KOLOM JUM’AT CIII
Jum’at, 26 Juli 2024
Salah satu kepingan sejarah gemilang yang ditorehkan oleh umat muslim adalah penaklukan Konstantinopel. Penaklukan tersebut dipimpin oleh sang sultan muda yang usianya bahkan kala itu belum mencapai 25 tahun. Ia maju mempimpin barisan-barisan pasukannya untuk membuktikan kabar gembira sang nabi untuk membuka Konstantinopel, ibukota imperium Bizantium. Sebuah kota dengan keelokan dan kekokohan bentengnya yang tiada tertandingi kala itu berhasil menyihir dan menggoda peradaban untuk menaklukanya.
Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad bahwasanya Rasulullah SAW pernah bersabda,
لَتُفْتَحَنَّ القُسطَنْطِينِيَّةُ فلنعمَ الأميرُ أميرُها ولنعمَ الجيشُ ذلك الجيش
Artinya: “Sungguh Konstantinopel akan ditaklukan. Sebaik-baik pemimpin adalah penakluknya dan sebaik-baik pasukan adalah pasukannya.” (HR. Ahmad).
Kurang lebih sekitar 800 tahun lamanya, mimpi indah yang tersimpan rapi di dalam lampiran-lampiran hadis tersebut terwujud. Bukanya tidak ada yang berminat menjadi pahlawanya, sudah banyak, bahkan kaum muslimin sendiri tercatat sekitar 11 kali percobaan yang salah satunya dilakukan oleh sahabat nabi, yaitu Abu Ayyub Al-Anshari. Dengan adanya kuburannya di dekat benteng Konstatinopel menjadi bukti kuat akan kegigihan dan keinginannya untuk mewujudkan mimpi indah tersebut.
Dalam buku yang berjudul “Muhammad Al-Fatih Penaklukan Konstantinopel” yang ditulis oleh Syaikh Ramzi Al-Munyawi, diterjemahkan oleh Muhammad Ihsan, LC. M. Si, dan diterbitkan oleh Dar Al-Kitab Al-Arabi. Konstantinopel adalah sebuah kota yang sangat kuat dan kokoh perlindunganya. Benteng yang menjulang kokoh dan menonjol di segala penjuru arah itu seakan menantang siapapun yang bermimpi menaklukannya. Bahkan mampu membuat impian para penakluk menjadi ciut dan hancur berkeping-keping, terlebih apabila menggunakan cara tradisional. Perlindungan Konstantinopel yang kokoh tersebut terdiri dari hal-hal berikut:
- Kota Konstantinopel adalah kota yang berbentuk segitiga. Dua sisinya dikelilingi air laut, dan sisi ketiga diliputi dua lapis pagar dan parit air.
- Kota itu sendiri dikelilingi oleh dua lapis pagar benteng, dan di luar kedua pagar tersebut terdapat sebuah parit air yang lebarnya 60 kaki memiliki kedalaman 10 meter.
- Pagar pertama ketinggiannya mencapai 25 kaki dengan tebal 10 meter.
- Kemudian pagar kedua ketinggiannya mencapai 40 kaki. Pagar ini memiliki beberapa menara penjagaan yang tingginya masing-masing adalah 60 kaki dengan tebal 15 meter.
- Kota ini dari arah laut pula dilindungi dan dijaga oleh 400 kapal.
Selain kokohnya benteng, Konstantinopel adalah sebuah kota yang dikelilingi perairan laut di setiap arahnya, yaitu Teluk Bosporus, Laut Marmara, dan Teluk Tanduk Emas yang terlindungi dengan serangkaian rantai besi yang sangat besar. Perlindungan yang bersifat alami ini sangat mendukung dan menguntungkan sehingga dapat menahan masuknya armada kapal laut Utsmani masuk ke kota tersebut. Dengan begitu, kota ini dari kacamata militer dapat disebut sebagai kota yang terbaik perlindunganya.
Dalam persiapan penaklukannya, Sultan Muhammad Al-Fatih menjalankan beberapa langkah yang mengagumkan sebagai pembuka jalan kota yang tak tertandingi itu. Sultan memberikan perhatian dengan membangun benteng Roumli Hishar yang berada di bagian Eropa pada Teluk Bosporus. Selain itu, sang sultan juga memberikan perhatian khusus dalam pengumpulan senjata-senjata yang dibutuhkan untuk penaklukan, terlebih senjata Meriam. Senjata ini adalah salah satu senjata yang sangat urgen, karenanya hal ini sangat diperhatikan oleh sang sultan, sampai-sampai beliau mendatangkan seorang teknisi yang bernama Ourban yang sangat ahli dalam membuat meriam. Tak tanggung-tanggung sang teknisi berhasil membuat meriam yang sangat masyhur. Konon beratnya mencapai ratusan ton dan membutuhkan 100 ekor benteng guna menariknya.
Selain itu, sang sultan juga berupaya keras memberikan perhatian khusus terhadap armada laut Utsmani, dimana sang sultan berusaha memperkuat dan membekalinya dengan berbagai model kapal yang mumpuni agar siap tempur dalam menghadapi jalur laut kota Konstantinopel. Bahkan secara langsung ia sendiri yang melakukan kunjungan untuk meninjau kembali tentang kekuatan dan pertahanan benteng tersebut. Sebelum melancarkan serangan, sang sultan juga mengadakan perjanjian dan kesepakatan damai dengan musuh-musuhnya yang berdampingan atau berdekatan dengan kota tersebut, agar ia bisa fokus menghadapi satu musuh saja.
Al-Fatih juga membacakan ayat-ayat Al-Qur’an dan menyebutkan hadis nabi yang memberikan kabar gembira dan keutamaan yang akan didapat saat berhasil menaklukkan Konstantinopel. Pada langkah selanjutnya sang sultan membagi pasukan daratnya di depan pagar Konstantinopel, menyiapkan pasukan-pasukan alternatif di depan pasukan utama. Ia memasang beberapa kelompok pengawas dan pengintai di berbagai titik dan lokasi yang tinggi dan dekat dengan kota itu. Ia juga mensortir dan memecat panglima yang kurang cakap dan kurang berdedikasi dengan sungguh-sungguh.
Saat semua cara dan segala strategi telah sang sultan lakukan, pertahanan dan kekokohan benteng Konstatinopel belum bisa benar-benar hancur dan roboh. Mengingat sang raja Constantine juga mati-matian menghalau dari segi arah manapun agar pasukan Al-Fatih kesusahan dalam melewatinya. Ditambah perlindungan alami yang kota itu miliki dan juga bala bantuan dari berbagai kerajaan atas dasar ideologi yang sama yaitu kristen, menambah kerunyaman dan kepelikan proses penaklukan kala itu.
Masalah lain pun bermunculan, dalam proses penaklukan jalur laut pasukan armada Utsmani harus memindahkan kapal-kapal dari tempat berlabuhnya menuju teluk Tanduk Emas dengan cara menariknya melalui jalan darat yang terletak di antara dua pelabuhan yang berjarak sekitar 3 mil. Hal ini dilakukan demi menjauhi benteng Galota yang dikhawatirkan pasukan Utsmani akan terlihat oleh pasukan bagian barat. Pelabuhan itu bukan sebuah permukaan, melainkan tanah perbukitan yang terjal serta tidak mulus. Bagaimana mungkin bisa kapal-kapal dipindahkan lewat jalur darat, bila menggiringnya ke perairan untuk diapungkan saja sudah sangat merepotkan. Sehingga kendala ini menjadi kendala yang amat simalakama dan tidak akan mudah untuk terselesaikan.
Namun, suatu ide cemerlang tiba-tiba terlintas di benak sang sultan. Mau tidak mau dengan memindahkan kapal Utsmani lewat jalur darat menjadi pilihan akhir. Sang sultan memulai meratakan permukaan tanah dan memuluskanya. Beliau menghadirkan beberapa papan yang diolesi dengan minyak dan lemak, lalu diletakkan di atas jalan yang membentang untuk memudahkan dalam menarik kapal-kapal itu. Bagian yang paling sulit adalah menggiring kapal melewati bagian terjal dan meninggi.
Tapi, pada malam itu ternyata sang sultan dan pasukanya berhasil menarik lebih dari 70 kapal. Sehingga salah seorang ahli Byzantium mengungkapkan kekaguman terhadap proses ini dengan mengatakan: “Kami tidak pernah melihat dan mendengarkan hal seperti ini sebelumnya. Muhammad Al-Fatih telah mengubah permukaan tanah menjadi laut dan menyeberangkan kapal-kapalnya di atas bukit sebagai pengganti gelombang laut. Muhammad Al-Fatih benar-benar telah mengungguli Alexander the great dengan apa yang ia lakukan ini.”
Pada babak akhir dalam upaya penaklukan Konstantinopel, pasukan Utsmani kembali menggunakan metode baru dalam upaya memasuki kota, yaitu dengan membuat benteng kayu besar dan tinggi yang terdiri dari 3 tingkat. Ketinggiannya harus melebihi benteng Konstantinopel. Benteng buatan itu ditutupi dengan perisai dan kulit yang dibasahi dengan air demi mencegah api. Benteng itu lalu dibekali pula dengan sejumlah prajurit di setiap tingkatnya.
Pada tingkat atas diletakkan para pemanah yang akan siap memanah kepala siapa saja yang muncul di atas pagar benteng. Tak bisa terlukiskan bagaimana kekhawatiran dan ketakutan menyelimuti relung mereka. Walaupun kekalahan Konstantinopel kali ini sudah di depan mata, sang sultan masih tetap berusaha memasuki kota dengan cara damai. Sang sultan mengirim surat negoisasi yang terakhir kalinya kepada raja Constantine agar tidak ada pertumpahan darah yang lebih lanjut. Namun, surat balasan menunjukkan kenihilan. Raja Constantine tidak ingin tunduk dan menyerah.
Pada hari Ahad, 18 Jumadil Ula, sang sultan mengarahkan pasukannya untuk meningkatkan kekhusyuan, mensucikan diri dan mendekatkan diri kepada Allah dengan melakukan sholat, merendahkan diri dan memperbanyak berdo’a semoga Allah mempermudah penaklukan itu untuk mereka. Pada hari itu, sang sultan juga turun langsung mencari tahu tentang pagar-pagar benteng kota tersebut untuk mengetahui kondisi terakhirnya. Ia kemudian menentukan titik-titik fokus serangan meriam Utsmani selanjutnya. Ia pun memotivasi pasukanya untuk bersungguh-sungguh dan berkorban dalam pertempuran menghadapi musuh.
Pada hari selanjutnya, persiapan pasukan Utsmani semakin lengkap, sang sultan mendatangi perkemahan-perkemahan pasukanya untuk memberikan pengarahan dan peringatan untuk selalu mengikhlaskan niat, berdo’a, dan berjihad. Kemudian sang sultan pun berkhutbah, “Apabila penaklukan Konstantinopel terwujud untuk kita, maka hal ini akan menjadi sebuah keberuntungan bagi kita untuk mendapatkan kehormatan dan pemuliaan yang ada di dalam hadis Rasulullah. Hal ini pasti akan menambah keagungan Islam. Setiap prajurit harus selalu meletakkan ajaran syariat agama kita di depan matanya. Jangan sampai ada seorang pun yang melakukan hal bertentangan dengan ajaran-ajaran Islam. Hindarilah gereja tempat-tempat ibadah, jangan sampai ada yang menggangunya! Biarkan para pendeta dan orang-orang lemah yang tidak berdaya dan tidak ikut perang!”
Tepat di hari Selasa, 20 Jumadil Ula 857 H/29 Mei 1453 M, sebelum matahari berasa di atas kepala Sultan Al-fatih sudah berada di bagian tengah kota diiringi oleh pasukan dan komandannya sambil mengucapkan “Masya Allah!”. Beliau berpaling kepada mereka semua dan mengatakan: “Kalian benar-benar telah menjadi para penakluk Konstantinopel yang pernah dikabarkan oleh Rasulullah SAW.”
Ia kembali mengucapkan selamat atas kemenangan itu dan melarang mereka melakukan pembunuhan, pembantaian dan perampasan. Ia memerintahkan mereka bersikap lemah lembut kepada semua orang. Lalu, ia pun turun dari kudanya dan menghadap kiblat bersujud kepada Allah di atas tanah sebagai ungkapan rasa syukur, pujian, dan kerendahan hati di hadapan Allah SWT.
Demikianlah kota romawi itu akhirnya ditaklukkan. Betapa tinta emas sejarah keagungan Islam tertoreh begitu indah nan agung. Sudah selayaknya kita sebagai umat Islam turut serta berbahagia dan melestarikan sejarah agung ini, serta mengambil ibrah dari kegigihan dan semangat yang membara dari sang Sultan Muhammad Al-Fatih. Wallau ‘alam.
Oleh: Ana Fatimatuz Zahro’, Santri Mansajul Ulum.