lain”. Setidaknya ada 2 faktor yang menyebabkan kadaan seperti di atas:
Pertama: Sistem kapitalis hanya menguntungkan pemilik modal saja. Demi menjalankan praktiknya, setiap pemilik modal akan rela melakukan apa saja agar tidak kalah dalam persaingan ekonomi. Contohnya adalah kasus hutang mahasiswa yang kian menjamur di AS. Mahasiswa yang sedang membutuhkan uang terpaksa harus mengambil hutang dari bank demi kelangsungan kuliahnya, akibatnya banyak mahasiswa yang kemudian terjerat hutang dan sulit untuk dilunasi karena pihak bank tidak memberi keringanan dan gaji kerja part time yang pas-pasan.
Kedua: Peralihan kekuasaan ke tangan para kapitalis. Melihat kajian Noam Chomsky dalam buku Who Rules The World?, karena alasan biaya kampanye yang membengkak, partai di Amerika Serikat (Demokrat dan Republik) membutuhkan sokongan dana dari korporasi agar dapat bersaing dalam dunia politik, dengan asumsi bahwa jika partai ingin memenangkan pemilu dan mempertahankan kekuasaan maka partai harus mendapatkan dukungan dari korporasi dengan cara membuat kebijakan yang menguntungkan sektor korporasi meski kebijakan itu sangat merugikan rakyat kecil, akibatnya para penentu kebijakan bukan lagi para petinggi negara tapi beralih ke tangan golongan super kaya yang membuat kebijakan untuk memperkaya diri sendiri.
Dengan demikian, para petinggi negara walaupun dari luar terlihat seperti sosok pemimpin, tapi pada hakekatnya adalah seonggok boneka yang dikendalikan oleh golongan super kaya. Hal ini sejalan dengan apa yang Adam Smith sebut sebagai “Tangan gaib kekuasaan” meski banyak orang yang menganggap teori ini sebagai konspirasi belaka.
Kapitalisme Memperlebar Kesenjangan Sosial
Selain masalah kemiskinan, kesenjangan sosial yang semakin melebar juga merupakan salah satu masalah yang ditimbulkan oleh kapitalisme. Pemerintahan yang dikuasai oleh sektor korporasi membuat berbagai kebijakan yang mengakibatkan rakyat kecil merasa terdiskriminasi karena pemerintah hanya peduli terhadap sektor industri dan abai terhadap kepentingan rakyat kecil, ditambah kasus korupsi yang kerap kali terjadi. Keadaan semacam inilah yang kemudian menurunkan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah sehingga terjadilah berbagai aksi demonstrasi sebagai bentuk protes kepada pemerintah
Contoh dari kesenjangan sosial yang dapat kita lihat adalah kondisi para buruh di AS saat ini. Kontra antara pemerintah dan buruh sudah menjadi hal yang wajar dalam keseharian masyarakat AS. Aksi pemogokan yang kerap kali terjadi bukannya diselesaikan dengan cara damai tapi justru dibalas pemerintah dengan memberlakukan undang-undang kejam yang membatasi hak-hak pekerja dan mengadakan berbagai besar-besaran yang ditujukan ke berbagai lembaga dan institusi di AS. Keadaan yang paling parah terjadi pada tahun 1980-an era pemerintahan Ronald Reagan yang sangat anti buruh sampai-sampai banyak terjadi kasus penembakan ilegal terhadap organisatoris serikat buruh.
Kapitalisme Memperburuk Kondisi Ekologi Bumi
Isu mengenai krisis ekologi memang telah ramai menjadi perbincangan, bahkan menjadi masalah global yang belum terselesaikan sampai saat ini. Banyak dari aktifis lingkungan, sukarelawan, dan kaum intlektual berusaha melakukan berbagai cara demi menyelamatkan planet bumi, mulai dari mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK), mengkampanyekan gerakan go green, melakukan transisi energy dan masih banyak lagi, tapi ternyata semua itu belum cukup untuk menyelamatkan bumi dari kehancuran, karena pada kenyataanya emisi GRK masih terus bertambah dan mencapai 50,6 gigaton pada tahun 2022, belum lagi krisis nuklir yang telah berkali-kali membuat bumi berada di ujung tanduk pada era perang dingin lalu.
Solusi terbaik untuk menyelamatkan bumi adalah dengan mencabut akar permasalahannya yaitu kapitalisme, mengapa demikian? Berdasarkan data dari kementrian energi dan sumber daya mineral (ESDM) menunjukkan bahwa ada 3 sektor terbesar penyumbang emisi GRK, sektor energi 46%, transportasi 26% dan industri 12%. Jika dilihat sekilas mungkin sektor industri yang berkaitan erat dengan kapitalisme lebih sedikit menyumbang emisi GRK daripada sektor energi dan transportasi. Tapi jika diamati lebih lanjut, sektor energi dan transportasi juga berkaitan erat dengan kapitalisme, tidak hanya industri saja. Masifnya penggunaan bahan bakar fosil dan minyak bumi tidak akan terjadi jika bukan karena sektor industri yang membutuhkan banyak energi listrik untuk keberlangsungan produksi, transportasi juga tidak akan menjadi salah satu donatur emisi GRK terbesar jika bukan karena pabrik-pabrik yang terus memproduksi kendaraan bermotor alih-alih membatasi produksinya untuk mengurangi emisi GRK. Dengan penalaran seperti ini, dapat disimpulkan bahwa kapitalisme adalah akar dari krisis ekologi saat ini.
Diperlukan upaya yang besar dari masyarakat dan pemerintah untuk mencegah perkembangan kapitalisme yang telah terlanjur mengakar kuat di masyarakat dan sistem perekonomian global. Masyarakat harus mulai mengubah pola pikirnya terhadap uang bahwa uang bukanlah segalanya, pemerintah juga harus ikut meminimalisir penerapan sistem kapitalis dengan cara lebih memperbanyak penerapan sistem ekonomi komando atau terpusat dan yang terpenting, tidak menyalahgunakan trias politika untuk melakukan aksi korupsi berjamaah. Wallahu ‘Alam.
Oleh: Muhammad Arul Efansah, Santri Mansajul Ulum.