Menu

Mode Gelap

Kolom Jum'at · 11 Agu 2022 00:28 WIB ·

Mengawal Gerakan NU Berdaya dalam Ekonomi


 Sumber gambar : koransulindo.com Perbesar

Sumber gambar : koransulindo.com

KOLOM JUM’AT XIX
Jum’at, 10 Desember 2021

Indonesia adalah negara muslim terbesar di dunia. Mayoritas penduduknya beragama Islam. Tercatat 85 persen dari total penduduknya adalah Muslim. Selain itu, Indonesia juga merupakan negara yang kaya akan sumber daya alamnya. Namun, umat Islam yang menjadi mayoritas di Indonesia saat ini belum kuat di bidang perekonomian. Harus diakui, umat Islam di Indonesia kalah bersaing dalam bidang ekonomi. Bukan hanya dengan bangsa dan negara lain, tetapi di negara kita sendiripun kita juga kalah bersaing.

Permasalahan ini juga pernah disampaikan oleh Chairman CT Choirul Tanjung.”Pertama kenapa kita menjadi minoritas adalah karena kita kalah bersaing. Kita kalah bersaing kenapa karena sumber daya manusia kita kalah bersaing, sehingga mereka menang kita kalah dibanding saudara kita yang lain,” ujar Chairul saat menyampaikan tausiyah di Madjid Istiqlal, Jakarta, Jumat (6/7).

Ini adalah salah satu masalah yang serius. Ketertinggalan di bidang ekonomi ini bisa merambah ke ranah agama. Karena, agama dianggap tidak bisa memberikan solusi. Akhirnya, mereka putus asa dengan agama. Bahkan, bisa jadi mereka akan memilih meninggalkan agamanya. Mencari wadah lain, yang dianggap bisa memberikan solusi bagi ekonominya. Walaupun, syarat untuk mengikutinya ialah harus menggadaikan aqidahnya.

Ketidakberdayaan umat pada ekonomi saat ini juga menjadi topik isu pembahasan yang serius dari beberapa ormas Islam di Indonesia. Salah satunya adalah ormas Islam terbesar di Indonesia, Nahdlatul Ulama’ (NU). Entah ini baru disadari atau tidak, terlambat atau tidak, ini harus segera ditangani. Pemuka ormas dan struktural keanggotaan saat ini, sedang mempunyai tanggung jawab berat menyelesaikan permasalahan membuat gerakan-gerakan nyata bersama untuk menyelesaikan permasalahan ini.

Bahkan, kemandirian ekonomi pun menjadi tema yang diangkat saat rangka memperingati harlah Organisasi Nahdlatul Ulama (NU) memperingati hari lahirnya (harlah) yang ke-94. Wakil Sekjen PBNU, Imam Pituduh menjelaskan kemandirian ekonomi dapat terjadi bila warga NU sudah bisa mapan dalam ekonomi. Ini mengingat umat Islam di Indonesia mayoritas adalah warga Nahdliyyin. Kendati demikian masih banyak warga Nahdliyyin hingga kini belum sejahtera dan terlepas dari jerat kemiskinan.

Penyebab utama yang membuat kita tidak berdaya dalam ekonomi adalah cara pandang hidup kita mengenai ekonomi. Masih banyak orang yang menganggap pemberdayaan ekonomi tidak penting dan menganggap tidak termasuk bentuk perjuangan dalam Islam. Keadaan itu semakin berat ketika pemimpin kurang adil dalam membangun dan melindungi ekonomi rakyat. Sistem yang yang ada terkadang malah lebih merugikan rakyat. Sehingga, yang terjadi adalah ketimpangan ekonomi yang semakin lebar. Akibatnya segelintir orang menjadi semakin kaya. Sedangkan masyarakat bawah tetap miskin.

Data tersebut jika dipilah-pilah berdasarkan agama, maka sebagian besar masyarakat miskin adalah umat Islam dan mereka rata-rata adalah warga Nahdhiyyin. Karena jumlah umat Islam Nahdhiyyin di Indonesia menduduki peringkat tertinggi penduduk Indonesia. Ini menjadi tanggung jawab besar yang harus dipikirkan oleh NU, sebagai jam’iyah yang menaungi mereka.

Langkah-Yang Perlu Dilakukan oleh NU

Ada beberapa Langkah yang bisa dilakukan oleh NU untuk membangun kesadaran masyarakat tentang pengitngnya pemberdayaan ekonomi.Pertama, yaitu membangkitkan kesadaran perjuangan kader NU lewat ekonomi serta  meluruskan pandangan-pandangan yang salah tentang ekonomi dan harta kekayaan. Ekonomi bukan hanya sekedar kebutuhan hidup. Ekonomi bukan sekadar soal bekerja untuk mencari uang, kemudian mendapat upah atau untung dari usahanya, membelanjakannya untuk kebutuhan hidup. Ekonomi perlu dikelola dan diatur dengan serius agar bisa menjadi kekuatan luar biasa yang dapat mengangkat kualitas, harkat, dan martabat bangsa dan negara. Karena ekonomilah yang menjadikan negara berdaulat serta disegani oleh bangsa lain. Amerika dan Tiongkok menjadi penguasa adidaya lantaran kekuatan ekonominya.

Kedua, adalah meluruskan pandangan yang salah tentang ekonomi. Masih banyak umat Islam yang salah dalam mengkonsepsikan hal ini. Mereka menganggap ekonomi tidak diatur dalam agama dan menganggap harta kekayaan tidak penting karena menghambat seorang hamba dalam beribadah dan mendekatkan diri kepada Allah.

Ada pula pandangan keliru tentang harta kekayaan yang sudah terlanjur populer. Misalnya anggapan bahwa orang miskin lebih cepat masuk surga karena lebih cepat hisabnya. Sementara orang kaya harus menunggu lebih lama untuk masuk surga karena hisabnya yang Panjang. Selain itu, terdapat kesalahpahaman terhadap ajaran qona’ah yang dimaknai sebagai fatalisme. Sehingga berakibat kurang bersemangatnya umat muslim untuk bekerja untuk meningkatkan perekonomian mereka.

Kampanye bahwa umat harus kaya telah ditegaskan oleh Sekjen PBNU, Imam Pituduh melalui pernyataannya ketika menghadiri ground breaking Gedung PBNU:

“Kemandirian itu baru bisa terjadi kalau warga NU sudah  menjadi orang kaya semuanya. Dan organisasinya jadi kaya. Jadi NU sebagai organisasi menjadi pelayan bagi warganya untuk mencapai tingkat kemakmuran yang luar biasa. NU menjadi kanal bagi warganya untuk mengapresiasikan apa yang menjadi karya, kesempatannya dengan diubah menjadi kesempatan yang luar biasa.”

Masyarakat perlu disadarkan bahwa menjadi kaya itu penting. Dengan kekayaannya umat Islam bisa mandiri dalam berdakwah. Rasul sendiri ketika berdakwah secara ekonomi disupport penuh oleh Khadijah. Karenanya, saat Khadijah meninggal, Rasul sangat sedih sekali. Kesedihan itu bukan saja lantaran ditinggal istri tercintanya, tetapi juga karena hilangnya supporter penting dakwah beliau, terutama dalam aspek ekonomi.

Setelah mengubah cara berpikir, maka selanjutnya perlu memikirkan Langkah eksekusinya. Eksekusi, ini sangat penting. Karena perjuangan kita tidak bisa berhenti pada gagasan. Mengubah cara berfikir ternyata tidak cukup. Yang harus dilakukan selanjutnya adalah dengan mengubah cara kerja. Mungkin kita berpikir bahwa dengan mengubah cara berpikir, maka akan terjadi perubahan cara kerja dengan sendirinya.

Faktanya ternyata tidak. Harus ada tekanan khusus sampai kepada perubahan cara kerja. Idealisme yang tinggi yang tidak didukung oleh kerja yang canggih, hanya menjadi thulul amal, panjang angan-angan sebagaimana sabda Nabi. Hal itu tidak akan menghasilkan perubahan. Itulah yang menyebabkan umat kita kian tertinggal.

Amerika menjadi adidaya karena punya platform ekonomi Wall Street, sedangkan Tiongkok punya sistem One Belt One Road (OBOR). Platform itu penting. Lalu bagaimana langkah lanjutanya agar umat kita kuat dan berdaya dalam ekonomi. Apa platform ekonomi yang akan digunakan agar keberdayaan ekonomi ini lebih cepat tercapai? Atau cukup dengan mengikuti sistem-sistem adidaya yang hanya semakin memperkaya mereka, sedangkan kita selalu berada di bawah kekuatan mereka?

Kita harus menyadari, sumber daya manusia dalam pengelolaan ekonomi serta  teknologi kita masih terlalu rendah dibanding mereka. Maka dari itu, kader dan generasi NU harus didorong agar mempunyai sumber daya manusia yang mumpuni, setelah itu dipersiapkan sistem (platform) agar mereka terasah dan tergembleng menjadi manusia-manusia berkualitas yang mampu membangun ekonomi. Sehingga banyak lahir pengusaha-pengusaha dari kalangan umat Islam, terkhusus dari kaum Nahdliyyin.

Ketiga yang paling penting adalah membantu,  mengontrol, dan mengawasi kebijakan pemerintah. Kita tahu pemerintah itu mempunyai tugas untuk mensejahterakan rakyat. Tetapi, mereka terkadang juga mendapat gangguan-gangguan yang terkadang membuat lupa dan terlena. Bisa akibat diri mereka sendiri yang silau dengan  harta yang bisa diraup lewat memanfaatkan kekuasaannya. Atau bisa juga karena tekanan kepentingan asing maupun mafia yang memanfaatkan diri mencari untung sendiri serta berniat menggerogoti dan menghancurkan negara. Maka dari itu, kita sebagai kaum Nahdliyyin harus kritis agar umat Islam ini berdaya dalam ekonomi. Kita harus mengawasi untuk memastikan bahwa regulasi ekonomi benar-benar mendukung dan berpihak kepada masyarakat. Agar umat mendapat kesempatan untuk bekerja dan berdaya.

Oleh: Muhammad Nor Faiq Zainul Muttaqin, Alumni Mansajul Ulum tahun 2014.

 

Tulis Komentar
Artikel ini telah dibaca 14 kali

Baca Lainnya

Bayang-Bayang Feodalisme dalam Sistem Pendidikan Indonesia

6 September 2024 - 12:23 WIB

Maqashid Syari’ah: Landasan Pesantren dalam merumuskan Konsep Fikih Digital 

23 Agustus 2024 - 13:38 WIB

Santri Era Society 5.0 Melek Digital Mapan Spiritual

9 Agustus 2024 - 17:03 WIB

Strategi Cemerlang Sultan Al-Fatih dalam Penaklukan Konstantinopel

26 Juli 2024 - 12:25 WIB

Keistimewaan Ilmu Nahwu

12 Juli 2024 - 19:19 WIB

Melestarikan Dakwah Islam Rahmatan Lil Alamin Era Modern Melalui Tulisan

28 Juni 2024 - 07:24 WIB

Trending di Kolom Jum'at